Menerka Manuver dan Jodoh PDIP di Pilkada Jakarta
PDIP hingga kini belum memutuskan sosok yang akan diusung dalam Pilkada Jakarta 2024. Masih ada sisa empat bulan bagi partai berlambang banteng moncong putih itu untuk menentukan dan mengumumkan pilihan.
Pun dengan partai koalisi, PDIP belum menentukan 'jodoh' mereka untuk kontestasi Jakarta November mendatang. Namun demikian, sejumlah pimpinan PDIP mengaku telah berkomunikasi dengan sejumlah parpol lain. Lantas, seperti apa manuver PDIP ke depan?
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul M Jamiluddin Ritonga menilai PDIP akan mengusung sosok yang berseberangan atau menjadi antitesis dari sosok yang masih bertalian dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Menurut Jamil PDIP masih belum bisa melupakan 'luka' dari Pilpres 2024 kemarin yang membuat mereka berseberangan dengan Presiden Jokowi.
"Peluang PDIP bergabung ke KIM tampaknya relatif kecil. Hal itu setidaknya akan ditolak PDIP," kata Jamil saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (8/7).
Jamil menyebut PDIP nampaknya masih sulit untuk berdamai dengan Jokowi. Apalagi setelah nama putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, digadang-gadang untuk maju sebagai cagub atau cawagub di Jakarta.
Beberapa partai di KIM seperti PSI hingga PAN telah membuka peluang itu. Jamil menilai kemungkinan besar Kaesang akan maju bersama eks Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK).
Jamil melihat wacana untuk mengusung Kaesang bukan rencana main-main, sebab selain usia Kaesang yang sudah memenuhi syarat lewat putusan MA dan kemudian diamini KPU melalui PKPU.
Kaesang menurutnya belakangan juga sudah aktif terjun ke masyarakat, salah satunya rajin salat Jumat di Masjid Jakarta.
"Bagi PDIP, akan sulit bergabung ke KIM bila yang diusung RK-Kaesang Pangarep. PDIP tampaknya akan masih terus berseberangan bila ada trah Jokowi," kata dia.
Jamil meyakini PDIP akan berkoalisi atau berjodoh dengan parpol di luar KIM. Saat ini, parpol yang paling berpotensi berkoalisi dengan PDIP menurut Jamil adalah PKB dan PKS.
Untuk PDIP-PKB, Jamil menyebut hal itu setidaknya bila dilihat dari jumlah kursi yang dimiliki kedua partai. PDIP dan PKB sudah lebih dari cukup untuk mengusung pasangan cagub-cawagub.
Bila hal itu terjadi, maka PDIP dan PKB berkemungkinan mengusung Andika Perkasa dan Ida Fauziyah atau Nadiem Makarim dan Ida Fauziyah.
"Hanya saja, sosok tersebut lemah dalam elektabilitas. Karena itu, pasangan ini akan mudah dikalahkan oleh poros KIM bila mengusung RK," kata dia.
Oleh sebab itu, apabila PDIP-PKB sepakat untuk berkoalisi, maka mereka harus mencari sosok yang memiliki elektabilitas tinggi, salah satunya adalah dengan menggaet eks Gubernur Jakarta, Anies Baswedan.
"Karena itu, kalau poros itu nantinya terbentuk, ada kemungkinan PKB akan mengusung Anies Baswedan. Sementara PDIP bisa jadi mengusung Andika Perkasa atau Nadiem Makarim atau Prasetyo Edi Marsudi," jelasnya.
Apabila PDIP-PKB mengusung mereka, maka kemungkinan besar PKS yang terlebih dahulu mengusung Anies-Sohibul Iman bisa saja mengalah. Bila hal demikian terjadi, maka PKS bisa masuk dalam koalisi PKB dan PDIP.
"Jadi, PKS bila tidak ada partai yang mau berkoalisi dengannya, maka Anies-Sohibul dengan sendirinya tidak bisa diusung. Hal ini bisa terjadi karena partai lain melihat peluang duet Anies-Sohibul menang relatif kecil," ujar mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta itu.