Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tengah menata kembali kawasan Barito, Jakarta Selatan, sebagai bagian dari pembangunan Taman Bendera Pusaka, yakni ruang terbuka hijau yang dirancang menjadi ikon kebangsaan sekaligus ruang publik ramah keluarga.
Merefleksi sejarah Barito sebagai salah satu ikon Jakarta, Pemprov DKI Jakarta berkomitmen melaksanakan penataan kawasan dengan mengedepankan kemanusiaan. Pemprov DKI juga menyiapkan Sentra Fauna Jakarta di Lenteng Agung sebagai pusat perdagangan hewan peliharaan yang sehat, edukatif, dan modern.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Elisabeth Ratu Rante Allo menyatakan bahwa penataan kawasan Barito dilakukan dengan pendekatan humanis dan non-represif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai bentuk komitmen terhadap para pedagang, Pemprov DKI Jakarta memberikan berbagai kemudahan, seperti relokasi sementara ke 10 pasar yang dikelola oleh Perumda Pasar Jaya, gratis sewa kios selama tiga bulan di lokasi relokasi, serta kebebasan memilih lokasi relokasi sesuai preferensi dan kenyamanan pedagang.
"Langkah-langkah ini diambil agar proses penataan tidak hanya berpihak pada kepentingan tata ruang kota, tetapi juga menjamin keberlangsungan usaha para pedagang," kata Ratu.
Para pedagang selanjutnya akan difasilitasi untuk membuka usaha di Sentra Fauna Jakarta yang dibangun di atas lahan seluas kurang lebih 7.000 m² di kawasan Lenteng Agung. Tempat ini hadir sebagai wajah baru perdagangan hewan peliharaan dengan mengusung konsep sebagai pasar hewan modern yang higienis dan ramah lingkungan, serta wahana edukasi satwa dan konservasi.
Kemudian, Sentra Fauna Jakarta juga berfungsi sebagai destinasi wisata edukatif yang menggabungkan hiburan dan literasi lingkungan, serta zona UMKM hewan peliharaan yang tertata dan mendukung kesejahteraan pedagang
"Sentra Fauna Jakarta diharapkan tidak hanya menjadi tempat transaksi, tetapi juga ruang pembelajaran dan rekreasi yang menyenangkan bagi keluarga dan pecinta satwa," ujar Ratu.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta, M. Fajar Sauri mengatakan, pemanfaatan lahan di kawasan Barito akan digunakan untuk membangun Taman Bendera Pusaka, yang akan mengintegrasikan tiga taman besar di Jakarta Selatan, yakni Taman Langsat, Taman Ayodya, dan Taman Barito.
"Kawasan ini akan mengintegrasikan Taman Langsat, Taman Ayodya, dan Taman Barito menjadi satu kesatuan ruang terbuka hijau yang luas, aman, dan ramah bagi semua," katanya.
Dengan luas hampir enam hektare, taman ini akan menyediakan berbagai fasilitas publik seperti jembatan penghubung antartaman (link bridge), jalur lari (jogging track), taman bermain anak, ruang serbaguna, hingga amphitheater terbuka untuk pertunjukan seni dan budaya.
"Semua ini didesain untuk memberikan pengalaman ruang publik yang nyaman, inklusif, dan menyenangkan bagi masyarakat," tambah Fajar.
Pembangunan taman ini menjadi bagian dari komitmen Pemprov DKI Jakarta dalam mewujudkan kota yang hijau, berkelanjutan, dan berketahanan.
Dengan penataan kawasan Barito yang berorientasi pada masa depan, Pemprov DKI Jakarta tidak hanya menghadirkan wajah kota yang lebih tertata, tetapi juga memastikan bahwa setiap warga tetap memiliki ruang untuk tumbuh dan berkembang, baik secara sosial maupun ekonomi.
Pengamat perkotaan, Yayat Supriatna menyampaikan dukungan terhadap langkah Pemprov DKI Jakarta ini. Menurutnya, penataan ini bukan penggusuran, melainkan langkah strategis untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan milik Pemprov secara terintegrasi, sambil tetap memperhatikan hak-hak sosial dan ekonomi warga, khususnya para pedagang.
"Ini bukan tentang menggusur, tapi menata. Pemerintah tidak pernah menelantarkan, justru memberi ruang dan opsi terbaik untuk masa depan yang lebih baik," kata Yayat di kesempatan berbeda.
Yayat menambahkan, taman ini memiliki posisi yang strategis, terletak di kawasan primer dan pusat ekonomi kota. Sehingga, taman kelak dapat menjadi oase di zona bisnis.
Secara khusus, ia menyinggung penataan kawasan menggunakan pendekatan 3D, yaitu density, diversity, dan design. Untuk density, karena kepadatan penduduk di kawasan Barito cukup tinggi, maka dibutuhkan ruang terbuka hijau di tengah masyarakat.
"Kemudian, diversity atau keragaman, di mana pada satu wilayah terdapat pusat perekonomian, pemerintahan, dan pelayanan lainnya. Dengan demikian, taman ini menjadi unsur paripurna. Orang mendapatkan ruang untuk menurunkan tekanan akibat pekerjaan dan lainnya. Apalagi, kalau taman itu hidup sampai malam hari," tutur Yayat.
Adapun design atau desain, adalah cara agar taman bisa diakses dari berbagai tempat, serta dilengkapi trotoar yang nyaman bagi pejalan kaki dan akses transportasi yang terintegrasi.
"Tentu, dalam penataannya juga perlu disiapkan untuk unsur UMKM, karena hal itu juga yang dapat menghidupkan taman. Sehingga, dalam satu taman, bisa mencakup banyak hal," pungkasnya.
(rea/rir)