Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, mengusulkan skema kerja sama antara pemerintah dengan badan usaha seperti minimarket.
Yayat menyebut nantinya para jukir ini akan direkrut sebagai relawan oleh badan usaha dan bertugas merapikan kendaraan di area parkir.
Yayat mengatakan dengan begitu masyarakat tak perlu lagi membayar parkir ke minimarket. Menurutnya, pendapatan minimarket pun akan bertambah karena pengunjung lebih nyaman.
"Buat skema kerja sama apakah mereka bisa direkrut sebagai tenaga jasa dikontribusikan oleh minimarket. Ibaratnya itu Rp2.000 daripada masuk ke pengelola parkir enggak jelas mendingan si perusahaan itu saja berkontribusi Rp2.000 CSR atau Rp1.000 per kendaraan," kata Yayat.
Selain itu, Yayat menyatakan masyarakat harus berani tegas jika bertemu dengan juru parkir liar. Menurutnya, yang kerap jadi persoalan adalah masyarakat Indonesia kerap merasa 'tidak enak'. Akhirnya pun terjadi dilema antara biaya parkir liar dengan sedekah.
Padahal, kata dia, masyarakat harus berani tegas bahwa dua hal itu merupakan sesuatu yang sangat berbeda.
Ia pun menjelaskan terdapat empat jenis pengelolaan atau kategori parkir yang diatur dalam undang-undang. Salah satunya, parkir di minimarket merupakan jenis pengelolaan parkir oleh perusahaan atau kantor.
"Nah, dia bisa membebaskannya dari pungutan parkir khususnya untuk karyawan tamunya atau pembeli. Minimarket itu masuk aturan kedua, mereka bisa membebaskan parkir bagi tamu," ujar dia.
Pada saat yang sama, pemerintah juga harus senantiasa mensosialisasikan ke masyarakat soal parkir mana yang berbayar dan yang tidak. Yayat menegaskan pemerintah harus hadir.
"Seperti di Medan dia menetapkan 187 titik parkir harus bayar, sisanya gimana? Free (gratis). Jadi orang-orang di sana tahu, sorry ya, enggak boleh minta parkir," katanya.
(mnf/tsa)