Sejumlah fraksi di DPR angkat suara terkait usul pemilihan kepala daerah (Pilkada) digelar secara tidak langsung atau melalui DPRD.
Usulan itu sebelumnya dilontarkan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin di harlah ke-27 partainya di Jakarta, Rabu (13/7) lalu. Di depan Presiden Prabowo Subianto, Cak Imin beralasan pilkada langsung selama ini tidak efisien.
"Kami juga telah menyampaikan kepada Bapak Presiden langsung, saatnya, pemilihan kepala daerah, dilakukan evaluasi total manfaat dan mudarat-nya," kata Cak Imin.
"Kalau tidak ditunjuk pusat, maksimal pilkada dipilih DPRD di seluruh Tanah Air," imbuhnya.
Hingga saat ini, belum ada sikap resmi fraksi-fraksi di DPR terkait usulan PKB. Mayoritas fraksi mengaku masih mengkajinya dan tak mau terburu-buru. Meski begitu, sebagian memberikan sinyal optimisme.
Sikap resmi fraksi di DPR nantinya akan disampaikan lewat RUU Politik Omnibus Law yang hingga kini telah disetujui skema penyusunannya. Meski begitu, RUU Politik diprediksi baru akan dimulai tahun depan.
"Tentu saja semua partai harus berkumpul dan berunding, untuk mendiskusikan hal tersebut dan harus dibahas sesuai mekanismenya," kata Ketua DPR, Puan Maharani.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Komaruddin Watubun bereaksi keras soal usul PKB agar pilkada dipilih lewat pusat atau DPRD. Komar mengaku tak mempermasalahkan usulan tersebut sebagai bagian dari demokrasi.
Namun, dia mengatakan bahwa partainya sejak lama memiliki sikap yang sama. Komar berkata reformasi 1998 pada prinsipnya untuk mengubah sistem demokrasi di Indonesia dan mestinya hal itu tak lagi diutak-atik.
"Kalau kita mengubah konstitusi untuk pemilihan langsung ya, dia harus dilaksanakan terus, jangan maju-maju mundur. Kapan Indonesia mau maju kalau begitu caranya?" kata Komar di Kompleks Parlemen, Kamis (24/7).
Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai NasDem, Rifqinizami Karsayuda menyebut usulan itu akan menjadi opsi dalam pembahasan RUU Politik Omnibus Law. Namun, dia menilai opsi pilkada lewat DPRD relatif bisa diterima konstitusi.
Rifqi merujuk pada bunyi klausul Pasal 22E UUD 1945 yang menyebut pemilihan langsung digelar lima tahun sekali. Namun, menurut dia, di dalamnya tak mencakup pilkada.
"Karena itu kalau ada usul, gagasan untuk kemudian pemilihan gubernur, bupati, wali kota dilakukan tidak secara langsung atau tidak melalui pemilu, itu sesuatu yang masih dalam koridor konstitusi," katanya.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PAN, Eko Patrio mengaku partainya belum menentukan sikap atas usulan tersebut.
Eko berkata, PAN saat ini masih melakukan penjaringan aspirasi dari seluruh pengurus PAN di daerah. Hasil penjaringan itu akan menjadi bahan pertimbangan DPP PAN sebelum mengambil sikap.
"Kami banyak opsi-opsi, tetapi nanti opsinya masih ini [dibahas]. Salah satunya kami masih elaborasi hasil dari Jatim bagaimana, Jabar bagaimana. Belum bisa kami bocorkan," kata Eko di sela menghadiri rapat perdana pengurus DPW PAN Jawa Timur di Surabaya, Jumat (26/7).
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad mengatakan fraksinya belum mengambil sikap alias masih melakukan pengkajian atas usulan Cak Imin.
Dia bilang fraksi-fraksi di DPR masih mengkaji dan melakukan simulasi terhadap sejumlah usulan dan keputusan model pelaksanaan pemilu, termasuk soal pilkada.
Dasco mengatakan partai-partai belum menyatakan keputusan apapun secara resmi. Menurut dia, semua sikap fraksi akan diputuskan secara bersama pada waktunya.
"Saat ini simulasi-simulasi tentang pemilu maupun pilkada sudah dilakukan oleh masing-masing partai," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senin (28/7).
Meski begitu, Presiden Prabowo Subianto sempat mengungkap keinginannya untuk mengevaluasi sistem pilkada. Prabowo ingin agar gubernur bisa dipilih DPRD supaya lebih efisien.
"Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien. Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih, ya sudah DPRD itu lah yang milih gubernur, yang milih bupati," kata Prabowo kala itu di hadapan para kader Golkar dan undangan di acara Golkar, 12 Desember 2024.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Golkar, Ahmad Irawan mendukung usul pilkada bisa dilakukan lewat DPRD.
Irawan mendorong usulan tersebut bisa direalisasikan lewat Pembahasan revisi UU Paket Pemilu atau RUU Omnibus Law Politik maupun undang-undang lain yang terkait.
Menurut dia, usulan itu jauh hari sebelumnya sempat disinggung dan didorong ketua umumnya, Golkar Lahadalia. Bahkan, di tempat yang sama saat Cak Imin menyampaikan usulan itu, Presiden Prabowo juga mendorong hal serupa.
"Semoga gagasan pemilihan kepala daerah oleh DPRD bisa segera dikonkritkan melalui pembahasan rancangan undang-undang pemilu, partai politik, pemerintahan daerah, dan ruu lainnya yang terkait," kata Irawan saat dihubungi, Senin (28/7).
Sementara, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Dede Yusuf menilai pilkada oleh DPRD sulit untuk diwujudkan buntut putusan MK soal pemisahan pemilu.
Menurut dia, MK lewat perkara nomor 135/2025 telah memerintahkan bahwa pilkada dan DPRD digelar bersamaan dua tahun atau 2,5 tahun setelah pelantikan DPR.
"MK menjelaskan bahwa pilkada dan DPRD itu berlangsung bersama-sama. Sehingga kemungkinan untuk dipilih secara tertutup itu menjadi tidak ada," kata Dede saat dihubungi, Senin (28/7).
Meski begitu, Dede mengatakan Partai Demokrat saat ini masih mengkaji usulan tersebut. Begitu pula dengan fraksi-fraksi lain di DPR. Sebab, di lain sisi, putusan MK juga dinilai telah melangkahi wewenang.