LIPUTAN KHUSUS

Jatuh Bangun di Ladang Kratom, Bisnis Bercuan Miliaran

Feri Agus Setyawan | CNN Indonesia
Selasa, 09 Jul 2024 12:03 WIB
Eddo (32) terpuruk setelah usaha warnetnya bangkrut imbas tren gim online di ponsel. Tapi kini ia sukses bisnis kratom dengan omzet Rp17 miliar per bulan.
Eddo (32) terpuruk setelah usaha warnetnya bangkrut imbas tren gim online di ponsel. Tapi kini ia sukses bisnis kratom dengan omzet Rp17 miliar per bulan. CNN Indonesia/Hamka Winovan

Eddo Susanto (32) memulai bisnis kratom dari nol bersama kekasihnya yang kini sudah menjadi sang istri pada 2016 lalu. Awalnya ia membuka usaha warnet khusus game PC sekitar tahun 2013. Bisnis warnetnya berkembang, ada puluhan komputer yang dioperasikan.

Namun, usaha tersebut tak bertahan lama karena muncul game serupa yang bisa dimainkan lewat ponsel. Jumlah pengunjung kian hari semakin sepi. Penghasilan dari bisnis warnet terus merosot.

Kebetulan ruko di samping tempat warnetnya menjual kratom. Ia lalu mencoba mempelajari komoditas tersebut, dari pengolahan sampai pengiriman. Eddo lalu mencari penjual daun kratom ke Kapuas Hulu. Setelah itu, ia memasarkan produk itu lewat media sosial.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Eddo masih ingat pertama kali mengirim kratom ke AS pada April 2017 lalu. Ia mengirim bubuk kratom sekitar 25 kg kepada pembeli pertamanya itu dengan harga US$40 per kg. Harga tergolong tinggi lantaran pembelian masih sedikit dan dikirim lewat jasa pengiriman udara.

"Mereka puas dengan produk yang kita kirimkan, di bulan keduanya mereka order sekitar 300 kilo, ya tinggal lah sampai saat ini mereka masih bersama kita," kata Eddo di pabrik pengemasan kratom, di Pontianak.

Pengirimannya terus meningkat sejak saat itu sampai hari ini. Eddo kini memiliki lima pelanggan tetap dari AS. Dalam sebulan ia bisa mengirim 3 sampai 4 kontainer ke AS. Satu kontainer berisi sekitar 27 ton atau 27 ribu kg bubuk kratom.

Harganya tak setinggi dahulu. Karena pembelian dalam jumlah banyak dan pengiriman melalui laut, harga sekitar US$9 sampai US$10 per kg.

Dengan demikian dalam satu bulan Eddo mencatat omzet kasar penjualan kratom hingga Rp17 miliar.

Eddo membentuk perusahaan Borneo World Kratom (BWK). Sama seperti Wahyu, ia mulai mengembangkan industrialisasi kratom. Eddo menggandeng pengusaha lokal asal Jongkong, Kapuas Hulu, untuk memasok daun hingga membangun green house atau tempat pengolahan kratom.

Ia juga mendirikan pabrik yang bisa memproduksi bubuk kratom dalam skala besar. Selain itu ada laboratorium untuk menguji kualitas bubuk kratom, serta pabrik pengemasan.

Mesin-mesin pengolahan dan pengemasan dirancang sendiri dan didatangkan dari China. Eddo kini memiliki sekitar 15 pegawai yang bekerja di pabrik pengemasan.

Eddo memastikan produk kratomnya sudah sesuai dengan good manufacturing practice (GMP) yang diterapkan pihak AS. Ia menerapkan kontrol ketat dari proses pemetikan daun, penjemuran, penggilingan, hingga produksi bubuk agar bebas dari cemaran bakteri ataupun logam berat.

Eddo membangun infrastruktur dari hulu hingga hilir, meskipun aturan ekspor kratom masih abu-abu.

"Untuk yang mengikuti standar operasional itu hanya tiga orang. Yang mengikuti standar operasional sudah mengikuti standar GMP. GMP itu nama akreditasi lah yang ditetapkan oleh Amerika. Itu ada tiga di Kalbar ini, termasuk saya," ujarnya.

(gil/gil)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER