Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang, Jawa Tengah, resmi membatalkan kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun ini.
Kepala BKUD Kabupaten Semarang, Rudibdo, mengatakan hal tersebut tak lepas dari Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
"Betul (kenaikan PBB dan NJOP dibatalkan), karena ada SE Mendagri," kata Rudibdo, Jumat (15/8) seperti dikutip dari detikJateng.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam SE Mendagri dengan nomor 900.1.13.1/4528/SJ tertanggal 14 Agustus 2025 itu, Mendagri Tito meminta kepala daerah untuk mempertimbangkan kondisi masyarakat dalam menetapkan kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah.
Salah satu poin dalam SE itu adalah bupati/wali kota dapat menunda atau mencabut peraturan kepala daerah yang memberlakukan kenaikan tarif PBB dan NJOP.
Selain itu, di dalam SE Mendagri tersebut, para bupati/wali kota diminta memberlakukan tarif tahun sebelumnya, terutama jika kenaikan dianggap memberatkan masyarakat.
Rudibdo pun menyebut, warga yang terlanjur membayar PBB dengan tarif yang sudah dinaikkan, akan mendapatkan pengembalian. Namun, mekanisme teknisnya masih dikonsultasikan ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Yang sudah membayar akan dikembalikan ke wajib pajak. Mekanismenya akan dikonsultasikan ke BPK dulu," kata dia.
"Ini baru dilakukan identifikasi oleh teman, berapa yang sudah membayar di masing-masing desa, kelurahan, dan kecamatan," lanjut Rudibdo.
Terkait program keringanan untuk lansia, veteran, dan kelompok lain yang semula direncanakan karena adanya kenaikan, Rudibdo mengatakan kebijakan itu masih dikaji.
Hal yang sama berlaku untuk rencana penghapusan denda pajak bagi tunggakan sebelum 2025.
"Baru dikaji," kata dia.
Sebelumnya sempat diberitakan warga yang memprotes kenaikan PBB hingga berkali-kali lipat di Kabupaten Semarang. Salah satunya yang dialami warga Ambarawa, Kabupaten Semarang, Tukimah (69). Keponakannya, Andre Setiawan (42) mengatakan pihak keluarga kaget ketika melihat kenaikan PBB hingga hampir lima kali lipat tersebut.
"Kenaikannya 441 persen, sampai lima kali lipat. Awalnya kami kira salah ketik," kata Andri, Selasa (12/8).
Pihak keluarga pun sampai harus bolak-balik kantor pajak hanya untuk meminta keringanan atas tarif PBB yang harus dibayar tersebut. Terakhir, ia diminta kantor pajak menunggu keputusan hingga September.
"Masalahnya, batas bayar PBB sampai Agustus. Kalau surat keputusan keringanan keluar September, nanti malah kena denda. Itu yang bikin saya khawatir," ujarnya.
Sebelumnya diketahui pada Kamis (14/8), Mendagri Tito menyatakan menggelar rapat bersama seluruh kepala daerah untuk mendata kenaikan PBB.
Hal tersebut dilakukan Tito setelah Bupati Pati, Jawa Tengah, Sudewo berencana menaikkan PBB-P2 sebesar 250 persen hingga berujung polemik dan ricuh di masyarakat.
Bahkan imbas demo besar yang terjadi kemarin, Rapat Paripurna DPRD Pati pun memutuskan menggunakan hak angket pembentukan pansus pemakzulan Sudewo.
Selain di Pati, protes masyarakat atas kenaikan PBB berlipat pun terjadi di beberapa daerah di Indonesia seperti di Cirebon (Jawa Barat), Jombang (Jawa Timur), dan Bone (Sulawesi Selatan).
"Sekarang siang ini akan melakukan zoom meeting dengan seluruh kepala daerah untuk mengidentifikasi mana lagi yang terjadi kenaikan," ujarnya kepada wartawan di Lapangan Bulog, Jakarta Utara, Kamis.
Dalam rapat tersebut, Tito memberikan arahan agar seluruh kepala daerah yang lain agar dapat mempertimbangkan matang-matang kemampuan ekonomi masyarakat sebelum menetapkan besaran NJOP dan PBB.
Baca berita lengkapnya di sini.