Unik Tradisi Megibung Kampung Islam Bali Usai Khatam 10 Harian Ramadan
Para warga silih berganti berdatangan membawa hidangan makanan ke Masjid Al-Muhajirin di Kampung Islam Kepaon, di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali, yang dimulai sekitar pukul 17.00 WITA, Kamis (21/3).
Para warga mengantarkan hidangan makanan baik yang diletakkan di nampan besar untuk menggelar tradisi megibung atau tradisi makan bersama dalam satu wadah yang sama di dalam Masjid Al-Muhajirin saat usai salat magrib.
Lihat Juga :Catatan Perjalanan Setidaknya Sekali Seumur Hidup, Bercengkrama dengan Raja-raja Bali |
"Megibung di Kampung Islam Kepaon ini merupakan tradisi kami di sini," kata Padani, salah satu tokoh masyarakat di Kampung Islam Kepaon saat ditemui di Masjid Al-Muhajirin, Kamis petang.
Menjelang waktu berbuka puasa, para warga baik para orang tua dan muda-mudi serta jemaah mulai mendatangi Masjid Al-Muhajirin. Para pengurus masjid terlihat sibuk menerima hidangan makanan dari para warga Kampung Islam Kepaon yang terus berdatangan.
Makanan yang dibawa beraneka ragam, mulai nasi kapar khas Kampung Islam Kepaon yang menunya adalah sayur urap, telur, ayam panggang dan sambal di atas nampan besar. Dan, ada juga warga yang membawa banyak nasi bungkus dan nasi kotak, takji, dan minuman segar.
Pengurus masjid kemudian meletakkan hidangan-hidangan itu dengan rapi di dalam negeri. Warga pun mengambil tempat duduk di dalam masjid sambil menunggu azan magrib tanda waktu buka puasa
Ketika azan berkumandang, setelah membatalkan puasa, warga tidak langsung gelar tradisi megibung itu. Mereka melaksanakan salat magrib berjemaah lebih dulu.
Saat megibung warga makan bersama dalam satu wadah yang sama. Hidangan lauk-pauk yang disajikan juga ada berbeda-beda dan dalam satu wadah, ada empat atau lima orang yang makan bersama.
Berdasarkan pantauan, tidak ada rasa canggung di antara mereka saat megibung. Anak-anak sampai orang tua pun bisa makan dalam satu wadah. Mereka tinggal menyesuaikan makanan yang diinginkan.
"Tradisi ini sudah ada sejak orang Kepaon ada di sini dan tradisi ini dapat dipertahankan sampai sekarang," ujar Padani.
Tradisi unik megibung ini, adalah bentuk ungkapan rasa syukur setelah khataman atau menamatkan membaca Al-Quran. Karena, saat Bulan Ramadan warga setempat di Masjid Al-Muhajirin melakukan tadarus Al-Qur'an dengan membaca tiga juz yang dilaksanakan pada malam hari usai shalat tarawih dan dalam 10 hari bisa mengkhatamkan Al-Qur'an dan di hari ke-20 dan ke-30,
Warga Kepaon melaksanakan megibung untuk buka puasa bersama setelah kembali mengkhatamkan Al-Qur'an.
"Kenapa di hari ke-10, 20 atau 30 (Megibung). Karena begini, setiap selesai shalat tarawih setiap hari anak-anak muda di sini mengadakan tadarusan. Al-Qur'an itu terdiri dari 30 juz dan setiap malam anak-anak di sini membaca Al-Qur'an sampai tiga juz dan akhirnya setiap 10 hari sekali kita mengadakan khataman," kata Padani.
Selain itu, untuk warga menyediakan hidangan makanan dibagi menjadi tiga tempat.
Warga Kampung Islam Kepaon menyumbang bergiliran dari sisi selatan, tengah, dan utara setiap 10 hari. Saat 10 hari Ramadan ini sumbangan dimulai dari warga sebelah selatan.
"Jadi 10 hari pertama itu hidangan berupa nasi kapar dikeluarkan oleh masyarakat yang ada di selatan masjid. Kemudian 10 hari kedua, itu diadakan lagi (megibung) itu dikeluarkan hidangannya oleh masyarakat yang berada di tengah masjid dan 10 hari ketiga diadakan lagi itu sebagai pengungkapan rasa syukur itu dikeluarkan hidangannya oleh masyarakat yang berada di utara masjid," ujarnya.
Padani menyatakan, bahwa tradisi megibung ini diperkirakan sudah ada di Kampung Islam Kepaon sejak abad 17 lalu.
"Islam masuk ke Kepaon ini (diperkirakan) sejak abad 17. Jadi megibung ini adalah tradisi orang Bali, kami orang Kepaon (juga) orang Bali," ujarnya.