4 Anak Dirantai & Disiksa Guru Agama di Boyolali, Ini Fakta-faktanya

CNN Indonesia
Selasa, 15 Jul 2025 17:47 WIB
Ilustrasi. Empat anak di Boyolali Jateng disiksa dan dirantai. (iStock/AlexLinch)
Jakarta, CNN Indonesia --

Empat bocah menjadi korban kekerasan oleh seorang warga yang dikenal sebagai guru agama di Boyolali inisial SP (65). Keempat bocah yang berusia antara 6-14 tahun itu dirantai dan juga disiksa selama tinggal di rumah SP di Dukuh Mojo RT 13/5 Mojo, Boyolali, Jawa Tengah (Jateng).

Keempat bocah nahas itu akhirnya berhasil dilepaskan setelah diketahui oleh warga sekitar. Sedangkan SP sudah ditetapkan sebagai tersangka. Berikut fakta-faktanya.

Bermula dari curi kotak amal

Kasus penyiksaan terhadap keempat bocah itu terungkap dari kejadian pencurian kotak amal di salah satu masjid di Andong, Boyolali. Kepala Desa Mojo, Bagus Muhammad Muksin, menjelaskan awalnya salah seorang bocah inisial MAF (11) hendak mengambil kotak amal pada Sabtu (12/7) malam.

Aksi itu diketahui warga yang selanjutnya menanyakan mengenai sosok bocah tersebut.

"Setelah mengambil kotak amal, dia bingung membukanya bagaimana, karena masih anak-anak. Dia mondar-mandir sehingga warga curiga. Ini anak kok mondar-mandir pakai sarung gitu. Terus dibuntuti warga, anak itu berusaha bongkar kotak amal, lalu ditanya warga. Ambil kotak amal dari mana," terang dia mengutip detikcom, Senin (14/7).

"Ditanya warga katanya mau beli makan buat adiknya, karena sudah satu bulan tidak makan nasi. Terus ditanya rumahnya mana, pondoknya mana? Di Mojo," sambungnya.

Selanjutnya warga menuju ke rumah bocah tersebut dan diketahui bahwa ada tiga bocah lainnya yakni inisial VMR (6) adik kandung dari MAF, keduanya dari Kabupaten Batang. Kemudian ada kakak-adik kandung inisial SAW (14) dan IAR (11) dari Suruh, Kabupaten Semarang dalam kondisi dirantai.

Korban dipukuli dan diancam

Muksin pun mengorek keterangan dari keempat bocah tersebut. Awalnya mereka tidak mau cerita karena takut diancam pemilik rumah, tempat dia mondok.

"Mereka (anak-anak) saya tanya-tanya, mereka nggak mau ngaku karena diancam sama si pelaku. Terus saya bilang, kalau kamu diancam nanti yang tanggung jawab saya, kamu ikut saya semua empat-empatnya," ungkap Muksin.

Pihaknya juga sempat meminta bidan desa untuk mengecek kondisi kesehatan 4 anak tersebut dan ditemukan banyak luka memar di tubuhnya. Mereka mengaku sering dipukuli.

"Lho kamu dipukuli? Iya pak, saya dipukuli. Kalau mukul pakai apa? Kalau enggak pakai kayu pakai besi. Kesalahan kamu apa? Ini adik saya gara-gara kelaparan, mengambil nasi ke dalam rumah, terus dihukum ini pak," ungkapnya.

Dititipkan untuk belajar mengaji

Keempat bocah di rumah SP disebut sengaja dititipkan untuk belajar mengaji. Tetapi, pada kenyataannya mereka justru disiksa dan dibiarkan kelaparan.

"Iya. Jadi izinnya (SP) mengambil anak-anak itu biar mondok ke tempat saya (SP)," kata Muksin.

Padahal, lanjut dia, di rumah tersebut juga tidak ada yayasan. Tetapi hanya rumah biasa. Di rumah itu, SP bersama istrinya, tetapi istrinya juga takut dengan suaminya tersebut. Sedangkan anak-anaknya sudah besar semua.

Kapolres Boyolali, AKBP Rosyid Hartanto, mengungkapkan dari hasil pemeriksaan saksi-saksi, orang tua anak-anak tersebut menitipkan ke SP untuk mengaji.

"Alasan dari orang tuanya menitipkan ke Pak S yang ada di Andong ini karena pertimbangannya anak tersebut diberi pendidikan dan pengajaran untuk mengaji. Serta diberikan pendidikan secara informal karena Pak S ini sebelumnya memang sudah dikenal sebagai salah satu tokoh yang cukup religius di wilayah itu," kata Rosyid kepada wartawan.

Pelaku dikenal tertutup

Muksin juga mengatakan, jika selama ini SP dikenal sebagai sosok yang tertutup. SP jarang bersosialisasi atau pun mengikuti kegiatan kemasyarakatan.

"Kerukunan tetangga enggak mau, apa-apa enggak mau, kegiatan masyarakat enggak mau (ikut)," ungkap Muksin.

Menurut Muksin, SP saat di rumah jarang keluar rumah. Jika pergi kemudian pulang dan tak pernah bergaul dengan para tetangganya. Rapat RT hingga kegiatan gotong royong di lingkungannya juga tidak pernah ikut.

"Nggak pernah (ikut kegiatan warga di lingkungannya)," jelasnya.

Korban didampingi

Usai kejadian ini, para korban selanjutnya mendapatkan pendampingan psikologis. Ini sebagai upaya untuk mengembalikan psikologi anak-anak korban kekerasan.

"Anak-anak yang mendapatkan perlakuan (kekerasan) pasti ada trauma psikologis ya. Baik kondisinya ringan atau berat itu itu nanti kita tindak lanjuti karena secara detail kami belum melakukan pendampingan psikologis," kata penyuluh sosial Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A), Hastuti, dalam keterangan pers kepada para wartawan di Mapolres Boyolali, Senin (14/7).

Hastuti menyampaikan, DP2KBP3A Boyolali memberikan pendampingan psikologis kepada empat bocah tersebut. Agar anak-anak tersebut dapat normal kembali tidak mengalami trauma.

"Pada prinsipnya dinas kami adalah terkait dengan pendampingan psikologis. Jadi kami siap melakukan pendampingan psikologis agar anak tersebut bisa normal kembali, bisa meniti masa depannya kembali," tegasnya.

Tempat penampungan anak yatim-piatu

Sementara Kasat Reskrim Polres Boyolali AKP Joko Purwadi mengatakan tempat tinggal SP merupakan tempat penampungan bagi anak yatim piatu.

Tempat tersebut, lanjut dia, tidak memiliki izin resmi dan luput dari pengawasan masyarakat. Dari lokasi kejadian, kata dia, polisi mengamankan barang bukti seperti rantai, kunci gembok, serta besi antena.

Secara keseluruhan, menurut dia, terdapat empat anak yang menjadi korban, yakni VMR, MAF, IR, dan SAW yang berasal dari wilayah Batang dan Semarang.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak atau Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.

Baca berita lengkapnya di sini...

(tim/dal)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK