Dalam aksi, massa Aliansi Jogja Memanggil menyerukan pembatalan RUU TNI yang baru saja disahkan menjadi undang-undang, Kamis (20/3).
Mereka membawa poster hingga spanduk dengan beragam tulisan bernada kritik untuk penguasa dan tentunya perlawanan terhadap UU TNI. Tulisan-tulisan mereka juga mengungkit sejumlah tragedi berdarah di masa lalu yang diduga melibatkan ABRI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hari ini kami menerima kabar tidak mengenakkan bahwa RUU TNI telah disahkan oleh dewan pengkhianat rakyat," kata salah satu orator.
"Tapi dengan aksi hari ini kami akan tetap berupaya membatalkan UU TNI, kami tempuh berbagai cara. Baik dengan cara konstitusional maupun inkonstitusional," pekiknya.
Selain menyoroti potensi lahirnya dwifungsi TNI dan berbagai dampak ikutan tindak represif, massa menyoroti substansi revisi undang-undang tersebut yang disepakati dan disahkan DPR.
DPR telah mengesahkan RUU TNI dalam rapat paripurna ke-15 masa sidang II 2024-2025.
RUU TNI memuat sejumlah pasal perubahan sejak dibahas DPR dua pekan lalu. Namun, ada tiga pasal yang disorot, yakni Pasal 7 terkait tugas dan fungsi baru TNI dalam operasi selain perang (OMSP).
Kedua, ada Pasal 47 terkait penempatan prajurit aktif di jabatan sipil. Lewat revisi tersebut, kini ada 14 instansi pemerintah yang bisa ditempati prajurit aktif dari semula 10 instansi sipil.
Ketiga, Pasal 53 terkait perpanjangan usia pensiun TNI. Perpanjangan masa usia pensiun dibagi menjadi tiga klaster antara tamtama dan bintara, perwira menengah, dan perwira tinggi.
Massa meyakini penambahan usia pensiun, masalah regenerasi prajurit di tubuh TNI lahir. Batasan usia pensiun yang ditambah membuat seorang prajurit lebih lama mengisi posisi tertentu dan ini berpotensi menambah panjang daftar perwira non-job atau tak mempunyai pekerjaan di institusi militer.
(kum/chri)