Pansus (Panitia Khusus) Hak Angket DPRD Pati, Jawa Tengah, memeriksa tiga camat terkait kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) mencapai 250 persen.
Para camat tersebut, kata Ketua Pansus Hak Angket DPRD Pati Teguh Bandang Waluyo, mengatakan kenaikan PBB hingga 250 persen itu adalah keputusan Bupati Sudewo.
Teguh mengatakan, nominal kenaikan PBB 250 persen berdasarkan pengakuan camat bukan mereka yang mengusulkan. Dari tiga camat yang telah dihadirkan, mereka kompak mengaku tidak mengusulkan kenaikan PBB-P2 yang mencapai 250 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terus terkait dengan pernyataan Pak Bupati (Sudewo) terkait kenaikan 250 persen kenaikan itu usulan dari camat kades dan tokoh masyarakat, ternyata camatnya [bilang] tidak," kata Bandang kepada wartawan di Gedung DPRD Pati, Selasa (19/8) seperti dikutip dari detikJateng.
"Jadi dilihat dia disampaikan segini kenaikannya, terus camat menyetujui (ternyata) bukan usulan mereka," imbuhnya.
Dia mengatakan tiga camat yang dimintai keterangan oleh pansus yang dibentuk pascademo besar rakyat Pati pada tengah pekan lalu itu menjawab pernyataan senada. Dalam demo besar, 13 Agustus, yang salah satunya dipicu karena kenaikan PBB 250 persen itu, masyarakat mendesak agar Sudewo turun dari jabatan bupati atau dimakzulkan.
"Tiga Camat disampaikan sama. Temuan itu tidak sesuai dengan pernyataan dengan Bupati," kata Bandang.
Bandang mengaku beberapa hari belakangan sempat turun langsung ke masyarakat.
Saat melakukan audiensi, pihaknya mendapat laporan masyarakat terkait kenaikan PBB-P2 yang ternyata beragam.
"Kenaikan malahan ada yang 500 persen, 1.000 persen. Kita kemarin libur terus nggak libur di rumah tapi terus teman-teman pansus ke bawah mendapatkan masukan. Kemudian ada yang lapor 100 persen, kemudian 1.000 persen," jelas politikus PDIP.
Pansus angket juga meminta keterangan perangkat desa pada Selasa ini.
Salah satunya, seorang perangkat desa Jembulwunut, Kecamatan Gunungwungkal, Suyadi yang menyatakan menerima surat pemberhentian sebagai perangkat desa setelah mengkritik kebijakan Bupati Sudewo.
Mengutip dari detikJateng, kepada Suyadi mengaku telah diperiksa Inspektorat beberapa kali setelah mengkritik kebijakan Bupati Sudewo soal kenaikan PBB-P2 sebesar 250 persen.
Kepada anggota Pansus, Suyadi mengatakan pada awalnya dia terkejut dengan rencana kenaikan PBB di Kabupaten Pati. Apalagi, pada awalnya kenaikan direncanakan mencapai 2.000 persen.
"Sosialisasi bahwa kenaikan PBB tidak masuk akal. Ada yang 1.000 persen, 2.000 persen, itu sudah saya bolak-balik," kata Suyadi di ruang rapat pansus DPRD Pati.
Suyadi lantas mengungkapkan kritik kebijakan tersebut di grup WhatsApp yang berisi para perangkat desa. Saat itu dia menuliskan kenaikan PBB membuat rakyat menjerit.
"WhatsApp di grup Notoprojo tulisannya cuman 'PBB-P2 di Kabupaten Pati mengalami kenaikan 750 rakyat menjerit payah'," ungkap dia yang juga Ketua Persatuan Perangkat Desa Indonesia Merah Putih.
Setelah itu, Suyadi dipanggil ke Kecamatan Gunungwungkal untuk diklarifikasi soal tulisannya itu.
Selang beberapa hari, dia kemudian dipanggil Inspektorat Pemkab Pati. Dia kemudian memenuhi panggilan itu.
"Saya kaget ternyata di situ (ditanya soal) statement di WA group. Intinya suruh mencabut dan membuat permohonan maaf. Saya diminta mencabut pernyataan yang ada di grup. Akhirnya saya hapus," jelasnya.
Beberapa waktu kemudian Suyadi kemudian hadir dalam acara dengan aliansi membahas mengenai kebijakan Bupati Pati pada 19 Juli 2025 lalu.
"Kemudian saya tetap argumen di situ. Karena pernah dipanggil oleh dinas terkait kemudian saya tetap menyatakan bahwa Bupati Pati arogan. Setiap ada kebijakan yang tidak prorakyat kemudian tidak setuju saya perangkat desa kemudian saya dipanggil," ucapnya.
Selang berapa hari, Suyadi kembali dipanggil Inspektorat terkait pernyataannya yang menyebut Bupati arogan. Dalam pertemuan tersebut, pihak inspektorat menurutnya langsung menyodorkan surat pemberhentian sebagai perangkat desa.
Alasannya, Suyadi dianggap telah melanggar beberapa pasal dalam peraturan bupati (Perbup).
"Kemudian hasil klarifikasi saya dikenai pasal Perbup 55 pasal 42 da 47, kemudian Perbup 56 pasal 6. Ini pasal memberatkan saya. Kemudian setelah saya telaah pasal yang berat sanksi yang berat. Maka saya berjuang bahwa saya diberhentikan oleh Bupati Pati," ungkapnya.
"Padahal menurut UU Nomor 6 Tahun 2023, tidak ada yang memberhentikan perangkat desa adalah Bupati," jelasnya.
Meskipun telah menerima surat pemberhentian, Suyadi menyebut dirinya hingga kini masih sah sebagai perangkat desa. Sebab surat tersebut akhirnya dicabut.
"Kesimpulan tetap aktif Perangkat Desa, surat tersebut dicabut," katanya.
Baca berita lengkapnya di sini.
(kid/ugo)