Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri kembali mengungkapkan keinginannya agar pemilu legislatif di Indonesia diubah menjadi sistem proporsional tertutup, yaitu hanya dengan mencoblos partai.
Menurutnya, dengan sistem proporsional terbuka seperti saat ini, calon anggota legislatif yang maju jadi tidak jelas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tolonglah saya itu ke KPU udah dari kapan minta, jangan proporsional terbuka. Karena apa? Itu yang dijadikan (caleg) itu menurut saya enggak jelas, bukan perintah partai," kata Megawati saat pidato kebangsaan di Mukernas Perindo di Inews Tower, Jakarta, Selasa (30/7).
Megawati menilai sistem pemilu proporsional terbuka hanya menguntungkan caleg dengan modal uang berlimpah. Sementara itu, caleg berkualitas dengan modal terbatas jadi sulit untuk melenggang ke Senayan.
"Nah, akibatnya juga kan, dengan susunan itu maka yang punya duit banyak biar nomor (urut caleg) katakan 6 atau 8 kalau ada duit. Ada ini, nah bisa menang," ujar Mega.
"Apa mau begitu terus, sehingga orang yang dari partai ini pengalaman saya yang mestinya nomor (urut caleg) 1 kita jadikan itu, enggak jadi," sambungnya.
Megawati berharap anggota legislatif yang menduduki kursi parlemen di masa depan tidak sekadar karena memiliki modal uang yang besar.
Ia ingin wakil rakyat di DPR adalah orang-orang dengan kapabilitas mumpuni untuk membahas sejumlah permasalahan masyarakat. Apalagi DPR memiliki peran krusial dalam membahas permasalahan yang penting dan harus diselesaikan untuk masyarakat.
"Jadi mbok dipikirkan gitu loh bukan hanya untuk jadi saja, harus punya kualitas. Bagaimana kita akan mengatakan hal-hal yang sangat urgen urusan republik ini kalau kualitasnya aja begitu ya buat saya loh," ujar dia.
DPP PDIP pernah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar sistem pemilu di Indonesia diubah menjadi proporsional tertutup.
Namun, gugatan melalui permohonan uji materi pasal dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 itu ditolak lewat putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022. Mahkamah mempertimbangkan implikasi dan implementasi penyelenggaraan pemilu tidak semata-mata disebabkan oleh pilihan sistem pemilu.
Hakim konstitusi Sadli Isra mengatakan dalam setiap sistem pemilu terdapat kekurangan yang dapat diperbaiki dan disempurnakan tanpa mengubah sistemnya.
(mab/tsa)