Sementara, di Bali, jurnalis dari berbagai organisasi juga menggelar aksi serupa di Kantor DPRD Provinsi Bali. Mereka sepakat menolak Revisi Undang-undang (RUU) Penyiaran yang dianggap kontroversial dan mencederai kemerdekaan pers.
Mereka melakukan aksi damai merupakan jurnalis dari berbagai perusahaan media, baik lokal, nasional, dan internasional serta berbagai organisasi, di antaranya Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bali, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bali, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Bali, Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Bali, Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Bali, Frontier Bali, Front Mahasiswa Nasional (FMN) Denpasar, dan para mahasiswa di Bali.
Dalam aksinya, massa membawa spanduk dengan tulisan 'Tolak RUU Penyiaran' dan sejumlah poster bertuliskan protes lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Massa juga mendatangi Kantor DPRD Provinsi Bali. Saat memasuki gerbang Kantor DPRD lalu para jurnalis dengan kompak berjalan mundur sebagai tanda bahwa dengan adanya RUU Penyiaran, maka demokrasi berjalan mundur, dan ketika mendekati lobi Kantor DPRD Bali mereka berjalan jongkok yang menandakan bahwa otak DPR RI jongkok jika mengesahkan RUU Penyiaran tersebut.
Koordinator Advokasi AJI Denpasar, Yoyo Raharyo menilai adanya pelarangan jurnalisme investigasi merupakan kesalahan cara berpikir, karena jurnalisme investigasi itu merupakan bagian dari jurnalisme.
"Kalau kita lihat DPR tidak memahami apa itu fungsi jurnalis," kata dia.
Ia juga menilai RUU Penyiaran yang sedang dibahas di DPR RI mengandung Pasal-pasal yang anti-kemerdekaan pers, anti-demokrasi, anti-kebebasan berekspresi dan anti-HAM.
"Kita menolak monopoli kepemilikan lembaga penyiaran, dan mendesak Presiden Jokowi dan DPR RI meninjau ulang urgensi revisi Undang-undang penyiaran atau tidak melanjutkan pembahasan RUU Penyiaran," kata Yoyo.
Ia juga menuntut Presiden Jokowi dan DPR RI melibatkan partisipasi masyarakat secara bermakna atau meaningful participation dalam pembentukan peraturan dan Perundang-undangan, baik undang-undang baru atau pengganti maupun perubahan atau revisi Undang-undang. Juga menuntut Presiden Jokowi dan DPR RI menghapus pasal-pasal problematik yang berpotensi melanggar hak kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi.
Aksi penolakan RUU Penyiaran juga digelar kelompok jurnalis di Kantor DPRD Jabar, Jalan Diponegoro, Kota Bandung.
Koordinator aksi, Deni mengatakan aksi ini bentuk kekecewaan dengan hadirnya rancangan undang-undang penyiaran tersebut.
"Pasal yang ada dalam RUU itu bisa mengancam iklim demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia," kata Deni dalam orasinya.
Dengan rancangan undang-undang penyiaran tersebut, dianggap mengancam kebebasan pers. Karena, jika aturan ini disahkan oleh anggota dewan dan pemerintah maka pekerjaan mencari informasi secara mendalam hingga investigasi akan diawasi bahkan, bisa mendapat sensor dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
![]() |
"Padahal, sebagai pilar keempat demokrasi media memiliki peran strategis dalam membangun demokrasi, khususnya yang melibatkan masyarakat," ungkap Deni.
Sementara itu, orator lainnya Fauzan menuturkan bahwa RUU penyiaran pun bisa berdampak pada konten kreator dan pekerja seni yang selama ini menyuarakan kebutuhan masyarakat. Konten atau hal yang mereka akan sampaikan ke publik kemudian harus sesuai dengan arahan dari KPI.
"Jadi bukan hanya jurnalis yang kena, tapi semua termasuk pekerja seni. Bukan hanya yang mengkritik, tapi semua konten akan dipantau," kata dia.
Berikut tuntutan massa dalam aksi ini:
1. Menolak pasal yang memberikan wewenang lebih pada pemerintah untuk mengontrol konten siaran karena ini bisa membuat banyak hasil kerja jurnalis yang disensor sebelum disampaikan kepada publik secara obyektif.
2. Menolak pasal yang memperketat regulasi terhadap media independen. Ini dapat membatasi ruang gerak media dan mengurangi keberagaman dalam penyampaian informasi kepada publik.
3. Menolak pasal yang mengatur sanksi berat untuk pelanggaran administratif. Sanksi yang tidak proporsional akan membungkam jurnalis dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik dan mengancam kebebasan pers.
4. Menuntut Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah untuk segera revisi menyeluruh terhadap pasal-pasal bermasalah tersebut dengan melibatkan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk Dewan Pers, organisasi pers, dan masyarakat sipil.
5. Mendukung upaya hukum dan konstitusional untuk mempertahankan kebebasan pers.
(frd / kdf/ csr/isn)