Proyek wisata dan pembangunan ratusan vila di Pulau Padar, Taman Nasional Komodo (TNK), Nusa Tenggara Timur (NTT), ramai menuai kritik dari masyarakat hingga aktivis lingkungan karena dinilai berpotensi merusak lingkungan dan mengganggu kehidupan masyarakat setempat,
Proyek pembangunan ini diinisiasi PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE). Rencananya akan dibangun 619 unit fasilitas, termasuk 448 unit vila, di salah satu habitat komodo tersebut.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Rahayu Saraswati menegaskan pihaknya tidak mendukung pembangunan sarana pariwisata di Pulau Padar, Taman Nasional Komodo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sektor pariwisata Indonesia memang masih butuh perkembangan karena masih kalah bersaing dengan Malaysia dan Thailand, namun kami tidak ingin pembangunan pariwisata justru mengganggu area masyarakat lokal. Kami sepakat tidak dilakukan di Pulau Padar itu sendiri. Jadi, memang sebisanya lebih mendekat kepada Labuan Bajo," kata Rahayu di Jakarta, Kamis (8/7).
Dia mengatakan bahwa masalah tersebut sudah dikomunikasikan kepada Menteri Pariwisata. Berdasarkan keterangan dari kementerian, menurut dia, izin pembangunan di Pulau Padar itu sudah ada dari beberapa tahun lalu.
Sara mendesak izin pembangunan di wilayah itu dikaji ulang. Menurut dia, pembangunan sektor wisata tetap harus memperhatikan lingkungan hidup dan masyarakat lokal.
Menurut dia, sektor pariwisata harus membantu pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada masyarakat lokal. Selain itu, dia ingin agar sektor pariwisata juga menimbulkan perputaran ekonomi bukan hanya di dalam negeri, melainkan juga dari luar negeri.
"Harus ada peninjauan ulang dari segi Pemprov, Pemda, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pariwisata dan yang lain-lain, supaya betul-betul menghadirkan sesuatu yang bisa disepakati oleh semua pihak," katanya.
Sebelumnya, masyarakat adat, organisasi masyarakat sipil, DPRD setempat, dan berbagai pihak lainnya, menyampaikan protes terhadap rencana pembangunan resort dengan 619 fasilitas wisata oleh PT Kencana Watu Lestari (PT KWT) di Pulau Padar, serta perusahaan lain yang beroperasi di kawasan TNK.
Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni menyampaikan pihaknya sedang melengkapi data-data mengenai rencana pembangunan fasilitas wisata di Pulau Padar, Taman Nasional Komodo.
Ditemui di Kantor Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Jakarta, Kamis, Menhut Raja Juli Antoni mengonfirmasi PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT KWE) sudah memiliki izin usaha sarana yang dikeluarkan pada tahun 2014. Namun dia berkata akan memeriksa lebih lanjut mengenai kabar pembangunan ratusan vila di wilayah tersebut.
"Data-datanya harus kita sempurnakan kembali, (terkait) 600 vila itu," kata Menhut Raja Antoni.
Dia bilang aturan perundang-undangan memungkinkan usaha pariwisata berbasis alam atau ekoturisme di zona pemanfaatan. Namun, lanjutnya, Kementerian Perhutanan akan tetap memastikan bahwa kegiatan itu tidak akan merusak lingkungan atau mengganggu habitat komodo (Varanus komodoensis).
Tidak hanya itu, kata dia, penilaian dampak lingkungan atau Environmental Impact Assessment (EIA) akan dilakukan selain oleh Pemerintah Indonesia, juga oleh UNESCO yang memberikan status Situs Warisan Dunia kepada TN Komodo pada tahun 1991.
Jika memang ada pembangunan, kata dia, maka wilayah diberikan untuk pemanfaatan sangat terbatas dengan syarat jenis bangunan yang ketat.
"Bahkan maksimum 10 persen dari konsesi yang diberikan. Yang kedua, tidak boleh bangunan yang konkrit, beton tidak boleh, jadi harus knockdown," tutur Menhut.
Kemenhut memastikan sampai saat ini belum ada kegiatan pembangunan yang dilakukan, karena masih terdapat urutan proses yang perlu dilakukan mulai dari peninjauan UNESCO sampai kepada konsultasi publik.
Seperti dilansir Detik, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) atau Environmental Impact Assessment (EIA) yang disusun oleh tim ahli dari IPB telah mengidentifikasi beberapa potensi dampak serius.
Dalam dokumen Amdal yang dipaparkan di forum konsultasi publik di Golo Mori, 23 Juli 2025, disebut bahwa beberapa lokasi pembangunan merupakan area utama komodo mencari makan.
Sedikitnya ada tiga potensi dampak utama dari aktivitas pembangunan ini menurut kajian tim ahli. Pertama, proyek pembangunan akan mengganggu pergerakan dan habitat komodo, bahkan membuat komodo menjauh dari habitatnya sendiri.
Kemudian, kehadiran pekerja dan kegiatan konstruksi akan mengganggu aktivitas alami komodo, seperti bersarang dan mencari makan. Selanjutnya, proyek pembangunan juga bisa mengubah prilaku komodo.
(antara/wis)