Mahfud mengatakan, kongsi jahat di sektor perminyakan sudah ada sejak era Orde Baru. Praktek serupa kembali terulang karena situasi yang lebih 'kondusif' dan presiden semestinya bisa saja menginstruksikan untuk menyibak setiap dugaan perkara yang ada.
"Sehingga dengan demikian mari kita lihat ini, perkembangan Pertamax agar terus mudah-mudahan tidak ada yang menghambat lagi dari dalam, dibuka, dibongkar saja," ucapnya.
Sebelumnya, isu BBM oplosan mencuat seiring kasus dugaan korupsi pengadaan RON 92 (Pertamax) di Pertamina yang tengah diselidiki Kejaksaan Agung (Kejagung).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah pejabat Pertamina dan pihak swasta telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menyebut pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian untuk RON 92 (Pertamax).
"Padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan," katanya.
Kasus ini masih terus dikembangkan oleh Kejagung untuk mengungkap lebih lanjut dugaan korupsi di Pertamina. Total 9 orang telah ditetapkan jadi tersangka dengan tiga di antaranya dari pihak swasta dan 6 dari Pertamina.
Terbaru, Kejagung meminta agar masyarakat tidak mencemaskan kualitas BBM milik PT Pertamina buntut kasus korupsi tata kelola minyak yang sedang diusut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menegaskan dugaan korupsi yang diusut penyidik terjadi dalam kurun waktu 2018 sampai 2023.
Artinya, kata dia, BBM hasil korupsi itu sudah tidak lagi beredar di publik. Terlebih, Harli menyebut saat ini Pertamina juga sudah memastikan bahwa kualitas BBM yang beredar sudah sesuai spesifikasi.
"Masyarakat tidak perlu risau, tidak perlu cemas. Karena apa yang sudah disampaikan oleh pihak Pertamina bahwa yang beredar sekarang itu sudah sesuai spesifikasi," ujarnya kepada wartawan, dikutip Sabtu (1/3).
"Perlu kami tegaskan bahwa penyidikan ini dilakukan dalam kurun waktu 2018 sampai 2023. Artinya perbuatan ini sudah selesai," jelasnya.
Oleh karenanya, ia meyakini BBM yang dihasilkan selama periode itu sudah habis terjual dan tidak ada lagi yang beredar di masyarakat.
"Bahwa berbicara minyak itu barang habis pakai. Artinya minyak yang dua tahun itu tidak akan ada lagi saat sekarang," tuturnya.
(bac)