Kasus meninggalnya seorang anak di Jawa Barat diduga akibat infeksi cacing baru-baru ini, juga menjadi alarm serius bagi masyarakat Sumatra Utara (Sumut).
Meski kerap dianggap sepele, cacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama pada anak-anak usia sekolah dasar.
"Kasus anak meninggal karena cacingan ini harus jadi perhatian. Jangan dianggap enteng, karena cacingan bisa berujung fatal jika tidak dicegah," ujar Kadis Kesehatan Sumut, Faisal Hasrimy, Jumat (22/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Faisal mengatakan data survei tahun 2023 menunjukkan prevalensi kecacingan pada anak di Sumut mencapai 11,8 persen.
Jumlah itu lebih tinggi dari target nasional yang ditetapkan dalam Permenkes RI Nomor 15 Tahun 2017 yakni di bawah 10 persen per kabupaten/kota.
Dari 11 kabupaten/kota di Sumut yang sudah disurvei, lima daerah tercatat belum memenuhi target program penanggulangan cacingan berupa penurunan prevalensi cacingan sampai dengan di bawah 10 persen yaitu Karo (26%), Deli Serdang (23%), Batubara (17,2%), Labuhanbatu (20%), dan Sibolga (20%).
"Sementara itu, enam kabupaten/kota lainnya sudah menunjukkan prevalensi di bawah 10 persen, antara lain Asahan (0%), Gunungsitoli (1,4%), dan Mandailing Natal (7,5%). Jadi hanya 11 kabupaten kota saja yang disurvei karena gak cukup dana. Karena kegiatan tersebut tidak ditampung APBD," ungkap Faisal.
Sementara itu, Faisal mengatakan capaian Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) cacingan di Sumut cukup menggembirakan.
Pada semester I tahun 2025, cakupan sudah mencapai 97,1 persen, jauh di atas standar nasional 75 persen.
"Bahkan beberapa kabupaten/kota mencatat cakupan 100 persen, seperti Langkat, Deli Serdang, Dairi, Toba, dan Sibolga," jelasnya.
Faisal menjelaskan cacingan merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena berjangkit di sebagian besar wilayah Indonesia.
"Cacingan dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan, dan produktifitas. Cacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing dalam tubuh manusia yang ditularkan melalui tanah," ujarnya.
Adapun cacing yang menginfeksi manusia di Indonesia yaitu Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura (cacing cambuk), dan Ancylostoma duodenale, Necator americanus, (cacing tambang).
"Tanda dan gejala anak mengalami cacingan antara lain kurang nafsu makan, lesu, nyeri perut, diare, mual, penurunan berat badan hingga keluar cacing dari anus atau mulut," sebutnya.
Menurut Faisal masalah cacingan memiliki hubungan erat dengan kemiskinan, akses air bersih, dan pola hidup bersih masyarakat. Sebab masyarakat miskin cenderung tinggal di lingkungan dengan sanitasi buruk (jalan becek, tanah lembap, banyak sampah).
"Keterbatasan biaya membuat mereka sulit membangun jamban sehat atau membeli sandal, sehingga sering kontak langsung dengan tanah yang menjadi media penularan cacing (khususnya cacing tambang)," urai Faisal.
Air bersih, tambah Faisal sangat penting untuk mencuci tangan, mencuci sayuran atau buah, dan membersihkan peralatan makan.
Jika air bersih sulit diperoleh, masyarakat terpaksa menggunakan air yang tercemar sehingga telur atau larva cacing bisa ikut tertelan.
"Kurangnya air bersih juga menghambat kebiasaan mencuci tangan sebelum makan atau setelah buang air besar. Tidak terbiasa cuci tangan dengan sabun, buang air besar sembarangan, dan jarang memakai alas kaki meningkatkan peluang infeksi cacing," ungkapnya.
Kebiasaan anak-anak bermain tanah tanpa alas kaki juga memperbesar risiko. Cacingan menyebabkan anemia, kurang gizi, tubuh lemas, daya konsentrasi menurun. Anak yang cacingan sulit belajar dengan baik, sehingga prestasi sekolah turun.
"Tak hanya itu, cacingan pada orang dewasa menyebabkan produktivitas kerja berkurang sehingga berujung pada kesulitan ekonomi," katanya.
Oleh karena itu, Faisal mengimbau kepada orang tua untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat agar terhindar dari infeksi kecacingan dengan cara cuci tangan pakai sabun, menggunakan air bersih untuk keperluan rumah tangga.
"Kemudian menjaga kebersihan dan keamanan makanan, menggunakan jamban sehat, mengupayakan kondisi lingkungan yang sehat, dan yang paling penting rutin minum obat cacing minimal 2x setahun," sebutnya.
Ketua Unit Kerja Infeksi Penyakit Tropis IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) Sumatera Utara dr. Hendri Wijaya, SpA(K) menyebut cacingan sangat erat kaitannya dengan kebersihan pribadi (personal hygiene) dan sanitasi lingkungan. Jika ditemukan infeksi berat, biasanya menandakan adanya reinfeksi berulang.
"Kalau ada infeksi berat maka bisa dianggap sering terjadi reinfeksi, karena cacing sudah tidak memperbanyak diri di dalam tubuh penderita," katanya.