Kasus penganiayaan mahasiswa kedokteran koas, Muhammad Luthfi Hadhyan di Palembang, Sumatera Selatan, menyeret dugaan kejanggalan harta kekayaan pejabat negara.
Mahasiswa koas bernama M Luthfi itu dianiaya Fadilah alias Datuk (FD) yang bekerja untuk keluarga Dedy Mandarsyah.
Belakangan baru diketahui bahwa Dedy adalah Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Barat yang tercatat punya kekayaan hingga Rp9,4 miliar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Datuk menganiaya Luthfi saat menemani istri Dedy, Sri Meilina, yang mengajak Luthfi bertemu di sebuah tempat makan di Kota Palembang, Sumatera Selatan pekan lalu.
Dalam pertemuan itu, Sri disebut mempertanyakan jadwal jaga anaknya, Lady Aulia Pramesti, selaku dokter koas di RS Sri Fatmawati yang diatur Luthfi. Luthfi adalah kapten koas mahasiswa FK Unsri di rumah sakit pendidikan tersebut.
Polah Sri Meliana, Lady, hingga Datuk itu pun menyeret Dedy selaku pejabat negara. Netizen di media sosial mempertanyakan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan ayah dari Lady itu ke situs resmi KPK.
KPK pun turun tangan, dan bakal menjadwalkan pemanggilan sejumlah pihak untuk mendalami LHKPN Dedy Mandarsyah usai anaknya terlibat kasus dugaan penganiayaan. KPK menjadwalkan pemanggilan sejumlah pihak untuk mendalami LHKPN Dedy Mandarsyah dua pekan lagi.
"Kalau kita sudah memiliki data kuat untuk kemudian dilakukan konfirmasi dan klarifikasi, pasti pada akhirnya yang bersangkutan (Dedy Mandarsyah) akan kita panggil. Mudah-mudahan dalam dua minggu ke depan sudah mulai pemanggilan," ujar Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK Herda Helmijaya saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Minggu (15/12).
Herda mengungkap saat ini masih dilakukan pengumpulan bahan-bahan analisis termasuk anomali-anomali yang ada di LHKPN Dedy. Setelah ada kesimpulan, terang dia, baru bisa dibuat keputusan untuk diperdalam.
"Dalam konteks itu tentu kita akan melakukan klarifikasi-klarifikasi pada berbagai pihak terkait," ucap dia.
Ia menambahkan nama Dedy sempat disebut dalam kasus korupsi lewat Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kalimantan Timur, pada November 2023.
Fakta itu menguatkan KPK memeriksa harta kekayaan yang bersangkutan di tengah polemik kasus dugaan penganiayaan yang melibatkan anaknya.
"Saat KPK menangani kasus OTT BBPJN Kaltim akhir 2023, nama yang bersangkutan sebetulnya juga sudah disebut-sebut. Hal itu makin menguatkan untuk segera dilakukan pendalaman," kata Herda.
Dalam LHKPN yang dilaporkan ke KPK, Dedy tercatat memiliki kekayaan berjumlah Rp9,4 miliar. Data harta kekayaan itu disampaikan Dedi ke KPK pada 31 Desember 2023.
Dedy melaporkan kepemilikan aset tanah dan bangunan senilai Rp750 juta. Sebanyak tiga aset tanah dan bangunan itu semua berada di Jakarta Selatan.
Rincian aset Dedy di Jakarta Selatan itu adalah Tanah dan bangunan seluas 33,8 meter persegi seharga Rp200 juta atas hasil sendiri di Jakarta Selatan, tanah dan bangunan seluas 33,8 meter persegi seharta Rp200 juta atas hasil sendiri di Jakarta Selatan, serta tanah dan bangunan seluas 36 meter persegi di kota Jakarta Selatan atas hasil sendiri.
Dedy juga melaporkan kepemilikan mobil Honda CRV Tahun 2019 senilai Rp450 juta dengan keterangan sebagai hadiah.
Dedy tercatat memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp830 juta; surat berharga Rp670.700.000; kas dan setara kas Rp6.725.751.869 dan nihil utang.
"Total harta kekayaan Rp9.426.451.869," demikian dilansir dari laman elhkpn.kpk.go.id, Kamis (21/11).
LHKPN Dedy terdapat peningkatan harta sekitar sebesar sekitar Rp500 juta dari laporan satu tahun sebelumnya. Pada 30 Desember 2022, Dedy mempunyai harta kekayaan senilai Rp8.915.130.867.
Jika merujuk perbandingan di dokumen LHKPN, dinamisme kekayaan Dedy yang dilaporkan adalah pada item surat berharga sera kas dan setara kas.
Hingga berita ini ditulis Kementerian PUPR yang menjadi institusi asal Dedy belum memberikan pernyataan.
Sementara itu, terkait kasus pidana penganiayaan terhadap Luthfi, polisi menyebut korban sempat menerima intimidasi verbal terkait jadwal jaga dokter koas sebelum dianiaya.
Dirreskrimum Polda Sumatera Selatan Kombes Anwar Reksowidjojo mengatakan intimidasi verbal itu diterima korban dari Sri Meilina selaku ibu dari temannya yakni Lady Aulia Pramesti.
"Maksudnya mengintimidasi itu dengan cara berbicara menyampaikan, 'Mengapa kok anak saya dijadwalkan koas pada hari-hari libur tahun baru'," ujarnya dalam konferensi pers, Sabtu (14/12).
Setelah mendapatkan tekanan itu, Anwar menyebut itu korban berusaha menjelaskan bahwa sistem penjadwalan koas telah dilakukan sesuai dengan prosesdur.
Namun, dia menyebut jawaban dari korban mendapat respons negatif dari pelaku FD yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Atas perbuatannya menganiaya Luthfi, Anwar menyebut FD dijerat dengan Pasal 351 ayat 2 KUHP tentang penganiayaan hingga menyebabkan luka berat dengan ancaman pidana paling lama lima tahun penjara.
"Kita memiliki cukup alat bukti dan telah kita naikkan statusnya sebagai tersangka dan pada hari ini kita lakukan penahanan terhadap yang bersangkutan," ujarnya.
Selain itu, dia mengatakan penyidik Polda Sumsel juga akan meminta keterangan dari Lady Aulia Pramesti dan Sri Meilina terkait penganiayaan tersebut.
"Ke depannya para pihak yang ada di TKP baik itu Ibu SM, pacar korban, karyawan kafe, siapapun itu akan kita mintai keterangan sebagai saksi sesuai dengan bukti digital yang kami dapatkan," ujarnya.
Anwar mengatakan berdasarkan bukti digital yang ada, pihaknya tidak menemukan adanya aksi penganiayaan yang dilakukan oleh ibu Lady.
Kendati demikian, ia memastikan hal tersebut masih terus didalami penyidik. Termasuk soal kemungkinan adanya keterlibatan atau perintah terhadap pelaku FD.
"Dari CCTV tidak kelihatan ibunya melakukan tindakan fisik. Tapi kami masih akan mendalami terus, apakah memang ada keterkaitan ibunya dengan tindakan penganiayaan tersebut," jelasnya.