ANALISIS

Partai Non-Koalisi Prabowo Mayoritas di DPR, Bisa Tahan Jadi Oposisi?

CNN Indonesia
Kamis, 21 Mar 2024 11:51 WIB
Usai pengumuman KPU, partai Koalisi Indonesia Maju memiliki 43,18 persen suara, sedangkan partai non-koalisi Prabowo 45,4 persen.
Ilustrasi. Partai politik non koalisi Prabowo-Gibran lebih besar di DPR RI lewat Pemilu 2024. (CNN Indonesia/Khaira Ummah)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sebanyak delapan partai peserta Pemilu 2024 dinyatakan lolos ambang batas parlemen sebesar empat persen sehingga berhak mendapat kursi di DPR RI periode 2024-2029.

KPU telah membacakan dan menetapkan hasil rekapitulasi suara Pemilu 2024 pada Rabu (20/3) malam. Delapan partai ini adalah PDI Perjuangan dengan 16,72 persen, Golkar 15,28 persen, Gerindra 13,22 persen dan PKB 10,61 persen.

Lalu NasDem 9,65 persen, PKS 8,42 persen, Demokrat 7,43 persen dan PAN 7,23 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hasil rekapitulasi juga menyatakan PPP gagal mempertahankan kursinya dan bakal terlempar dari parlemen karena perolehan kurang dari empat persen.

PSI, PBB, Hanura dan Perindo kembali gagal mendapat kursi DPR. Nasibnya sama seperti di Pemilu 2019 lalu. Partai baru seperti Gelora, PKN dan Ummat pun bernasib sama di momen pertamanya menjadi peserta Pemilu 2024.

UU No 13/2019 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) mengatur parpol yang menjadi pemenang Pemilu Legislatif atau Pileg berhak menjadi Ketua DPR. PDIP diprediksi bakal kembali menduduki kursi Pimpinan DPR.

Sementara itu, dengan komposisi DPR di atas, persentase partai pendukung presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju, kalah banyak dari partai non pengusung.

Jika ditotal, partai Koalisi Indonesia Maju memiliki sekitar 43,18 persen suara, sedangkan partai non-koalisi Prabowo sekitar 45,4 persen.

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro berpendapat mau tidak mau, presiden terpilih Prabowo Subianto harus membuka komunikasi intensif dengan partai dari kubu Anies-Muhaimin atau Ganjar-Mahfud untuk membangun koalisi mayoritas.

Agung mengatakan program-program keberlanjutan yang selama ini dinarasikan bisa terancam diadang jika kalah suara di parlemen.

"Agar bisa membangun koalisi ya minimal 60 persen, sehingga program keberlanjutan yang mereka narasikan selama ini tidak diadang di tengah jalan dan bisa direalisasikan, karena biar bagaimanapun itu janji kampanye mereka di depan konstituen. Jika tidak, ini bisa jadi boomerang nanti ketika pemilihan 2029," kata Agung saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (21/3).

Demokrasi jadi sehat

Kendati demikian, Agung menilai Prabowo cukup menarik satu atau dua partai untuk bergabung agar menjadi mayoritas di parlemen. Di saat yang sama, hal itu, kata dia, juga akan menyehatkan demokrasi karena masih ada oposisi yang kuat di parlemen.

"Pengawasan tetap berjalan sehingga check and balances kita tetap berjalan, tetap sehat ya demokrasi kita," ujarnya.

Namun, Agung mengatakan masuknya partai lain ke Koalisi Pemerintahan nanti sedikit banyak akan mengurang jatah yang sebelumnya telah dikavling partai pengusung Prabowo-Gibran sejak awal.

Oleh karenanya, ia berpendapat Prabowo harus bisa menjalin komunikasi dengan parpol pengusung sehingga tidak ada yang merasa dikecewakan saat pembentukan kabinet.

Agung mengatakan selain kursi menteri, sebenarnya banyak pos-pos jabatan lain untuk power sharing atau bagi-bagi kekuasaan.

"Bukan hanya di kabinet aja peluang mereka untuk power sharing untuk berbagi resource ekonomi, karena portofolionya kan banyak, ada Wakil Menteri, ada Duta Besar, ada Komisaris...ada banyak resources yang bisa didistribusikan, tinggal bagaimana pengelolaan bisa dilakukan secara bijak," katanya.

Tantangan parpol tetap oposisi atau bergabung

Terpisah, Pengamat politik Universitas Padjadjaran Idil Akbar mengatakan dengan komposisi DPR itu, ada tantangan bagi partai non Koalisi Indonesia Maju, apakah bakal menjadi oposisi atau justru masuk ke dalam koalisi pemerintahan.

Ia menyoroti pernyataan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto beberapa waktu lalu yang menyatakan PDI Perjuangan siap jadi oposisi pemerintah.

"Di situ ada AMIN ya, ada PKS, ada PKB dan sebagainya. Apakah kemudian bisa memposisikan sebagai oposisi atau tidak? Saya baca di media kemarin dari PKS katanya sudah siap beroposisi, ini menarik karena bagaimanapun idealnya demokrasi kita ada check and balances," ujar Idil.

Jika berkaca dari pengalaman, ia menilai partai politik di Indonesia cenderung tidak cukup kuat untuk tidak berada dalam kekuasaan.

Idil berpendapat tidak menutup kemungkinan terjadi perpecahan di parpol pengusung Anies-Muhaimin.

"Kita tahu, terutama sekali adalah dari pihak 01 misalnya, Sudirman Said misalnya mengatakan tinggal 3 tim yang aktif segala macam, kalau kita baca indikasi ini, bisa jadi ke depan ada semacam perpecahan di 01 dan masuk dalam dinamika politik yang muncul di parlemen," katanya.

(yoa/dal)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER