Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak membeberkan alasan kasus dugaan korupsi kuota haji masuk tahap penyidikan meski belum ada satu pun pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut Johanis tahap penyidikan ini merupakan bagian dari prosedur hukum untuk mengumpulkan bukti dan mengungkap siapa pelakunya secara terang benderang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penyidikan umum dilakukan karena KUHAP menyatakan bahwa serangkaian tindakan penyidik bertujuan untuk mencari dan menemukan bukti. Dari bukti itu, akan menjadi terang siapa pelakunya," ujar Johanis kepada wartawan di Unhas, Senin (11/8).
Johanis menjelaskan bahwa dalam proses penyidikan umum, penyidik berwenang melakukan penyitaan, memanggil pihak terkait untuk dimintai keterangan, hingga menggunakan upaya paksa jika seseorang yang dipanggil tidak hadir.
"Bukti yang dikumpulkan bisa berupa keterangan saksi, surat, keterangan ahli, maupun bukti petunjuk. Ketika semua itu terang dan jelas siapa pelakunya, barulah kami menetapkan tersangka dan menerbitkan surat keputusan penetapan tersangka," tegasnya.
Penyidik KPK, terang Johanis, dalam penanganan kasus dugaan korupsi kuota haji berhati-hati dalam menetapkan tersangka.
"Kami tidak asal-asalan terkait itu. Semua langkah harus berdasarkan bukti yang kuat," katanya.
KPK pada Sabtu (9/8) pekan lalu resmi menaikkan status penanganan dugaan korupsi kuota haji dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Status penyidikan ditetapkan setelah KPK menggelar ekspose perkara.
"Terkait dengan perkara haji, KPK telah menaikkan status penyelidikan terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024 ke tahap penyidikan," ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Sabtu dini hari.
KPK menggunakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum dalam menangani kasus dugaan korupsi haji. Artinya, belum ada tersangka yang ditetapkan begitu Sprindik diteken. Pihak-pihak yang bertanggung jawab akan dicari dalam proses penyidikan berjalan.
"KPK menerbitkan Sprindik umum dengan pengenaan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana," ujar Asep.
Sejumlah pejabat dan mantan pejabat di internal Kementerian Agama serta agen perjalanan haji dan umrah sudah diminta keterangannya oleh penyelidik KPK, diantaranya mantan Menteri Agama era Presiden RI ke-7 Joko Widodo Yaqut Cholil Qoumas, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latief, serta pegawai Kementerian Agama berinisial RFA, MAS, dan AM.
Kemudian Pendakwah Khalid Basalamah, Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP AMPHURI) Muhammad Farid Aljawi dan Ketua Umum Kesatuan Travel Haji Umrah Indonesia (Kesthuri) Asrul Aziz.
(mir/wis)