Di sisi lain, Pengamat politik Agung Baskoro memandang upaya pencabutan TAP MPR yang dilakukan beberapa waktu terakhir itu menjadi upaya rekonsiliasi yang timbul akibat Pilpres 2024 kemarin.
"Agar pasca-Pilpres [2024] semua kembali guyub, dengan dicabutnya TAP MPR soal Sukarno, Soeharto dan Gus Dur harapannya bisa merelaksasi relasi yang tegang tadi agar lebih cair," jelasnya.
"Karena bagi para pihak terkait, TAP MPR itu menyangkut kepingan sejarah yang belum tuntas dan dengan dicabutnya aturan ini menjadi oase politik yang menyegarkan," sambung Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agung mengatakan dengan adanya pencabutan TAP MPR itu, maka tidak ada lagi beban sejarah yang diwariskan dari era Presiden Joko Widodo kepada Prabowo Subianto yang akan dilantik pada 20 Oktober mendatang.
Kendati demikian, ia mendorong agar upaya rekonsiliasi itu tidak dilanjut dengan wacana amendemen UUD 1945 dari MPR. Menurutnya, isu amendemen kelima UUD 1945 masih memerlukan kajian yang komprehensif sehingga tidak menjadi bumerang di masa depan.
Agung menilai belum ada faktor mendesak untuk segera melakukan amendemen UUD 1945 di masa pemerintahan yang akan datang. Apalagi saat ini dunia juga sedang dilanda resesi ekonomi serta ketidakpastian situasi geopolitik global.
"Jangan sampai ini membuka kotak pandora yang kalau tak bijak disikapi malah bisa berujung pada gonjang-ganjing bagi stabilitas nasional secara keseluruhan," tuturnya.
"Soal amendemen ini sebaiknya ditunda dulu. Karena situasinya tak kondusif dan relevansinya belum mendesak. Bila dipaksakan malah beresiko menghadirkan blunder baru bagi pemerintahan baru," kata Agung.
Sebagai informasi, setelah amendemen keempat UUD 1945 pascareformasi 1998, MPR tak lagi menjadi lembaga tertinggi negara seperti sebelumnya. Kedudukan MPR yang sebelum reformasi adalah lembaga tertinggi pun direposisi sehingga lembaga berkedudukan setara dengan lembaga negara lainnya dalam UUD 1945 hasil perubahan.
Beberapa wewenang yang dipotong dari MPR adalah kewenangan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, penyusunan GBHN, serta TAP MPR yang diputuskan tak lagi jadi sumber hukum negara.