ANALISIS

Apakah Vonis 20 Tahun Harvey Moeis Sudah Penuhi Rasa Keadilan?

CNN Indonesia
Jumat, 14 Feb 2025 14:26 WIB
Pengusaha Harvey Moeis menjadi terdakwa korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk 2015-2022. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Kamis (13/2) memperberat masa hukuman penjara bagi Harvey Moeis dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk 2015-2022.

Hukuman bagi Moeis diperberat majelis hakim banding PT DKI jadi 20 tahun penjara, dari vonis awal selama 6,5 tahun bui dari majelis hakim Tipikor Jakarta. Vonis awal di Pengadilan Tipikor itu sempat memantik kritik dari publik mengingat kerugian dalam kasus itu yang mencapai Rp300,003 triliun.

Presiden RI Prabowo Subianto bahkan tak mau ketinggalan, dan sampai mengeluarkan unek-uneknya secara tersirat di depan publik pada 30 Desember 2024. Dia menilai vonis ringan para terdakwa kasus korupsi menyakiti hati rakyat.

"Sudah jelas kerugian sekian ratus triliun [rupiah], vonisnya seperti itu, ini bisa menyakiti rasa keadilan," kata Prabowo dalam pidatonya di Musrenbangnas RPJMN 2025-2029, Jakarta, Senin (30/12).

Merespons vonis yang diperberat untuk Harvey Moeis, pakar hukum dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah mengatakan di dalam UU Tipikor, tuntutan maksimal memang bisa mencapai 20 tahun. Namun, dia yang karib disapa Castro menyebut tuntutan ganti rugi yang harus dibayar Moeis kepada negara mestinya bisa jauh lebih besar.

Dalam vonis Banding, Harvey diminta denda sebesar Rp1 miliar subsider delapan bulan kurungan ditambah uang pengganti Rp420 miliar subsider 10 tahun penjara.

"Tapi pidana denda sebenarnya bisa lebih tinggi dari itu. Apalagi nilai kerugian dalam perkara Harvey Moeis itu jauh lebih besar dibanding perkara yang lain," kata Castro, Jumat (14/2).

Dia tak menampik dengan pandangan bahwa vonis terhadap Harvey di Pengadilan Tipikor sejak awal tak lazim. Menurut Castro, sebaiknya harus ada penelusuran lebih jauh untuk menyelidiki vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta tersebut.

Dia mencurigai ada relasi kepentingan di balik vonis 6,5 tahun Harvey di awal. Terlebih, katanya, dengan nilai kerugian negara yang mencapai lebih dari Rp300 triliun.

"Bisa jadi ada relasi kepentingan tarik menarik dalam proses penetapan vonis yang bagi kita sangat janggal. Mana mungkin dengan nilai kerugian sebesar itu hanya divonis 6 tahun," kata dia.

"Maka penting fenomena-fenomena yang aneh semacam ini perlu ditelusuri lebih lanjut untuk digali, apakah ada indikasi permainan di dalamnya. Suap gratifikasi kan semuanya memungkinkan," imbuh Castro.

Mempertanyakan dasar vonis 20 tahun

Sementara, Guru Besar hukum pidana UII, Mudzakkir mempertanyakan dasar hukum Pengadilan Tinggi Jakarta memperberat vonis terhadap Moeis. Mudzakkir ragu apakah PT DKI Jakarta bisa membuktikan nilai kerugian persis dalam kasus tersebut.

Bukan hanya kerugian negara, namun di dalamnya juga termasuk kerugian akibat pencemaran lingkungan hidup.

"Atau dia adalah menghitung kerugian negara itu dari mana sesungguhnya. Sehingga pantas dihukum selama 20 tahun penjara. Naik itu alasannya apa?" Ucap Mudzakkir.

Dia menilai vonis yang diperberat jadi 20 tahun terhadap Moeis itu belum klir. Menurut Mudzakkir, hakim harus membuktikan bahwa kerugian negara itu memang sebesar Rp300 triliun.

Berlanjut ke halaman berikutnya...

Actual loss, potential loss atau total loss, dan hukum lingkungan


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :