WAWANCARA

Memed Potensio 'EdiSound' Horeg: Polemik, Politik, dan Sorotan Publik

CNN Indonesia
Sabtu, 02 Agu 2025 12:10 WIB
Ahmad Abdul Aziz alias Memed Potensio alias Thomas Alva EdiSound. (Arsip Istimewa via Detikcom)
Surabaya, CNN Indonesia --

Di balik dentuman bass atau megasubwoofer yang menggetarkan dan gegap gempita musik parade karnaval desa yang menggelegar alias sound horeg, ada satu nama yang mencuri perhatian, Memed Potensio atau yang lebih populer dijuluki sebagai 'Thomas Alva EdiSound'.

Sosok bernama asli Ahmad Abdul Aziz ini mendadak viral di media sosial. Bukan hanya karena tampangnya yang khas dengan mata 'ngantuk', tapi juga gayanya yang sangar saat bekerja menjadi teknisi sound horeg.

Sound horeg merupakan sistem audio atau sound system dengan volume yang cenderung keras hingga menimbulkan getaran. Perangkat pemutar musik disertai pengeras suara rakitan ini biasanya muncul dalam pesta rakyat, pawai warga, dan sejumlah acara lainnya

Banyak masyarakat di beberapa daerah Jawa Timur sedang menggandrungi sound horeg. Namun, tak sedikit pula yang merasa terganggu dengan kebisingan dan gangguan yang ditimbulkan.

Memed alias EdiSound pun berbagi cerita dengan CNNIndonesia.com mengenai kiprah dan pendapatnya saat sound horeg jadi polemik.

Sejak remaja

Memed lahir di Blitar, Jawa Timur, pada 1996 silam. Umurnya 29 tahun, tapi pengalamannya di industri sound system dan sound horeg tak bisa dianggap enteng. Memed bukan anak kemarin sore.

Hal itu dimulainya medio 2007, ayahnya bekerja di persewaan sound hajatan. Saat itu, Memed remaja rutin ikut membantu meski masih berseragam SMP.

"Pertama berkecimpung di dunia sound, kalau enggak salah 2007, itu saya masih sekolah dan ini nyambi, bahasa Jawa-nya. Kan ayah saya kerja di sound hajatan gitu. Jadi saya kalau ada waktu libur sekolah atau pulang sekolah gitu nyusul ayah," kata Memed saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Kamis (31/7).

Sejak saat itu, ia mulai belajar dari ayahnya.

Namun untuk teknik dan kemampuannya mengolah sistem suara itu, aku Memed, ditajamkannya secara autodidak. Ia tak belajar secara formal, melainkan dari sesama teknisi yang tak pelit ilmu,

"Kalau dulu saya autodidak. Cuma banyak teman-teman di sini itu yang baik hatilah. Dalam artian baik hati itu ketika temannya bingung, ketika temannya mau bertanya itu mereka mau menjelaskan, mereka mau belajari temannya gitu. Jadi semua autodidak, saya juga enggak sekolah elektro," ujarnya.

Thomas Alva EdiSound'." title="Memed Potensio ‘EdiSound' Horeg" />Memed Potensio atau yang lebih populer dijuluki sebagai 'Thomas Alva EdiSound'. (CNN Indonesia/Farid)

Munculnya sound horeg

Fenomena sound horeg, menurut Memed, mulai mencuat dari Malang sekitar 2013.

Pria yang mewarnai rambut ikal pendeknya mengingat kala itu truk-truk karnaval mulai dipasangi sound system besar.

Namun dulu, kata Memed, kapasitas sound system yang dibawa truk-truk tersebut masih terbatas. Sekitar empat sampai enam subwoofer tiap mobil.

"Kalau dulu di Malang itu kalau enggak salah subwoofer-nya cuma empat, cuma enam gitu," kenang Memed.

Waktu berlalu antusias warga pun bertambah.

Tren sound horeg kemudian mulai menyebar ke daerah-daerah lain di Jawa Timur mulai 2016. Salah satunya di daerah kelahirannya di Blitar.

"Munculnya kalau enggak salah di Malang. Di Malang itu dari 2013-an. Tapi kan menularnya ke daerah Blitar dari tahun 2016, 2017 itu," kenang Memed.

Seiring berjalannya waktu, kapasitas sound system yang dibawa truk sound horeg tiap acara kian bertambah, hingga tiap kendaraan bisa mengangkut setidaknya 15 sampai 20 subwoofer.

"Kalau sekarang kan subwoofer-nya kalau di truk itu 12, kadang 15," ucap dia.

Kini, Memed menjadi salah satu teknisi di Brewog Audio Blitar, salah satu kelompok sound horeg yang populer di Jawa Timur. Memed hidup dari satu karnaval ke karnaval lainnya.

Setelah fenomena sound horeg makin ramai bahkan menjadi polemik, keberadaan Memed pun jadi perhatian publik. Bahkan foto dirinya diolah sedemikian rupa seolah-olah dirinya adalah seorang ilmuwan atau penemu layaknya Thomas Alva Edison yang menemukan lampu.

Kedekatan dengan kiai dan politikus

Di tengah sorotan dan kontroversi, aktivitas sound horeg ternyata tidak lepas dari keterlibatan berbagai pihak, termasuk tokoh politik dan kiai.

Memed mengungkap selama ini kelompok penyedia jasa sound horeg kerap dilibatkan dalam kegiatan warga yang bersifat sosial, keagamaan, maupun politik.

"Kalau penyewanya warga. Cuma kan kadang nanti dari warga itu mengadakan acara di desa gitu ya, terus nanti orang lihat itu ditarik karcis parkir biasanya. Nanti dari parkir itu mungkin untuk dikasih pak kiai untuk pondok atau untuk santunan anak yatim," kata dia.

Menurutnya, hal itu menunjukkan bahwa keberadaan sound horeg tidak sepenuhnya bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

Di sisi lain, kata dia, sound horeg juga kerap terlibat dalam kegiatan politik, terutama menjelang pemilihan kepala daerah. Memed menyebut, kelompoknya bahkan pernah disewa sejumlah calon bupati dari berbagai daerah di Jawa Timur.

"Kalau pas Pilkada kemarin banyak. Yang mengajak Brewog itu dari Boyolali ada bahkan. Terus Lamongan, Lumajang, Pasuruan, banyak. Blitar juga ada, Malang. Bahkan sampai Banyuwangi juga ada kemarin," ungkapnya.

Meski begitu, ia menegaskan pihaknya tetap bersikap profesional sebagai penyedia jasa, tidak terlibat dalam urusan politik praktis. Begitu pula dalam kegiatan keagamaan, pihaknya hanya menjalankan peran teknis sesuai permintaan warga atau panitia.

Baca halaman selanjutnya.

Pekerjaan hingga Penampakan Mata Mengantuk


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :