Salju di Puncak Cartenz Papua Diprediksi Habis pada 2026
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq mengatakan es atau salju yang berada di Puncak Cartenz di Pegunungan Jayawijaya, Papua Tengah, terus mencair dan diprediksi hilang atau habis karena dampak pemanasan global pada 2026 mendatang.
Mulanya Hanif menerangkan soal target penurunan emisi gas rumah kaca di Indonesia dan juga di tingkat global.
Kemudian, dia mengatakan semua negara, termasuk Indonesia, telah berupaya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Namun menurutnya, alam tidak bisa dibohongi, alam telah melakukan kalibrasinya dengan sangat nyata.
"Kita lihat bahwa hari ini es yang ada di puncak Cartenz, salah satu puncak tertinggi di Indonesia telah mencair dan diproyeksikan oleh BMKG, maka es ini, tutupan es akan habis pada tahun 2026 nanti," kata Hanif saat memberikan sambutan secara virtual di acara Forum Nasional Pekan Iklim Bali 2025, Denpasar, Senin (25/8).
Hanif mengaku sempat meninjau langsung Puncak Cartenz pada 2023 silam. Saat itu, menurutnya, salju es hanya meliputi dari sepertiga lebih puncak Cartenz.
"Saya sempat berkunjung pada tahun 2023 di puncak cartenz, pada saat itu maka es-nya masih meliputi lebih dari sepertiganya. Hari ini, kita lihat di banyak monitor, maka es di puncak cartenz telah tinggal pada relung-relung dari gunung-gunung batunya," ujarnya.
Hal tersebut, sambungnya, menunjukkan bahwa upaya-upaya manusia dalam mencegah pemanasan global atau perubahan iklim belum cukup.
"Upaya kita belum membawa dampak yang serius, untuk penurunan emisi gas rumah kaca. ini yang menjadi keprihatinan kita semua," ujarnya.
Mengutip dari laman KemenLHK, pemerintah Indonesia menargetkan penurunan emisi karbon hingga 23 persen pada tahun 2035 dan mencapai emisi bersih hutan dan lahan (FOLU Net Sink) sebesar 140 Mt CO2e pada 2030 dan 304 Mt CO2e pada 2050.
Selain itu, pemerintah pun mengembangkan perdagangan karbon untuk mendukung target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia.
"Upaya ini dilakukan untuk menanggulangi dampak perubahan iklim seperti kekeringan, banjir, dan kenaikan suhu, serta membangun sistem manajemen pengetahuan aksi iklim berbasis komunitas," demikian dikutip dari publikasi bertajuk Aksi Iklim Indonesia Menuju 2030 di laman KemenLHK.