Polemik Sound Horeg: Hiburan Rakyat, Keresahan Sosial, dan Fatwa Haram

CNN Indonesia
Kamis, 17 Jul 2025 10:12 WIB
Ilustrasi. Karnaval Sound Horeg yang diiringi perangkat audio berkapasitas besar di Desa Urek-urek Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu (12/7/2025). (ANTARA FOTO /Irfan Sumanjaya)
Surabaya, CNN Indonesia --

Fenomena sistem suara super menggelegar alias sound horeg merebak di sejumlah daerah di Jawa Timur (Jatim) dalam beberapa tahun terakhir.

Popularitas sebuah sistem audio rakitan dengan dentuman suara keras hingga menimbulkan getaran itu meroket. Sound horeg biasanya muncul di berbagai acara rakyat, seperti pawai desa, pesta warga, hingga battle sound.

Keresahan sosial

Namun, di balik popularitasnya, sound horeg juga memantik polemik di tengah masyarakat hingga akhirnya berujung pada fatwa haram dengan syarat tertentu dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur.

Sebagai catatan, seiring popularitasnnya, ternyata keresahan sosial terhadap sound horeg bukan lah hal baru.

Salah satunya seperti yang diungkap Politikus PDIP yang juga mantan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) dengan menyebut sound horeg menjadi salah satu keluhan utama para Gen Z di Jatim, selain isu ketersediaan lapangan kerja.

"Yang banyak dikeluhkan Gen Z itu tentang pekerjaan. Hampir sebagian besar pekerjaan. Dan ada lagi sound horeg," kata Risma dalam sebuah acara diskusi di Surabaya. 29 Oktober 2024 lalu.

Bukan cuma eks Menteri Sosial itu saja, publik--terutma di Jatim--juga menganggap fenomena ini telah menimbulkan berbagai dampak sosial seperti gangguan ketertiban umum, gangguan aktivitas warga, hingga potensi pelanggaran norma.

Di Pasuruan, bahkan sempat terjadi 'battle sound horeg' di tengah laut, dalam perayaan Lebaran Ketupat, Mei 2025 lalu. Aipda Junaidi selaku Kasi Humas Polres Pasuruan Kota kala itu mengatakan battle sound horeg di lautan itu dilakukan tanpa izin dan berpotensi merusak ekosistem laut.

Lebih lanjut, pihaknya meminta agar dinas lingkungan hidup dan perikanan melakukan kajian terhadap potensi kerusakan lingkungan, karena suara sound horeg bisa mencapai 135 desibel, jauh melebihi ambang aman untuk manusia maupun satwa laut berdasarkan standar WHO dan NOAA.

Munculnya fatwa haram

Titik balik kontroversi ini datang dari Pondok Pesantren Besuk, Pasuruan yang melalui forum Bahtsul Masail Forum Satu Muharram resmi mengeluarkan fatwa haram terhadap penggunaan sound horeg.

KH Muhibbul Aman Aly, pengasuh pesantren sekaligus bagian dari Syuriah PBNU, menyatakan fatwa tersebut dikeluarkan pihaknya tidak hanya karena faktor kebisingannya, tetapi juga sound horeg kerap dikaitkan dengan syiar fussaq (simbol kefasikan), percampuran antara pria dan wanita, dan potensi maksiat lain.

Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim, KH Ma'ruf Khozin mengatakan fatwa yang dikeluarkan Ponpes Besuk sah secara fikih.

"Jadi, secara fikih, secara keputusan fikih sudah tepat, itu sudah mempertimbangkan banyak aspek, sudah benar," kata Ma'ruf.
Ma'ruf juga menyebut realita penggunaan sound horeg sering kali melibatkan musik elektronik keras yang lewat di depan rumah orang sakit, pesantren, atau masjid.

"Ini memang hanya beberapa orang yang merasa senang, tetapi yang dirugikan jauh lebih besar," tegasnya.

Anggota DPR dari daerah pemilihan (dapil) Jatim II (Kab/Kota Pasuruan, Kab/Kota Probolinggo), Mufti Anam, menyatakan dukungannya terhadap fatwa dari ponpes itu.

Pria berlatar belakang dokter itu menyoroti dampak kesehatan dari penggunaan sound horeg. Dia menyinggung pedoman Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahwa polusi suara dapat mengancam kesehatan.

Selain itu, menurut Mufti, penggunaan sound horeg juga dapat mengganggu aspek sosial, khususnya ketertiban. Menurutnya, kegiatan hiburan sound horeg juga dapat memicu konflik horizontal di masyarakat.

"Saya mendukung sikap sejumlah pondok pesantren di Jawa Timur yang mengharamkan penggunaan sound horeg, karena hal ini bukan hanya menyangkut persoalan agama, tetapi juga menyentuh aspek sosial, budaya, dan kesehatan masyarakat secara luas," kata politikus PDIP itu kepada wartawan, Jumat (4/5).

Menanggapi makin luasnya keresahan publik, MUI Jatim akhirnya juga resmi mengeluarkan fatwa haram dengan catatan terhadap sound horeg. Sekretaris Komisi Fatwa MUI Jatim, Sholihin Hasan, fatwa itu didasari kajian atas aduan masyarakat, dialog dengan para pelaku usaha, hingga masukan dari dokter THT.

"Penggunaan sound horeg dengan intensitas suara melebihi batas wajar sehingga dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan, dan atau merusak fasilitas umum atau barang milik orang lain, memutar musik diiringi joget pria wanita dengan membuka aurat dan kemunkaran lain, baik dilokalisir pada tempat tertentu maupun dibawa berkeliling pemukiman warga hukumnya haram," kata Sholihin, Senin. (14/7).

MUI juga menilai penggunaan sound horeg dengan volume ekstrem dapat menimbulkan mudarat, termasuk kerusakan fasilitas umum, gangguan pendengaran, hingga potensi tabdzir (pemborosan) dan idha'atul mal (menyia-nyiakan harta).

Namun, MUI Jatim tetap membuka ruang toleransi bila soundsystem itu digunakan dalam acara pernikahan, pengajian atau selawatan, dengan catatan dilakukan secara wajar dan tidak melanggar syariat.

Fatwa ini juga disertai rekomendasi regulasi kepada pemerintah daerah untuk mengatur perizinan, standar suara dan sanksi. MUI pun meminta Kementerian Hukum dan HAM tak memberikan hak kekayaan intelektual (HAKI) atas teknologi sound horeg tanpa regulasi.

Baca halaman selanjutnya.

Respons pemda hingga pegiat sound horeg atas fatwa haram MUI


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :