WAWANCARA

Memed Potensio 'EdiSound' Horeg: Polemik, Politik, dan Sorotan Publik

CNN Indonesia
Sabtu, 02 Agu 2025 12:10 WIB
Memed Potensio, teknisi 'sound horeg' viral, berbagi kisahnya. Ia menjelaskan fenomena dan kontroversi di balik sound system yang menggelegar di Jawa Timur.
Memed Potensio atau yang lebih populer dijuluki sebagai 'Thomas Alva EdiSound'. (CNN Indonesia/Farid)

Pekerjaan dan gaji menjanjikan

Sound horeg, kata Memed sudah membawanya dari ujung timur hingga ke barat Pulau Jawa. Dan, hal itu merupakan pengalaman menarik baginya.

"Pengalaman menarik saya itu bisa ini keliling-keliling Pulau Jawa lah. Kan saya dari Banyuwangi sampai Jakarta sudah pernah. Bawa bawa sound horeg. Itu pengalaman paling menarik. Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat," ujarnya.

Namun, di balik semaraknya karnaval sound horeg, ada juga cerita pengorbanan. Memed mengaku jarang ada di rumah saat momen-momen penting.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Waktu istri saya melahirkan, saya juga masih karnaval di Jawa Tengah sana," tuturnya dengan getir.

Selain itu Memed mengakui, profesi teknisi sound horeg memang belum banyak dipandang sebagai pekerjaan formal. Tak ada seragam, tak ada jam kerja pasti.

Di saat banyak orang bekerja dari pukul 9 pagi sampai 5 sore, Memed justru bekerja dari sore hingga dini hari.

Bahkan tak jarang ia tidak tidur sama sekali, berpindah dari satu kota ke kota lain untuk menyetel suara di atas truk berisi puluhan subwoofer.

Namun semua kerja keras itu terbayar. Ia bisa mencukupi semua kebutuhan rumah tangganya. Bahkan saat ditanya soal pendapatan, ia tak ragu menyebut bahwa profesinya tergolong menjanjikan.

"Lebih dari cukup, Mas. Karena cukup untuk kebutuhan anak istri, cukup untuk biaya cicilan dan makan sebulan itu sudah lebih dari cukup. Alhamdulillah bisa [nabung]. Lumayan menjanjikan," katanya.

Menurut Memed, musim karnaval adalah musim emas bagi para teknisi sound system. Job datang nyaris tanpa henti. Dari Grebeg Suro, HUT RI, hingga sedekah bumi.

"Apalagi kalau bulan-bulan karnaval apa gini kan enggak pernah pulang. Jarang di rumah gitu," ucapnya.

Mata ngantuk dan gaya serius

Kini di TikTok dan Instagram, Memed makin dikenal lewat video-video yang bertebaran. Ia kerap terekam saat bekerja, mengatur mixer suara dari belakang truk sound horeg.

Viralnya sosok Memed tak lepas dari ekspresi khasnya, mata 'ngantuk' dan ekspresi serius di depan laptop dan mixer audio. Hingga bahkan berdiri tepat di hadapan subwoofer.

Banyak yang mengira itu sekadar gaya, tapi baginya itu bagian dari prosesnya saat bekerja.

Sementara matanya yang terlihat seolah mengantuk, Memed menegaskan itu adalah penampakan fisiknya sejak dulu. Dia menyebutnya 'keturunan', walau diakui kalau sedang sibuk-sibuknya maka akan mengalami kurang tidur.

"Kalau mata ini memang keturunan. Jadi dari dulu mata saya memang seperti ini. Cuma kan kalau musim-musim karnaval gini jam tidur saya berantakan. Kadang event-event karnaval itu finish-nya sampai setelah subuh, sampai jam 06.00 gitu, terus langsung pindah lokasi. Jadi waktu tidurnya kurang sebenarnya," ujar Memed.

"Kalau untuk mengamati suara itu ya gaya saya dari dulu seperti itu. Jadi bukan sok keren lah, karena kan setiap orang punya gayanya masing-masing gitu. Ya kan kalau nyetting-nyetting yang dikeluarkan benda (suara) yang tidak terlihat, jadi harus dirasakan gitu," tambah dia.

Julukan Thomas Alva EdiSound

Gaya Memed yang tampak serius, plus ekspresi wajah yang 'mengantuk', membuatnya dijuluki warganet sebagai 'Thomas Alva EdiSound', sebuah plesetan dari nama penemu lampu pijar Thoma Alva Edison. Tapi ternyata, itu bukan nama sebenarnya.

"Sebenarnya Thomas Alva EdiSound itu [milik] konten kreator. Konten kreator teman saya dari Trenggalek," katanya.

Nama 'EdiSound' hanyalah tanda air atau watermark dari video-video kawannya tersebut. Namun, publik kadung salah sangka dan menjuluki dirinya dengan sebutan itu.

Sementara nama Memed Potensio, yang kini lebih populer di kalangan komunitas sound horeg, lahir dari gabungan nama panggilan dan istilah teknis di dunia mixer audio.

"Kalau Memed itu nama panggilan sebenarnya,. Kalau Potensio itu kan ini Potensio yang ada di mixer-mixer yang untuk ngatur besar kecilin volume itu kan namanya Potensio. Saya ngambilnya dari situ," tuturnya.

Tapi viral di medsos tak selalu indah. Banyak netizen yang meremehkan komunitas sound horeg, bahkan menyebutnya sumber daya manusia (SDM) rendah. Namun, Memed santai menanggapinya.

"Yo enggak apa-apa, kan itu penilaian mereka, dari pribadi mereka sendiri dan kebanyakan kan mereka juga belum tahu kita itu di lapangan seperti apa," ucapnya.

Bagi Memed, warganet yang mengolok-oloknya itu hanya tak memahami, bahwa sound horeg adalah kemauan masyarakat yang menginginkan hiburan.

Memed juga mengaku tak ambil pusing dengan cibiran-cibiran negatif tersebut. Sejak bergabung dengan Brewog Audio, ia sudah dibekali nasihat oleh bosnya agar kuat mental dan tak mudah goyah menghadapi komentar orang.

Dampak fatwa haram sound horeg

Belakangan, keberadaan sound horeg mendapat sorotan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim yang mengeluarkan fatwa haram walaupun dengan catatan.

Memed mengatakan, usai fatwa itu, beberapa wilayah kini mulai membatasi mulai membatasi kegiatan karnaval dengan sound horeg.

"Pengaruhnya tetap ada, Mas. Di beberapa daerah kan sudah enggak boleh karnaval menggunakan sound horeg," katanya.

Meski begitu, ia mengatakan permintaan job masih tetap ada, terutama di daerah yang selama ini dikenal sebagai basis karnaval seperti Malang. Hanya saja, kini ada penyesuaian kapasitas.

"Sudah dibatasi pakai pikap empat subwoofer gitu. Kalau dari job, dikitlah yang pengaruh. Kan daerah-daerah yang banyak karnaval itu di daerah Malang. Dan daerah Malang itu masih aman untuk job karnavalnya," ucap dia.

Soal isi fatwa haram dari MUI ini, Memed menyatakan sebagian bisa ia pahami. Namun dia menyayangkan jika semua kegiatan sound karnaval langsung digeneralisasi sebagai haram tanpa melihat konteks acaranya.

"Sebenarnya saya setuju [fatwa haram], cuma enggak semuanya kan haram. Ada unsur-unsur yang membuat acara haram tapi juga ada unsur-unsur yang membuat acara itu positif. Itu sebenarnya kalau mau dicermati dulu seperti itu. Jadi kalau langsung men-judge sound horeg haram itu saya sendiri juga enggak setuju sebenarnya," ucapnya.

Namun ia menegaskan akan tetap menghormati keputusan ulama dan bersedia mengikuti arahan yang diberikan, selama disertai solusi yang tidak mematikan mata pencahariannya.

"Tapi saya manut, manut opo dawuhe (nurut apa perintah) pak kiai. Kalau emang diharuskan mengurangi volume atau mengurangi dimensi atau mengurangi jumlah yang dibawa, kita tetap taat. Asalkan ada solusi," tegasnya.

Belakangan, para pelaku di dunia sound system mulai mengganti penyebutan istilah sound horeg menjadi 'sound karnaval'. Langkah ini dilakukan sebagai langkah antisipastif citra negatif.

Memed menyebut, istilah 'sound horeg' selama ini sebenarnya bukan nama resmi yang digunakan oleh kelompoknnya, melainkan muncul dari warganet.

"Sebenarnya sama aja, Mas. Sebenarnya kan dari dulu kita memang sound karnaval, bukan sound horeg. Cuma kan horeg itu istilahnya teman-teman netizen. Kalau di-play dengan lagu yang kenceng, suaranya kenceng gitu jadi getar semua, jadi horeg gitu," kata Memed.

Menurutnya, penyebutan 'sound horeg' tidak pernah datang dari komunitas teknisi atau pengusaha sound system, melainkan berkembang secara spontan dari konten media sosial yang memperlihatkan efek suara keras yang bergetar.

"Dari pihak sound kan juga enggak ada yang menyebut sound horeg. Dari dulu ya sound karnaval gitu. Memang sebutannya sebenarnya enggak ada. Mungkin yang dideklarasikan jadi sound karnaval," jelasnya.

(frd/kid)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER