Daftar Kritik dan Penolakan Masyarakat Sipil untuk RUU TNI

CNN Indonesia
Kamis, 20 Mar 2025 09:46 WIB
Daftar Isi
Jakarta, CNN Indonesia --

Perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 atau RUU TNI menuai kontroversi. RUU itu mendapatkan penolakan keras dari publik karena dianggap menghidupkan kembali wacana laten dwifungsi ABRI yang sudah dihapus setelah reformasi 1998.

Organisasi masyarakat sipil hingga akademisi ramai-ramai menolak revisi UU yang tengah dibahas di DPR, dan direncanakan disahkan jadi undang-undang dalam rapat paripurna pada Kamis (20/3) hari ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut rangkuman aspirasi dan kritik dari berbagai elemen masyarakat atas RUU TNI:

Alissa Wahid

Putri sulung almarhum Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Alissa Wahid meminta RUU TNI batal disahkan karena dinilai tak memiliki urgensi pembahasan.

Aspirasi itu disampaikan Alissa dalam konferensi pers Gerakan Nurani Bangsa, Selasa (18/3).

Alissa mengatakan dalam draf RUU TNI terlihat menjauhkan TNI dari semangat profesionalitas sebagai prajurit. Ia pun mempertanyakan iktikad DPR dan pemerintah sehingga RUU TNI ini harus mempercepat pengesahan RUU tersebut.

Alissa berkaca Indonesia punya pengalaman pengesahan UU Cipta Kerja (Ciptaker) dibahas secara terburu-buru dan minum partisipasi. Hasilnya, sambungnya, implementasi UU tersebut amburadul hingga saat ini.

"Jadi kalau kami tentu permintaannya dibatalkan, bukan ditunda," kata Alissa dalam keterangan pers di kanal YouTube Gusdurian Tv, Selasa.

Dwifungsi militer yang pernah diterapkan di masa Orde Baru (Orba) dihapuskan pascareformasi 1998, di era kepresidenan Gus Dur. Pada masa itu Gus Dur juga memisahkan tentara dan polisi yang semula bernaung dalam tubuh ABRI atau TNI.

UGM dan UII

UGM dan perwakilan UII menuntut pemerintah dan DPR membatalkan RUU TNI karena dianggap akan menghidupkan kembali dwifungsi prajurit seperti era Orde Baru.

Kritik dua kampus itu, pembahasan RUU TNI tidak transparan dan terkesan terburu-buru serta mengabaikan suara publik.

Mereka juga menggelar aksi di halaman depan Gedung Balairung, Selasa (18/3). Poster bertuliskan 'Tolak RUU TNI', 'Tolak Dwifungsi TNI' dan 'Kembalikan TNI ke Barak' menghiasi aksi.

Rektor UII Fathul Wahid merasa perlu melakukan penolakan terhadap RUU TNI. Ia menjelaskan RUU TNI berpotensi dapat menghidupkan kembali dwifungsi TNI.

Fathul mengatakan Indonesia memiliki sejarah kelam ketika dwifungsi ABRI masih berjalan di zaman Orde Baru. Baginya, sejarah kelam Indonesia tersebut jangan sampai terulang kembali.

Ia mengatakan potensi diterapkannya lagi dwifungsi TNI jika RUU TNI disahkan akan melemahkan supremasi sipil hingga potensi pelanggaran HAM.

Aliansi Jogja Memanggil

Massa aksi Aliansi Jogja Memanggil juga menggelar unjuk rasa mengajak menggagalkan RUU TNI.

Aliansi menyatakan RUU TNI tak cuma berpotensi melahirkan kembali dwifungsi ABRI, namun multifungsi militer selain merupakan upaya pengkhianatan terhadap reformasi.

Padahal, dwifungsi ABRI ini telah menorehkan catatan kelam dalam sejarah. Seperti jejak represif dan kejahatan HAM oleh mendiang Presiden ke-2 RI Soeharto.

Komnas HAM

Komnas HAM juga menolak RUU TNI. Salah satu yang paling disorot ialah Pasal 47 ayat 2 yang mengatur perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit aktif TNI.

Komnas HAM menilai pasal itu beresiko menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI.

Komnas HAM mencatat ada perubahan yang memungkinkan prajurit TNI aktif menduduki jabatan pada belasan lembaga sipil. Ia mengatakan presiden juga berpotensi menambah ruang penempatan prajurit TNI aktif di lembaga atau kementerian lainnya.

"Perubahan Pasal 47 ayat 2 berisiko menghidupkan kembali praktik dwifungsi TNI yang bertentangan dengan TAP MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang peran TNI dan peran Kepolisian Negara Republik Indonesia dan prinsip supremasi sipil dalam negara demokrasi," ujar Koordinator Sub-Komisi Pemajuan HAM Anis Hidayah dalam konferensi pers, Rabu (19/3).

Penjelasan Komisi I DPR RI

Sementara itu, anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP TB Hasanuddin menegaskan hasil revisi UU TNI sejatinya mencerminkan 2 poin kunci: celah praktik dwifungsi ABRI tetap tertutup rapat dan tak ada ekspansi militer di jabatan sipil.

Hal itu disampaikannya dalam keterangan merespons kekhawatiran publik atas kembalinya dwifungsi ABRI era Orba yang digaungkan dalam kritik atau protes terhadap RUU TNI.

"Celah praktik dwifungsi ABRI tetap tertutup rapat. Hal ini tercermin dari tidak ada perubahan sama sekali mengenai jati diri TNI sebagai tentara profesional yang tidak berpolitik, tidak berbisnis, dan tunduk pada kebijakan politik negara seperti yang termaktub dalam Pasal 2 butir d. Pun demikian, DPR dan pemerintah sepakat untuk mempertahankan Pasal 39 yang melarang prajurit aktif untuk menjadi anggota parpol, berpolitik praktis, berbisnis, dan mengikuti pemilu. Kemudian, Pasal 47 ayat 1 pun tetap tidak berubah, prajurit aktif TNI yang menduduki jabatan sipil tetap harus mengundurkan diri/pensiun," katanya dalam keterangan yang diterima awak media, Kamis.

"Bukan ekspansi militer di jabatan sipil namun limitasi. Penambahan 5 instansi negara yang dapat diduduki oleh prajurit aktif dalam pasal 42 ayat 2 sejatinya adalah bentuk limitasi (pembatasan) terhadap pos-pos yang dapat diisi oleh prajurit aktif. Lima institusi tambahan (pengelola perbatasan, penanggulangan Bencana, penanggulangan terorisme, keamanan laut, dan Kejaksaan Agung) mewakili institusi yang diperbolehkan peraturan perundang-undangan lain untuk merekrut prajurit aktif. Terlebih lagi, lima institusi tersebut memang memiliki bagian yang berkelindan dengan sektor pertahanan atau kemampuan teknis kemiliteran," imbuh Hasanuddin.

Selain itu, Hasanuddin menegaskan setelah pengesahan RUU TNI, maka para prajurit TNI aktif yang menjabat di lembaga/institusi di luar 15 yang diatur harus mundur atau pensiun.

"Dengan demikian, tidak ada penambahan jumlah Kementerian/lembaga yang dapat diisi prajurit aktif TNI dan tidak ada perubahan terhadap pasal-pasal yang selama ini melarang praktik dwifungsi TNI," kata Hasanuddin.

(mnf/kid)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER