Melihat situasi yang kian genting, dalam konferensi pers secara daring pada Senin (1/9), Aliansi Akademisi Peduli yang terdiri dari ratusan akademisi di Indonesia menyampaikan seruan keras kepada pemerintah untuk merombak seluruh kebijakan dan menghentikan represi di tengah gelombang demonstrasi yang merebak di berbagai daerah beberapa hari terakhir:
1. Restrukturisasi kabinet dan pejabat negara agar ramping, efisien, berbasis kompetensi, dan bukan kepentingan politik.
2. Meninjau kebijakan anggaran yang salah sasaran, termasuk menolak pembebanan pajak berlebihan kepada rakyat dan fasilitas berlebih bagi pejabat negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
3. Mengoreksi instrumen hukum dan kebijakan instan yang sarat kepentingan, serta memprioritaskan pengesahan RUU Perampasan Aset.
4. Memberantas korupsi dan gratifikasi.
5. Menghentikan tindakan represif terhadap gerakan masyarakat sipil, serta memastikan aparat hanya menindak penyusup yang memicu anarki.
6. Menghentikan praktik pemberian penghargaan politik kepada lingkar kekuasaan.
7. Mencegah diskriminasi rasial dan kekerasan berbasis gender.
Aliansi tersebut terdiri dari akademisi berbagai perguruan tinggi di Indonesia seperti di antaranya dari UI, UGM, Unpad, IPB, UKI, Unsrat, Unsri, hingga Unhas.
Selain itu dari pihak kampus pun beberapa ada yang telah menelurkan sikap, termasuk di perguruan-perguruan tinggi di DI Yogyakarta. Beberapa di antaranya adalah:
Seruan UGM yang disampaikan Rektor P of dr Ova Emilia menyatakan dukungan terhadap gerakan damai nonkekerasan atas tuntutan masyarakat untuk mendorong pemerintah melakukan perbaikan menyeluruh, khususnya dalam penegakan hukum, pemulihan ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
"UGM mengingatkan pemerintah dan DPR agar membatalkan kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada keadilan, menambah kesenjangan di antara elit politik dan rakyat, yang telah mengancam keberlangsungan demokrasi dan supremasi sipil serta menguntungkan kepentingan para elit politik dan kelompok oligarki," kata Ova di kampus, disiarkan pada kanal YouTube UGM, Minggu (31/8).
Dalam kesempatan terpisah, Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Prof Dr Achmad Nurmandi, Sabtu (30/8), menyatakan pihaknya, "Menuntut pemimpin bangsa, aparat penegak hukum, dan para pengambil kebijakan untuk lebih peka terhadap aspirasi masyarakat, mengutamakan sikap arif, serta menampilkan keteladanan dalam menyelesaikan persoalan. Kepemimpinan yang baik adalah yang mampu mendengar, menghargai, dan melayani rakyat dengan tulus."
Kemudian Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, melalui Rektor Prof Fathul Wahid mendesak pemerintah dan DPR tak melakukan pengabaian dan pembungkaman suara rakyat.
"Semua-tentang rakyat yang suaranya diabaikan, tentang kebijakan negara yang semakin menghimpit rakyat, tentang suara kritis yang dibungkam. Di sisi lain, elite bergelimang kuasa untuk diri sendiri dan kroninya, menjarah kekayaan negara, dengan mengabaikan kepentingan jangka panjang bangsa," kata Fathul Wahid dalam pernyataan sikap UII, Minggu (31/8).
"Menuntut DPR RI untuk segera menghentikan sikap tidak sensitif terhadap kesulitan hidup rakyat, dengan mendengarkan aspirasi masyarakat yang selama ini diabaikan; melaksanakan fungsi pengawasan dengan sungguh-sungguh, termasuk dalam kasus kebrutalan aparat terhadap mahasiswa dan demonstran; dan menempatkan kepentingan rakyat di atas segala kepentingan politik praktis," sambungnya.
Fathul Wahid menyatakan pihaknya juga mendesak pemerintah bertanggung jawab, menjamin tidak ada impunitas bagi aparat yang terlibat, dan ulang kebijakan ekonomi dan sosial agar lebih berpihak pada rakyat.
Sederet figur publik juga menyuarakan tuntutan bertajuk 17+8 Tuntutan Rakyat di akun media sosial mereka pada Senin (1/9). Beberapa di antara para figur publik tersebut yang mengunggah kampanye 17+8 Tuntutan Rakyat di akun media sosial masing-masing di antaranya adalah Jerome Polin, Andovi Da Lopez, Salman Aristo, hingga Soleh Solihun.
Dalam tuntutan tersebut, mereka menampilkan poster atau salindia yang menampilkan secara rinci 17 tuntutan rakyat segera dipenuhi dalam waktu sepekan hingga 5 September. Sedangkan, 8 tuntutan sisanya, harus diselesaikan dalam setahun setelahnya, dan berikut daftarnya:
17 Tuntutan Jangka Pendek (dalam sepekan)
1. Tarik TNI dari pengamanan sipil dan pastikan tak ada kriminalisasi demonstran.
2. Bentuk tim investigasi kematian Affan Kurniawan dan korban demo lainnya.
3. Bekukan kenaikan tunjangan, gaji, dan fasilitas baru anggota DPR.
4. Publikasikan transparansi anggaran.
5. Dorong Badan Kehormatan DPR periksa anggota bermasalah.
6. Pecat atau sanksi kader partai politik yang tidak etis.
7. Umumkan komitmen partai untuk berpihak pada rakyat.
8. Libatkan kader partai dalam ruang dialog bersama publik.
9. Bebaskan seluruh demonstran yang ditahan.
10. Hentikan tindakan represif aparat dalam mengawal demo.
11. Tangkap dan proses hukum aparat yang memerintahkan atau melakukan kekerasan.
12. TNI segera kembali ke barak.
13. TNI tak boleh ambil alih fungsi Polri.
14. Pastikan TNI tak masuk ruang sipil saat krisis demokrasi.
15. Pastikan upah layak untuk buruh.
16. Pemerintah segera cegah PHK massal.
17. Buka dialog dengan serikat buruh soal upah murah dan outsourcing.
8 Tuntutan Jangka Panjang (setahun ke depan)
1. Reformasi DPR besar-besaran; audit dan perketat syarat anggota.
2. Reformasi partai politik, termasuk laporan keuangan terbuka.
3. Reformasi sektor perpajakan.
4. Sahkan RUU Perampasan Aset.
5. Reformasi kepolisian agar profesional dan humanis.
6. TNI kembali ke barak.
7. Perkuat Komnas HAM dan lembaga pengawas independen.
8. Tinjau ulang kebijakan sektor ekonomi dan ketenagakerjaan, termasuk PSN dan UU Ciptaker.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto dalam konferensi pers bersama para ketua umum partai parlemen di Istana Kepresidenan, Minggu (31/8), berjanji akan merespons aspirasi rakyat. Ia memastikan DPR mencabut sejumlah fasilitas anggota, termasuk tunjangan dan kunjungan kerja luar negeri.
Prabowo juga meminta kementerian dan lembaga menerima perwakilan rakyat yang hendak menyampaikan kritik dan aspirasi. Ia menegaskan pemerintah akan mendengar aspirasi masyarakat.
Oleh karena itu, ia berharap penyampaian aspirasi dilakukan dengan damai dan sesuai aturan.
Bukan hanya itu, Prabowo menyebut ada gejala makar dan terorisme di situasi beberapa hari terakhir di Jakarta dan beberapa kota lainnya di Indonesia.
"Namun kita tidak dapat pungkiri bahwa sudah mulai kelihatan gejala adanya tindakan-tindakan di luar hukum, bahkan melawan hukum, bahkan ada yang mengarah terhadap, mengarah kepada makar dan terorisme," kata Prabowo.
Prabowo mengatakan penyampaian aspirasi dan kebebasan berkumpul diatur undang-undang serta konvensi PBB. Namun, kerusuhan hingga penjarahan merupakan pelanggaran hukum. Ia mengimbau masyarakat menyampaikan aspirasi dengan cara yang baik. Prabowo menjamin semua aspirasi akan didengar.
Kemudian, pada Selasa (2/9), Mendagri Tito Karnavian mewakili pemerintah merespons daftar 17+8 tuntutan rakyat yang ditujukan kepada Presiden Prabowo Subianto, DPR RI, partai politik, Polri, TNI, hingga kementerian sektor ekonomi.
Tito mengatakan pemerintah akan memetakan terlebih dahulu mana tuntutan yang menjadi kewenangan pemerintah dan mana yang harus ditindaklanjuti lembaga lain.
"Mengenai masalah tuntutan-tuntutan yang nanti kita akan tentu dari pemerintah akan mana yang menjadi tuntutan kepada pemerintah, kepada mana yang menjadi tuntutan kepada DPR tentu akan dibaca, mana yang bisa diakomodir," ujarnya dalam konferensi pers di Kemendagri, Jakarta Pusat, Selasa.
"Semua akan dikomunikasikan internal pemerintah dulu kita lihat seperti apa tuntutan yang bisa diakomodir sesuai aturan-aturan yang ada dan mana yang menjadi kewenangan dari instansi lain misalnya DPR," imbuhnya lebih lanjut.
Gelombang aksi unjuk rasa meluas di Jakarta dan berbagai daerah sejak 25 Agustus 2025. Aksi pertama dipimpin pelajar dan mahasiswa di depan kompleks parlemen, namun berujung ricuh setelah aparat membubarkan massa.
Protes berlanjut pada 28-31 Agustus di tiga titik utama Jakarta, yakni DPR, Polda Metro Jaya, dan Mako Brimob Kwitang, Jakarta Pusat. Situasi memanas setelah Affan Kurniawan (21), pengemudi ojek online, tewas dilindas kendaraan taktis Brimob saat aksi Kamis (28/8).
Gelombang demonstrasi kemudian menyebar ke sejumlah kota besar, termasuk Bandung, Surabaya, Makassar, hingga Medan.
Koalisi masyarakat sipil lalu merilis daftar 17+8 tuntutan rakyat yang disebut sebagai agenda transparansi, reformasi, dan empati. Desakan ini ditujukan kepada pemerintah, DPR, partai politik, TNI, Polri, serta kementerian terkait sebagai bentuk akuntabilitas pasca rentetan aksi unjuk rasa.
(kay/ely/del/kid)