Anggota Komisi III DPR, Benny Kabur Harman mencecar Dewan Pengawas (Dewas) KPK soal kasus eks pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar yang mundur tanpa sidang etik.
Benny menganggap Dewas KPK telah mereduksi tindak pidana yang dilakukan Lili hanya menjadi kasus etik. Dia terutama mengkritik karena Lili akhirnya keluar tanpa putusan apapun.
"Coba bayangkan, ada pimpinan KPK yang begitu saja berhenti tanpa pertanggungjawaban. Ada, kan, Pak? Enggak jelas. Hilang ke mana publik enggak tahu. Lalu Dewas ke mana? Dewas bikin apa? Bingung," kata Benny dalam rapat di Komisi III DPR, Rabu (5/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, politikus Partai Demokrat menilai wajar jika publik menilai keberadaan Dewas selama empat tahun terakhir, alih-alih memperkuat KPK justru dianggap melemahkan.
Benny menganggap independensi KPK saat ini telah rontok. Padahal, ketua dan para anggota Dewas selama ini dianggap memiliki integritas.
"Padahal bapak-bapak di depan ini adalah tokoh-tokoh yang dikenal oleh publik luas memiliki integritas yang tinggi," katanya.
Lili merupakan salah satu pimpinan KPK yang mengundurkan diri di tengah proses etik dirinya di Dewas KPK.
Saat mundur pada 2022, ia tengah menghadapi proses etik karena diduga menerima tiket dan akomodasi menyaksikan MotoGP Mandalika dengan total penerimaan sekitar Rp90 juta dari Pertamina.
Kasus itu menjadi yang kesekian kalinya bagi Lili. Dia sebelumnya pernah dijatuhi sanksi berat dan dihukum pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan dalam kasus lain.
Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorongan Panggabean menyebut pihaknya kala itu tak sempat menjatuhkan putusan terhadap Lili karena yang bersangkutan lebih dulu mengundurkan diri. Menurut dia, pengunduran diri Lili juga telah diperkuat dengan Keputusan Presiden.
"Ada pimpinan yang sudah kami mau putusan dia mengundurkan diri. Sehingga persidangannya terpaksa harus dihentikan. Dan sudah terima Keppresnya," kata Tumpak.
Merespons itu, Benny mengaku heran. Sebab, dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Lili bisa diselesaikan.
"Dia kan melakukan itu ketika dia masih menjabat sebagai pimpinan KPK. Tindakan yang dia lakukan itu yang harus dinilai secara etik," ucap Benny.
"Iya itu kami sampaikan kepada pimpinan KPK, kami tidak punya kewenangan untuk menyidik kasus tindak pidana korupsi, kecuali etik," jawab Tumpak.
"Bukan itu. Pak Tumpak menyampaikan bahwa kami tidak melanjutkan persidangan etiknya. Karena yang bersangkutan sudah berhenti. Pertanyaan saya, yang bapak Dewas sidangkan adalah pelanggaran etika yang bersangkutan ketika masih menjabat pimpinan KPK. Itu yang mau saya tanya," balas Benny.
"Mestinya kan apakah dia berhenti setelah itu atau tidak, Dewas harus tetap menyidangkan ini penting. Supaya publik tahu ini orang melakukan pelanggaran kode etik. Sebab jangan-jangan dia sengaja mundur," imbuhnya.
Tumpak mengatakan bahwa sidang etik hanya berlaku bagi insan KPK. Menurut dia, pihaknya tak lagi punya wewenang menyidangkan kasus etik di luar itu.
"Enggak ada upaya paksa di kami. Jadi kami tidak bisa menerapkan kepada dia, karena dia sudah menerima Keppres," kata Tumpak.
(thr/isn)