Tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan sejumlah kode seperti 'STM' atau short time dan 'pesantren' dalam kasus Sekretaris Mahkamah Agung (MA) nonaktif Hasbi Hasan.
Hal itu termuat dalam surat tuntutan pidana yang telah dibacakan jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis, 14 Maret 2024.
'STM' atau short time merupakan kode terkait kedekatan hubungan antara Hasbi dengan Finalis Indonesia Idol 2014 Windy Yunita Bastari Usman atau Windy Idol.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa mengantongi bukti percakapan WhatsApp antara saksi Kristian Siagian dengan Fatahillah Ramli. Adapun percakapan tersebut diperoleh dari handphone Apple iPhone 12 Promax yang disita dari Fatahillah.
"Fatahillah Ramli meminta kepada Kris BG untuk tidak dulu ke Fraser Hotel Menteng kamar 510 atau disebut 'SIO' karena Hasbi Hasan sedang bersama dengan Windy Yunita Bastari Usman melakukan 'STM' atau short time," ujar jaksa dalam surat tuntutannya.
Adapun Hasbi disebut cukup sering menghabiskan waktu bersama Windy Idol di kamar 510 tersebut.
Selain itu, Hotel Fraser Menteng diistilahkan dengan 'pesantren'.
Jaksa mengatakan kamar tersebut merupakan gratifikasi yang diterima Hasbi dari Menas Erwin Djohansyah selaku Direktur Utama PT Wahana Adyawarna.
Menurut jaksa, gratifikasi tersebut berhubungan dengan pengurusan perkara-perkara di MA.
"Fakta terkait dengan penerimaan fasilitas menginap di kamar 510 Hotel Fraser Menteng untuk dipergunakan dan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi terdakwa bersama dengan Windy Yunita Bastari Usman," jelas jaksa.
Hasbi telah membantah menerima gratifikasi berupa fasilitas penyewaan kamar hotel dimaksud.
Hal itu disampaikan dalam sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi pada Kamis (21/3).
Menurut Hasbi, bukti yang dimiliki jaksa tidak utuh.
Seperti bukti percakapan WhatsApp yang diperoleh dari handphone milik Fatahillah. Hasbi berpendapat hal itu tidak cukup untuk disebut sebagai fakta hukum karena satu saksi bukanlah saksi.
"Menurut keterangan Fatahillah Ramli di persidangan, Fatahillah Ramli melihat saya dan Windy di kamar 510, keterangan tersebut hanya berdasarkan keterangan satu orang saksi saja, berdasarkan asas unus testis nullus testis (satu saksi bukan saksi)," jelas Hasbi.
Selain itu, Hasbi keberatan bukti chat dimaksud tidak pernah dibuktikan jaksa dalam persidangan.
Hasbi dituntut dengan pidana 13 tahun dan 8 bulan penjara serta denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Ia juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp3.880.000.000 subsider tiga tahun penjara.
Adapun Hasbi sangat keberatan dengan tuntutan pidana tersebut.
Menurut jaksa, Hasbi bersama-sama dengan Dadan Tri Yudianto selaku mantan Komisaris Independen Wijaya Karya (Wika) terbukti menerima suap senilai Rp11,2 miliar terkait pengurusan perkara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
Suap diberikan oleh Debitur KSP Heryanto Tanaka dengan maksud agar Hasbi bersama Dadan mengupayakan pengurusan perkara kasasi Nomor: 326K/Pid/2022 atas nama Budiman Gandi Suparman selaku Pengurus KSP Intidana dapat dikabulkan oleh hakim agung yang memeriksa dan mengadili perkara.
Adapun suap juga dimaksudkan agar perkara kepailitan KSP Intidana yang berproses di MA dapat diputus sesuai keinginan Heryanto.
Lebih lanjut, Hasbi disebut terbukti menerima gratifikasi berupa uang, fasilitas perjalanan wisata dan penginapan yang seluruhnya senilai Rp630.844.400.
Gratifikasi tersebut diterima dari Devi Herlina selaku Notaris rekanan dari CV Urban Beauty/MS Glow senilai Rp7.500.000; dari Yudi Noviandri selaku Ketua Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Balai senilai Rp100 juta; dan dari Menas Erwin Djohansyah selaku Direktur Utama PT Wahana Adyawarna senilai Rp523.344.400.
(pop/isn)