Pihak sekolah terkait dan dinas pendidikan buka suara usai peristiwa perundungan (bully) yang terjadi menahun hingga berujung wafatnya seorang siswi SMK di Parongpong, Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Korban perundungan yang kini meninggal usai tiga tahun mengalami perundungan itu adalah NFN (18). Dia diduga diduga menjadi korban perundungan oleh inisial A selama tiga tahun atau sejak masuk sekolah di SMK Kesehatan Rajawali, Cihanjuang Rahayu, Parongpong.
NFN dilaporkan depresi akibat perundungan itu hingga setelah bertahun-tahun berpengaruh pada kondisi kesehatan fisik dan mentalnya. Puncaknya, korban akhirnya meninggal dunia pada 30 Mei 2024 lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi dugaan bullying selama tiga tahun itu, pihak SMK Kesehatan Rajawali menyatakan tak pernah menerima laporan adanya dugaan perundungan yang dimaksud.
"Laporan dari wali kelas dua siswi kami NFN dan A, mereka itu terlihat baik-baik saja. Selama masa belajar kurang lebih tiga tahun ini, kami tidak menerima laporan dari siswa maupun orangtua siswa terkait bullying," kata Kepala Sekolah SMK Kesehatan Rajawali Rizki Zaskia Hilmi, Selasa (11/6).
Rizki mengaku pihak sekolah justru baru tahu ada dugaan perundungan tersebut ketika menjenguk NFN yang sedang sakit. Dia menuturkan NFN mulai jatuh sakit pada 8 Mei lalu.
Saat itu ia tiba-tiba tumbang setelah kegiatan pergelaran kesenian.
"Nah tanggal 12 Mei, baru diketahui adanya dugaan perundungan itu dari orangtua NFN. Dari situ, kami lakukan penelusuran ke guru dan teman A dan NFN diketahui saat kegiatan ternyata tidak ada interaksi antara keduanya," kata Rizki.
Kemudian soal pernyataan orangtua NFN yang menyebut bahwa A kerap minta digendong anaknya, juga dibantah sebagai bentuk perundungan. Rizki mengatakan hal itu diduga merupakan candaan antar teman.
"Penelusuran kami, tidak ada yang mengarah ke bullying fisik. Soal gendong-menggendong itu terjadi di kelas 10. Menurut teman-temannya, dilakukan bergantian antara siswa A dan siswa NFN," kata Rizki.
Kemudian terkait dugaan perundungan dari sisi verbal, pihaknya masih memverifikasi hal tersebut apakah itu termasuk kategori candaan ataukan menjurus ke arah bullying. Selain itu, pihaknya juga berkomunikasi dengan Dinas Perlindungan Anak dan juga dua keluarga--keluarga korban dan keluarga terduga pelaku perundungan.
"Dari sisi verbal kami masih verifikasi apakah candaan yang dulu oleh siswa A apakah menjurus ke bully, kami masih komunikasi dengan Dinas Perlindungan Anak," kata Rizki.
"Jadi saat pertemuan mediasi [dua keluarga]itu, siswa NFN ini minta supaya tidak diperpanjang masalahnya. Kemudian orangtua A dan NFN ini juga terlihat baik-baik saja, mereka sepakat berdamai. Tapi ternyata tanggal 30 Mei kami terima kabar NFN meninggal dunia," kata Rizki.
Usai NFN meninggal, kata Rizki, pihak keluarganya kembali mendatangi sekolah. Akhirnya, sekolah pun menggelar mediasi kedua antara dua keluarga pada 10 Juni kemarin.
"Cuma di situ posisinya sama-sama agak panas, jadi belum sampai ke kesepakatan berdamai. Cuma secara lisan memang sudah ada, hanya saja masih mengganjal. Jadi kami putuskan akan dimediasi lagi," ujar Rizki.
Sementara itu, Plh Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Ade Afriandi mengatakan, guru berperan penting melakukan pencegahan dan penanganan jika terjadi perundungan. Oleh karena itu, dia meminta setiap kepala sekolah untuk mengaktifkan peran guru bimbingan konseling (BK).
Hal itu diutarakannya merespons dugaan siswi SMK di Parongpong, Bandung Barat yang meninggal dunia karena depresi usai tiga tahun mengalami perundungan.
"Belajar dari kasus ini saya meminta seluruh kepala satuan pendidikan baik negeri maupun swasta untuk mengaktifkan peran guru BK dan menyediakan ruang konsultasi, minimal curhat-curhatan lah siswa itu," kata Ade, mengutip dari detikJabar.
Ade menyebut, Disdik Jabar sedang berupaya menguatkan kembali peran guru BK sebagai 'teman' siswa di sekolah. Sekolah kata dia juga harus memberi ruang bagi guru BK untuk aktif memperhatikan siswanya.
"Saya minta kepala sekolah untuk menguatkan, jangan memposisikan kalau dibutuhkan saja guru BK itu. Jadi beri ruang untuk guru BK memperhatikan siswa," tegasnya.
Selain guru BK, peran orang tua di rumah tidak kalah penting mencegah dampak serius dari perundungan. Ade menuturkan, orang tua harus bisa mengajak anak-anaknya mengungkapkan keluh kesah atas apa yang dialami di sekolah.
"Kemudian orang tua itu harus memberi ruang juga kepada anak berkeluh kesah, dari pada ke media sosial. Jadi orang tua harus memperhatikan lagi anak," ujar Ade.
Lebih lanjut, Ade mengakui Disdik Jabar juga tengah menyiapkan program khusus untuk mengantisipasi dan mencegah perundungan di sekolah.
"Secara kedinasan kami berpikir membuat program atau kegiatan untuk selalu mengingatkan terkait dengan perilaku adab dan perundungan ini. Mungkin menurut anak (perundungan) itu biasa, itu yang harus diantisipasi lewat edukasi dengan kegiatan," tutup Ade.
Baca berita lengkapnya di sini.
(tim/kid)