MK Tegaskan Pejuang Lingkungan Dapat Perlindungan Hukum

CNN Indonesia
Kamis, 28 Agu 2025 21:01 WIB
Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan setiap orang yang berpartisipasi dalam upaya perlindungan lingkungan hidup tidak dapat dituntut secara hukum.
Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan setiap orang yang berpartisipasi dalam upaya perlindungan lingkungan hidup tidak dapat dituntut secara hukum. Istockphoto/Marilyn Nieves
Jakarta, CNN Indonesia --

Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan setiap orang yang berpartisipasi dalam upaya perlindungan lingkungan hidup tidak dapat dituntut secara hukum.

Dalam sidang hari ini, Kamis (28/8), MK mengabulkan sebagian permohonan pengujian materiil Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).

Perkara Nomor: 119/PUU-XXIII/2025 tersebut diajukan oleh dua mahasiswa yakni Leonardo Petersen Agustinus Turnip dan Jovan Gregorius Naibaho.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam amar putusannya, MK menyatakan Penjelasan Pasal 66 UU PPLH bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai:

"Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi setiap orang, termasuk korban, pelapor, saksi, ahli, dan aktivis lingkungan yang berpartisipasi dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan/atau menempuh cara hukum akibat adanya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Perlindungan ini dimaksudkan untuk mencegah tindakan pembalasan melalui pemidanaan, gugatan perdata dan/atau upaya hukum lainnya dengan tetap memperhatikan kemandirian peradilan".

Sementara dalam pertimbangannya, MK menyatakan definisi setiap orang sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 32 UU PPLH merupakan bentuk perlindungan terhadap hak konstitusional atas lingkungan hidup.

Oleh karena itu, cakupan Pasal 66 UU PPLH yang mengatur perlindungan hukum bagi setiap orang harus dimaknai sebagaimana tercantum dalam norma batang tubuh, dan tidak dibatasi hanya pada korban atau pelapor dugaan pencemaran maupun perusakan lingkungan.

"Pemaknaan tersebut mencakup setiap orang yang terlibat dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dan/atau memperjuangkan pemulihan lingkungan hidup yang tercemar atau rusak karena tindakan tertentu," kata Hakim Konstitusi Arsul Sani sebagaimana dilansir dari laman MK, Kamis (28/8).

"Pemaknaan demikian menjadi penting mengingat hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 28H ayat (1) UUD NRI Tahun 1945," sambungnya.

Arsul menjelaskan hak konstitusional tersebut ditegaskan pula dalam UU PPLH yang dijabarkan lebih lanjut dengan adanya hak setiap orang untuk mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Oleh karena itu, lanjut dia, setiap orang juga berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.

Dengan demikian, dalam konteks tujuan sesungguhnya norma Pasal 66 UU PPLH, setiap orang sebagai subjek yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dibatasi hanya pada subjek yang menjadi korban dan/atau pelapor saja atas terjadinya kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup, tetapi juga mencakup seseorang dan/atau kumpulan orang yang tergabung atau berada di bawah badan hukum/lembaga tertentu, termasuk organisasi swadaya masyarakat, yang secara terus-menerus dan berkelanjutan melakukan kegiatan dan kepedulian terhadap lingkungan hidup.

Demikian pula subjek tersebut seharusnya secara jelas mencakup pula seseorang yang menjadi saksi atau ahli terkait dengan proses hukum atau administrasi pemerintahan akibat terjadinya pencemaran atau perusakan lingkungan hidup.

"Jika cakupan makna setiap orang ini diabaikan dan terlebih dipersempit dengan rumusan Penjelasan Pasal 66 UU 32/2009, maka tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sulit tercapai, yakni salah satunya untuk menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia," kata Arsul.

Oleh karena tujuan ketentuan dimaksud di antaranya berkaitan dengan jaminan perlindungan hak, maka UU 32/2009 juga menekankan pelaksanaan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat yang didasarkan salah satunya pada asas partisipasi agar setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung.

MK menegaskan Pasal 66 UU 32/2009 esensinya tidak hendak membatasi orang yang berhak mendapat perlindungan hukum karena memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah yang telah mengajukan upaya hukum akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Sebaliknya, Penjelasan Pasal 66 UU 32/2009 yang menjelaskan bahwa perlindungan yang diberikan adalah untuk melindungi korban dan/atau pelapor yang menempuh cara hukum akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup dan perlindungan demikian bertujuan mencegah pembalasan melalui pemidanaan atau gugatan perdata dengan tetap menjaga kemandirian peradilan.

Artinya, dalam batas penalaran yang wajar, Penjelasan Pasal 66 UU PPLH telah secara jelas membatasi terhadap orang yang mendapatkan perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 UU PPLH hanya jika orang tersebut melakukan upaya hukum atas peristiwa perusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup.

Menurut MK, pengertian sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 66 UU PPLH merupakan pembatasan dari makna "setiap orang" yang terdapat dalam Pasal 66 UU PPLH.

Pembatasan itu selain dapat mereduksi semangat partisipasi setiap orang dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang didorong dalam UU PPLH, juga dapat mempersempit makna peran serta masyarakat dan perlindungan hukum atas hak-hak lingkungan hidup sebatas pada melakukan upaya hukum tertentu saja.

Dengan kata lain, Penjelasan Pasal 66 UU PPLH secara langsung mempersempit berlakunya norma Pasal 66 UU PPLH yang disebabkan oleh adanya pembatasan makna "setiap orang" dalam Penjelasan Pasal 66 UU PPLH yang hanya dimaksudkan untuk melindungi "korban dan/atau pelapor yang menempuh cara hukum".

Pembatasan tersebut dapat menyempitkan makna peran serta masyarakat dan perlindungan hukum atas hak-hak lingkungan hidup yang dijamin oleh UUD NRI Tahun 1945.

Padahal, rumusan penjelasan Pasal dalam suatu Undang-undang tidak boleh bertentangan dengan materi pokok yang diatur dalam batang tubuh dan tidak boleh pula memperluas, mempersempit atau menambah pengertian norma yang ada dalam batang tubuh.

Berdasarkan argumen tersebut, pembatasan makna frasa "setiap orang" sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 66 UU 32/2009 yang hanya dimaksudkan untuk melindungi "korban dan/atau pelapor yang menempuh cara hukum sebagaimana didalilkan para Pemohon dinilai MK telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan oleh karenanya harus dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai sebagaimana dinyatakan dalam amar putusan a quo.

(ryn/gil)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER