Terpisah, Guru Besar Hukum Islam UIN Jakarta Ahmad Tholabi menyebut hukum Islam di Indonesia mengalami perkembangan pesat pasca refromasi. Tholabi menilai perkembangan itu salah satunya terlihat dengan adanya surplus kuantitas hukum Islam.
"Hal ini tidak terlepas dari konfigurasi politik dimana dibukanya keran demokratisasi di Indonesia yang memungkinkan lahirnya partai politik baru," kata Tholabi kepada CNNIndonesia.com, Jumat (28/2)
Tholabi mengatakan sejak 1999 hingga 2023 lalu tercatat 17 UU di Indonesia yang dapat dikualifikasikan sebagai hukum Islam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Secara umum mengatur tata kelola pelaksanaan hukum Islam atau yang terkait dengan masyarakat muslim Indonesia," ujar dia.
Lebih lanjut, Tholabi menilai perkembangan hukum Islam di Indonesia tersebut tak terlepas dari sejumlah faktor.
Salah satunya, perubahan pandangan masyarakat terhadap hukum Islam menjadi moderat tak seperti kala era Orde Baru atau awal era Reformasi.
"Setidaknya, hal tersebut dapat dibaca dalam konfigurasi di parlemen dalam merespons legislasi yang beririsan dengan hukum Islam," ujar dia.
"Meski, dinamika di parlemen tentu selalu ada, tetapi potret dinamikanya tidak sekeras seperti saat orde baru atau di awal reformasi," sambungnya.
Tholabi menilai perubahan pandangan masyarakat terhadap hukum Islam itu juga tak terlepas dari maraknya kajian hukum Islam di perguruan tinggi.
Terlebih, kata dia, kajian itu dilakukan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Jadi, tidak ada lagi kecurigaan atas eksistensi hukum Islam. Keberadaan hukum Islam murni untuk mengatur masyarakat muslim dalam sektor tertentu seperti ekonomi syariah, haji, zakat, wakaf, peradilan agama, termasuk hukum keluarga," jelas dia.
Di sisi lain, Tholabi berharap keberadaan hukum Islam dapat semakin digunakan untuk membangun Indonesia.
Tak hanya itu, Tholabi menjelaskan terdapat 3 cara agar hukum Islam bersama dengan hukum adat, hukum barat, dapat bersanding dalam sistem hukum nasional.
Salah satunya, mengakui keberadaan masing-masing pilar hukum tanpa mempertentangkan pilar lainnya agar dapat berjalan berdampingan.
Kemudian, para pembentuk undang-undang harus memiliki kesadaran bersama terkait pentingnya koeksistensi hukum nasional.
"Melalui proses pembentukan, pengawasan, penafsiran, dan pelaksanaan sebuah norma peraturan perundang-undangan,"