Mudzakkir, Guru Besar hukum pidana dari UII, menilai vonis banding 20 tahun penjara terhadap Moeis belum klir.
Menurut Mudzakkir, hakim harus membuktikan bahwa kerugian negara itu memang sebesar Rp300 triliun seperti yang didakwa dan tuntut jaksa dalam memohonkan hukuman bagi terdakwa.
Dia menerangkan di dalam hukum pidana, kerugian lingkungan hidup tidak bisa dimasukkan atau disamakan dengan kerugian negara. Sebab, kerugian lingkungan hidup memiliki tindak pidananya sendiri alias tidak bisa dikualifikasi dalam tindak pidana korupsi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau itu tidak bisa berarti Rp271 triliun itu adalah tidak bisa domplengkan dalam pidana korupsi. Tapi dia harus masuk dalam ranah hukum lingkungan hidup," katanya.
Menurut Mudzakkir, hakim pengadilan tinggi harus memiliki argumen soal kerugian negara. Sebab merujuk putusan MK, kerugian keuangan negara harus benar-benar actual loss, bukan potential atau total loss.
Sementara itu, sambungnya, kerugian lingkungan hidup biasanya dihitung berdasarkan total loss atau potential loss.
"Kalau hakim pengadilan banding ini ternyata itu menutup mata, pokoknya Rp300 triliun, tanpa memberi argumen misalnya putusan MK, yang menyatakan bahwa kerugian negara itu harus actual loss. Bukan potential loss, dan bukan total loss," kata dia.
"Sementara lingkungan hidup [hukum lingkungan] itu selalu berpikirnya adalah menghitung berdasarkan total loss atau potensial loss. Ini sudah berbeda karena itu jelas bertentangan dengan UUD 45, kalau itu dijadikan pedoman," imbuh Mudzakkir.
Eks Ketua Mahkamah Konstitusi yang juga Menko Polhukam di pemerintahan sebelumnya, Mahfud MD mengpresiasi pihak-pihak setelah vonis terhadap Harvey Moeis dkk diperkuat di tingkat banding.
"Bravo, Kejaksaan berhasil membuat konstruksi banding kasus korupsi Timah yang fantastis. Pengadilan Tinggi bisa diyakinkan untuk menaikkan hukuman Harvey Moeis dari 6,5 thn menjadi 20 tahun dan uang pengganti dari Rp 210.000 M menjadi Rp 420.000 M. Kejaksaan profesional asal tak direcoki," tulisnya dalam utas di akun media sosial X miliknya, Jumat (14/3) siang.
Sementara, Mahkamah Agung (MA) tak mau angkat suara soal vonis baru terhadap Harvey. Juru Bicara MA Yanto menilai publik bisa menilai putusan tersebut.
"Hakim dilarang, baik itu [perkara] yang sedang berjalan atau tidak ya, masalah adil atau tidak ya biar masyarakat yang menilai gitu ya," kata Yanto di Kantor MA, Jakarta, Kamis (13/2).
(thr/kid)