Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal memanggil mantan Menteri Agama era Presiden ke-7 RI Joko Widodo, Yaqut Cholil Qoumas, untuk diperiksa terkait kasus dugaan korupsi kuota haji.
Pemanggilan dan pemeriksaan Yaqut dilakukan setelah KPK merampungkan serangkaian penggeledahan pada pekan ini. Pihak lain yang diduga mengetahui informasi mengenai penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024 juga akan diperiksa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sepekan ini tim masih fokus untuk melakukan penggeledahan. Tentu esensinya sama yaitu untuk mencari petunjuk, mencari bukti-bukti yang dibutuhkan penyidik untuk mengungkap perkara ini," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (15/8).
"Nantinya tentu penyidik akan memanggil, memeriksa kepada pihak-pihak terkait untuk dimintai keterangan supaya penyidikan ini juga bisa segera lengkap," sambungnya.
Budi mengungkapkan penyidik selama satu pekan ini telah melakukan serangkaian kegiatan penggeledahan di beberapa lokasi, di antaranya di Kantor Kementerian Agama, rumah pihak terkait, dan kantor pihak swasta biro perjalanan haji.
Penggeledahan di Kementerian Agama dan rumah pihak terkait berlangsung kondusif, dan para pihak bersikap kooperatif.
Dalam rangkaian penggeledahan tersebut, selain disita satu unit kendaraan roda empat, beberapa aset properti, juga dokumen dan Barang Bukti Elektronik (BBE) yang menjadi petunjuk untuk membuat terang perkara juga diamankan.
"KPK sekaligus menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada masyarakat dan pihak-pihak lain yang terus mendukung KPK dalam penanganan perkara ini, terlebih penggeseran kuota haji ini berdampak langsung terhadap lamanya antrean jemaah untuk bisa menunaikan ibadah suci ini," imbuhnya.
Namun, Budi bilang tim penyidik mendapat kendala saat menggeledah salah satu kantor agen perjalanan atau travel haji dan umrah di Jakarta. Dia mengatakan ada indikasi menghilangkan barang bukti.
Jajaran penindakan dan pimpinan KPK akan melakukan evaluasi dan tidak segan untuk mempertimbangkan pengenaan Pasal 21 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) terhadap pihak swasta yang berupaya merintangi dan menghalangi proses penegakan hukum. Termasuk menghilangkan barang bukti dalam perkara ini.
Pasal itu memuat ketentuan dan ancaman pidana terhadap perintangan penegakan hukum atau obstruction of justice.
Terdapat ancaman penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150.000.000 dan paling banyak Rp600.000.000.
(ryn/wis)