Pemerintah Bakal Perketat Aturan Pendakian, Termasuk SOP Pemandu
Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan menyatakan akan memperketat standar operasional pendakian gunung buntut kasus pendaki asal Brasil Juliana Marins yang tewas di Gunung Rinjani, NTB, pada 21 Juni lalu.
Budi mengatakan pemerintah akan melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap standar operasional prosedur (SOP) pendakian, mulai dari keamanan, mitigasi, hingga kompetensi pemandu. Dia mengaku tak ingin kasus serupa kembali terulang.
"SOP-nya harus kita perketat. Standar keamanannya harus kita perketat. Yang kedua, tingkat kesiapan kalau ada kejadian. Harus siap. Termasuk para pemandu harus ada standarnya. Jangan seperti yang ini, pemandu juga enggak jelas," kata Budi dalam di kompleks parlemen, Senin (7/7).
Budi turut menanggapi rencana gugatan internasional yang akan dilayangkan sejumlah pihak dalam kasus tersebut. Dia mengaku telah mendengar rencana gugatan itu.
Namun, kata dia, gugatan itu bukan dilayangkan secara resmi oleh pemerintah Brazil, melainkan para pihak luar, termasuk di antaranya oleh pengacara keluarga.
"Gugatan diajukan dari pihak keluarga, yang kedua melalui semacam badan NGO di sana, bukan resmi dari pemerintah," kata Budi.
Budi mengatakan kasus tewasnya Juliana Marins bukan sepenuhnya salah pemerintah. Dia mendengar, selain karena tak sanggup untuk melanjutkan pendakian, Juliana juga ditinggal oleh teman-temannya.
"Tapi oleh teman-temannya ditinggal, disuruh tunggu sendiri. Yang lain lanjut, setelah itu jatuh kedalaman 600 meter. Ini fakta kejadian seperti itu," kata dia.
Budi memastikan pemerintah terus menjaga hubungan baik dengan pemerintah Brazil dalam kasus Juliana Marins. Pembicaraan, kata dia, bahkan juga dilakukan Presiden Prabowo Subianto.
"Tapi percayalah pemerintah Brazil dan kita Bapak Presiden di sana sudah bicara masalah ini. Kita menjaga hubungan baik. Kita menjaga karena semua sudah dilakukan dengan baik," katanya.
Marins tewas usai terjatuh saat mendaki Gunung Rinjani pada 21 Juni sekitar pukul 06.30 WITA. Tim SAR gabungan baru menemukan korban pada 23 Juni pukul 07.05 WITA, atau dua hari setelah insiden.
Lalu pada 24 Juni, tim berhasil menjangkau korban yang berada di kedalaman 600 meter. Namun, jenazah Marins baru berhasil dievakuasi pada 25 Juni dengan cara diangkat dari kedalaman 600 meter.
Namun, pengacara keluarga Juliana Marins belakangan mengancam akan menuntut pihak-pihak terkait Indonesia ke jalur hukum jika hasil autopsi ulang jenazah pendaki itu di Brasil keluar dan menyimpulkan ada kelalaian penanganan jenazah.
Mereka tak puas dengan dokter Indonesia yang membeberkan hasil autopsi dan curiga ada kelalaian dari tim penyelamat hingga menyebabkan perempuan 26 tahun itu meninggal dunia usai terjebak empat hari di Gunung Rinjani.
"Sertifikat kematian yang dikeluarkan Kedutaan Besar Brasil di Jakarta berdasarkan autopsi yang dilakukan pihak berwenang Indonesia, tetapi tak memberi informasi konklusif soal waktu kematian yang tepat," demikian catatan dari Kantor Pembela Umum (DPU), dikutip media lokal Brasil, O Globo.
(thr/gil)