Menurut dia, langkah-langkah penegakan hukum yang baik harus bisa membuat jera bandar, agen, dan pelaku judi online. Misalnya dengan melakukan penyelidikan secara menyeluruh terhadap praktik judi online, termasuk melacak jejak digital dan aktivitas para pelaku.
"Hal ini penting untuk mengumpulkan bukti yang cukup kuat untuk proses hukum selanjutnya. Setelah bukti cukup kuat terkumpul, lembaga penegak hukum perlu melakukan penindakan tegas terhadap bandar, agen, dan pelaku judi online," kata Pratama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Pratama menyampaikan yang tak kalah penting adalah melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya dan konsekuensi dari perjudian online.
Dengan demikian, diharapkan meningkatkan kesadaran masyarakat dan dapat mengurangi minat serta partisipasi dalam praktik judi online.
"Kerja sama antara lembaga penegak hukum, pemerintah dan masyarakat sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang bebas dari perjudian online ilegal," ucap Pratama.
Sementara, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Bambang Rukminto menyebut pemberantasan judi online bisa dimulai dengan menutup transaksi keuangan.
Sebab, kata dia, judi online tak bisa lepas dari transaksi keuangan yang tetap menggunakan sarana yang masih bisa terkendali dan berizin, misalnya perbankan.
"Jadi langkah pertama bila serius untuk melakukan pemberantasan judol, adalah menutup transaksi keuangan mereka. Karena kecepatan menutup konten, ternyata tak mengalahkan produksi konten judol," ujarnya.
Bambang mengatakan selama ini Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebenarnya sudah memiliki data soal aliran keuangan terkait judi online.
Yang menjadi permasalahan, kata dia, adalah bagaimana upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat. Karenanya, dengan satgas tersebut seharusnya bisa membuat aparat penegak hukum semakin tegas dalam melakukan penindakan.
"Harusnya demikian (tegas dalam menindak judi online). Kalau enggak lebih berani, terus fungsinya apa cuma untuk gagah-gagahan saja?" ucap dia.
![]() |
Di sisi lain, Bambang turut menyoroti soal ancaman pidana terhadap para pelaku judi online yang belum optimal dan belum memberikan efek jera.
Selama ini, dalam kasus judi online aparat penegak hukum biasanya menerapkan Pasal 303 KUHP tentang perjudian, UU ITE, hingga UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Dalam Pasal 303 KUHP, hukuman pidana maksimal 10 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp25 juta. Sedangkan untuk TPPU, hukuman pidana maksimal 15 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp2 miliar.
Namun, dalam praktiknya, vonis yang dijatuhkan terhadap para pelaku judi online ini masih terbilang rendah.
Misalnya, bos judi online kelas kakap di Medan, Apin BK alias Jonni yang divonis hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan.
Kemudian, Pengadilan Tinggi Sumatera Utara memperberat vonis Apin BK dengan hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
Lalu, Youtuber Ferdiansyah alias Ferdian Paleka dijatuhkan hukuman delapan bulan penjara dan denda Rp70 juta subsider enam bulan dalam kasus promosi judi online oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN)Bandung.
Merujuk hal tersebut, kata Bambang, pemerintah harus segera mengesahkan RUU Perampasan Aset yang diharapkan bisa membuat jera para pelaku judi online.
"Itu saja (KUHP, UU ITE, dan TPPU) tentu tak cukup membuat jera. Makanya perlu segera diterbitkan UU terkait perampasan aset hasil kejahatan," kata dia.
(dis/pmg)