Pegiat pelestarian cagar budaya di Bandung, Jawa Barat, membuat petisi atas Peraturan Daerah (Perda) terbaru di Kota Bandung soal Cagar Budaya.
Mereka khawatir pengesahan Perda 6/2025 yang menggantikan Perda 7/2018 bakal berbuah upaya penghapusan 1.770 bangunan cagar budaya. Rinciannya 255 bangunan golongan A, 454 bangunan golongan B, 1.061 bangunan golongan C, 70 situs cagar budaya, 26 struktur cagar budaya dan 24 kawasan cagar budaya.
Jejaring dan Humas Bandung Heritage Society, Tubagus Adhi, mengatakan sejak awal, para pegiat sudah mendapatkan isu bakal ada perubahan Perda mengenai cagar budaya.
"Mereka bilang ini (penghapusan cagar budaya di Perda baru) enggak ada kajiannya. Padahal, kami dari tahun 1989 sudah melakukan kajian ini. Harusnya kajian kita yang dulu dilengkapi sama kajian yang sekarang, bukan kajiannya dihapus. Ini kan aneh. Jadi jangan berpikir Bandung mau kayak Paris atau Singapura, kalau cagar budaya satu kotanya aja kalau enggak dijaga ya gimana," katanya Senin (28/7) seperti dikutip dari detikJabar, Selasa (29/7).
Petisi daring bertajuk 'Hilangnya kearifan lokal di bidang Cagar Budaya Kota Bandung' dibuat secara daring di platform Change.org pada 18 Juli lalu.
Adhi mengatakan berdasarkan kajian para pegiat, 1.770 bangunan yang sudah ditetapkan menjadi cagar budaya di Kota Bandung malah diturunkan statusnya menjadi objek diduga cagar budaya (ODCB). Upaya ini pun dikhawatirkan bakal memunculkan motif pengrusakan bahkan pembongkaran bangunan cagar budaya secara besar-besaran.
"Kalau perencanaannya enggak arif dan bijaksana, kekhawatiran kami ada perusakan secara masif. Jangan sampai si perda baru ini jadi pelanggar yang sangat masif dalam penghancuran cagar budaya, kita enggak mau itu karena bisa menghilangkan identitas kota," kata Adhi.
Menurut pihaknya, Bandung berbeda dengan wilayah lain seperti Jakarta atau Malang yang punya kawasan khusus cagar budaya berlabel Kota Lama.
Dia mengatakan banyak bangunan yang tersebar di Bandung berkategori cagar budaya peninggalan masa kolonial Belanda.
Bahkan, ada kekhawatiran yang lebih besar dari para pegiat. Mereka menduga nantinya bangunan legendaris di Kota Bandung seperti Gedung Merdeka, Gedung Pakuan, Pendopo Kota Bandung, Gedung Balai Kota Bandung, hingga Villa Isola di kawasan kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) hilang status cagar budayanya.
Adhi mengatakan saat ini para pegiat sedang berupaya untuk menjalin komunikasi dengan Komisi A dan Komisi C DPRD Kota Bandung. Para pegiat menginginkan Perda Nomor 6 Tahun 2025 itu ditinjau ulang dan perencanaannya melibat seluruh pihak untuk membahas soal cagar budaya.
"Kita pengen perda ini ditinjau ulang, dan kami bisa dilibatkan. Kalau kita mau memperbaikinya, hayuk supaya peluang untuk mempertahankan cagar budaya ini bisa lebih besar," katanya.
Hingga berita ini ditulis belum ada pernyataan dari Pemkot Bandung, terutama Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung, dan DPRD Bandung terkait kekhawatiran para pegiat atas perda cagar budaya tersebut.
Persoalan dalam Perda 6/2025 yang digugat para aktivis lewat petisi itu adalah sebagai berikut:
Masalahnya
Diberlakukannya Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 6 Tahun 2025 tentang Pengelolaan dan Pelestarian Cagar Budaya yang menggantikan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 7 tahun 2018 tentang Pengelolaan Cagar Budaya, telah menyebabkan:
1. Hilangnya kearifan lokal di bidang Cagar Budaya di kota Bandung, seperti dihapusnya Penggolongan Bangunan Cagar Budaya, ketentuan pelestarian tiap golongan Bangunan Cagar Budaya, dan pemberian insenstif bagi pemilik CB.
2. Dihilangkannya Daftar Cagar Budaya yg sebelumnya merupakan Lampiran Perda No. 7 Tahun 2018 (Terdiri dari 1770 Bangunan Cagar Budaya terdiri dari: 255 Bangunan Golongan A; 454 buah Bangunan Golongan B; dan 1061 buah Bangunan Golongan C 70 buah Situs Cagar Budaya; 26 Struktur Cagar Budaya; dan 24 Kawasan Cagar Budaya)
3. Turunnya status Cagar Budaya di kota Bandung menjadi ODCB (Obyek Diduga Cagar Budaya) yang memerlukan waktu, biaya dan usaha untuk menetapkannya kembali.
Baca berita lengkapnya di sini.
(kid/kid/wis)