PKS Protes Sekolah Internasional Kena PPN 12 Persen
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS, Ledia Hanifa Amaliah merespons rencana sekolah Internasional yang akan dikenakan Pajak Penambahan Nilai (PPN) 12 persen mulai Januari 2025.
Ia mengatakan pada dasarnya prinsip pendidikan adalah nirlaba. Namun, kata dia ada ketidak konsistenan dalam penerapannya.
"Tapi memang di kita ini kadang tidak konsisten ketika bicara soal pendidikan itu nirlaba, di bawah yayasan, memang tidak ada pajak yang dibayarkan, padahal ternyata penyelenggaraannya sesungguhnya komersial," kata Ledia saat dikonfirmasi, Rabu (18/12).
Ia mengatakan jika sekolah internasional mau dikenakan pajak, seharusnya besaran pajak tidak 12 persen.
Meski sekolah internasional biasanya diperuntukkan bagi kalangan mampu, menurutnya besaran pajak tersebut tetap memberatkan.
"Kalau kita lihat sekolah Internasional, memang yang masuk ke sana pasti adalah orang-orang yang mampu, namun ketika ditetapkan pajaknya 12 persen, kita keberatan juga ya PPN ini dinaikkan, karena itu kan kebutuhan untuk pendidikan, maka kalau pun ada pajak yang harus dibayarkan, harusnya tidak sebesar itu," kata Ledia.
Ia menjelaskan yang dikategorikan sebagai komersial di dalam UU Ciptaker, adalah sekolah-sekolah yang dibentuk, dibangun di kawasan ekonomi khusus.
"Itu yang secara eksplisit disebutkan. Jadi, memang itu yang nanti harus dilihat detailnya, dicermati, apakah sekolah internasional termasuk dalam kategori tersebut," katanya.
Ledia pun menilai perlu pengaturan lebih rinci soal rencana sekolah internasional kena PPN 12 persen.
"Jangan sampai merembet ke semua hal yang berkaitan dengan pendidikan. Itu yang tidak boleh, jadi harus ada pengaturan yang jelas terkait dengan sekolah internasional ini, sekolah swasta, negeri, supaya nanti pengaturannya lebih tepat dan lebih bermanfaat buat semua," katanya.
Layanan sekolah internasional dan rumah sakit mewah bakal PPN 12 persen. Artinya, biaya jasa keduanya yang dibayarkan pengguna akan makin besar dibandingkan saat ini yang bebas dari pungutan.
Kenaikan PPN ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan PPN 12 persen mulai 2025 dikenakan hanya untuk barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat kelas atas.
"Desil paling kaya, desil 9-10 kita akan berlakukan pengenaan PPN-nya," kata Sri Mulyani saat konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi pada Senin (16/12).