Mahkamah Agung (MA) mengabulkan upaya hukum luar biasa atau peninjauan kembali (PK) yang diajukan terpidana kasus korupsi KTP elektronik (e-KTP) sekaligus mantan Ketua DPR 2016-2017, Setya Novanto alias Setnov.
Lewat amar putusan itu, MA mengurangi 2,5 tahun masa hukuman kurungan Setnov dari semula 15 tahun menjadi 12,5 tahun.
Perkara nomor: 32 PK/Pid.Sus/2020 itu diperiksa dan diadili oleh ketua majelis Surya Jaya dengan hakim anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono, dengan Panitera Pengganti Wendy Pratama Putra. Putusan dibacakan pada Rabu, 4 Juni 2025.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
MA membutuhkan waktu 1.956 hari untuk memutus perkara tersebut sejak didaftarkan pada 6 Januari 2020.
"Amar putusan: KABUL," demikian dilansir dari laman Kepaniteraan MA, Rabu (2/7).
Menurut MA, Setnov terbukti melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
"Pidana penjara selama 12 tahun dan 6 (enam) bulan dan pidana denda Rp500.000.000,00 subsidair 6 (enam) bulan kurungan," kata hakim MA dalam putusannya.
Setnov juga dihukum membayar uang pengganti sejumlah US$7.300.000 dikompensasi sebesar Rp5 miliar yang telah dititipkan oleh terpidana kepada penyidik KPK.
"Sisa UP (uang pengganti) Rp49.052.289.803,00 subsidair 2 tahun penjara".
Selain masa kurungan, MA juga menyunat masa larangan bagi terpidana untuk menduduki jabatan politik dari semula 5 tahun menjadi hanya 2,5 tahun. Larangan itu terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan.
Ada tambahan pasal yang digunakan hakim MA dalam vonis PK terhadap Setnov. Hakim MA menambahkan pasal 18 UU Tipikor yang sebelumnya tak digunakan hakim pada vonis awal pada 2018. Pasal itu mengatur soal pemufakatan bersama antara penyelenggara negara seperti misalnya dengan swasta.
Pada vonis awal 2018, Setnov yang merupakan politikus Partai Golkar dijatuhi hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.