Massa aksi Kamisan Surabaya dan elemen masyarakat sipil lainnya tetap menggelar aksi Tolak RUU TNI meski aturan itu telah disahkan oleh DPR RI.
Mereka bahkan melakukan aksi itu di depan lokasi Apel Gelar Pasukan Ops Ketupat Semeru 2025 yang dihadiri Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Kamis (20/3).
"Aksi tetap kita gelar di depan Gedung Grahadi tuntutannya tetap, terkait penolakan atas revisi undang-undang TNI," kata Korlap Aksi Kamisan Surabaya Zaldi Maulana, Kamis (20/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Zaldi mengatakan ia baru mengatahui Apel Gelar Pasukan Ops Ketupat Semeru 2025 di pindah ke Grahadi, padahal sebelumnya apel itu rencananya digelar di Lapangan Makodam/V Brawijaya.
"Saya juga baru dapat kabar itu tapi aksi kita mulai," ucapnya.
Pantauan CNNIndonesia.com, awalnya massa aksi membentangkan spanduk yang berisi penolakan RUU TNI tepat di depan Gedung Grahadi. Mereka juga berorasi secara bergantian.
Kemudian, Kapolrestabes Surabaya Kombes Luthfie Sulistiawan menghampiri orator tersebut. Massa aksi lainnya langsung menghalau untuk melindungi temannya.
Luthfie kemudian meminta massa aksi untuk menghentikan aksinya, karena personel TNI, Polri, Dinas Perhubungan (Dishub), Satpol PP, BPBD hendak menggelar apel pengamanan mudik. Apel itu sendiri dipimpin Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Sementara itu, massa menyebut, aksinya tidak akan mengganggu jalannya apel di halaman Gedung Grahadi. Sebab, mereka hanya menyampaikan aspirasi di sekitar Jalan Gubernur Suryo.
"Silakan yang apel ya apel, kita titik orasinya di sini, bersuara di sini, kita tidak mengganggu juga, kita tidak mengganggu mudik. Jalan juga sudah ditutup, kita tidak akan mengganggu pak," kata salah satu massa.
Polisi dan massa aksi sempat saling bersitegang. Meski demikian, massa aksi memutuskan untuk mundur beberapa langkah. Namun, mereka tetap melakukan orasnya sampai apel pengaman mudik selesai.
Aksi unjuk rasa Aliansi Sulut Bergerak menolak revisi undang-undang (RUU) Nomor 34 tahun 2024 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) di kantor DPRD Sulawesi Utara berlangsung ricuh. Tiga orang mahasiswa ditangkap polisi.
Unjuk rasa tersebut, mahasiswa menyuarakan penolakan atas RUU TNI yang telah ditetapkan DPR RI menjadi undang-undang. Namun, pada saat demo di kantor DPRD Sulut, massa emosi dan berusaha masuk ke dalam ruangan akibat tidak ada perwakilan DPRD yang menemui massa aksi.
"Bentrok karena tidak ada perwakilan DPRD yang menghadap masa aksi," kata Direktur LBH Manado, Satriano Pangkey kepada CNNIndonesia.com, Kamis (20/3).
Pada video yang beredar di media sosial, mahasiswa berusaha masuk ke dalam kantor DPRD Sulut setelah menyampaikan aspirasinya secara bergantian. Namun, tak kunjung ditemui perwakilan anggota dewan, mahasiswa pun merangsek masuk. Tapi, aksi mahasiswa itu dihalangi anggota kepolisian, sehingga mereka terlibat saling dorong.
Akibat kericuhan tersebut, kata Satriano ketiga orang mahasiswa dilaporkan diamankan polisi.
"Yang ditangkap 3 orang," sebutnya.
Satriano menerangkan, setelah mendapatkan informasi tiga mahasiswa yang demo penolakan RUU TNI diamankan polisi akibat terlibat kericuhan di kantor DPRD Sulut, LBH Manado langsung memberikan pendampingan hukum.
"Iya kita buat pendampingan, sekarang ketiganya sudah dibebaskan," katanya.