Jakarta, CNN Indonesia --
Gelombang demonstrasi terjadi di sejumlah kota di Indonesia, termasuk Jakarta, selama sepekan terakhir sejak Agustus lalu.
Gelombang demo tersebut mulanya dipicu protes gaji tunjangan DPR RI. Aksi demo itu pun meluas setelah kematian pengemudi ojek online (ojol) Affan Kurniawan karena dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob saat pengamanan unjuk rasa pada Kamis (28/9) malam.
Setelahnya, dalam gelombang demo di beberapa titik terjadi bentrok antara polisi dan massa, bahkan hingga menelan korban jiwa. Korban luka kekerasan baik di pihak sipil maupun aparat pun berjatuhan dalam bentrok tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peristiwa ini pun mendapatkan sorotan dari Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights/OHCHR).
OHCHR mendesak Pemerintah RI melakukan penyelidikan menyeluruh terkait cara aparat menangani serangkaian demonstrasi yang berlangsung di Indonesia.
"Kami menyerukan investigasi yang cepat, menyeluruh, dan transparan terhadap semua dugaan pelanggaran hukum hak asasi manusia internasional, termasuk yang berkaitan dengan penggunaan kekuatan," kata juru bicara OHCHR Ravina Shamdasani melalui rekaman video eksklusif kepada CNN Indonesia pada Senin (1/9) malam.
Di Indonesia tuntutan pun menggema dalam gelombang demonstrasi itu. Massa mahasiswa, buruh, akademisi, hingga koalisi sipil menyuarakan desakan perubahan kebijakan dan tanggung jawab negara atas kekerasan aparat.
Bahkan sejumlah selebritas dan figur publik pun ikut menggemakan tuntutan yang sebenarnya harus dipenuhi pemerintah dan DPR dengan kampanye '17+8 tuntutan rakyat'.
Berikut sederet tuntutan dari rakyat yang CNNIndonesia.com rangkum dalam aksi demonstrasi selama sepekan terakhir:
Tuntutan Mahasiswa dan koalisi sipil
Massa mahasiswa dan koalisi masyarakat sipil masih menjadi motor yang menuntut evaluasi atas kebijakan diduga tak benar hingga memprotes kekerasan aparat. Aksi demonstrasi mahasiswa i itu terjadi di berbagai daerah dari mulai di pusat pemerintahan, Jakarta, hingga daerah.
Misalnya di Lampung, elemen mahasiswa dan masyarakat yang berunjuk rasa di depan kantor DPRD Lampung, Bandar Lampung pada Senin (1/9), menyuarakan 10 tuntutan yakni:
1. Mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan Undang-Undang (UU) Perampasan Aset.
2. Memotong tunjangan dan gaji Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai bentuk efisiensi dan tanggung jawab moral.
3. Meningkatkan kualitas gaji dosen dan guru di seluruh Indonesia.
4. Memerintahkan Presiden Prabowo Subianto untuk segera memecat menteri-menteri yang problematik.
5. Meminta Presiden menekan ketua partai yang menduduki jabatan di eksekutif maupun legislatif untuk diberhentikan atau direstrukturisasi.
6. Reformasi total Polri dan adili pelaku pembunuhan Affan Kurniawan serta evaluasi kinerja Polda Lampung.
7. Menolak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHAP) yang merugikan rakyat.
8. Menolak efisiensi terhadap sektor pendidikan dan kesehatan.
9. Berhenti menggunakan pajak rakyat untuk menindas rakyat.
10. Pembebasan lahan untuk petani anak juga reformasi agraria pembebasan lahan di Lampung.
Contoh lain yakni pada hari yang sama, Aliansi Jogja Memanggil menggelar aksi damai di kawasan Bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM), Sleman, DIY, Senin (1/9) siang. Mereka menyuarakan desakan dihentikannya brutalitas aparat kepolisian. Dalam aksi bertajuk 'Jogja Memanggil: Maklumat Rakyat' mereka menyuarakan sejumlah tuntutan, di antaranya mengecam keras arogansi dan brutalitas aparat keamanan serta mendesak reformasi total Polri dan TNI.
Adapun belasan tuntutan dari massa aksi antara lain:
1. Gagalkan pemangkasan anggaran pendidikan dan wujudkan pendidikan gratis
2. Usut tuntas brutalitas aparat yang merenggut nyawa rakyat
3. Bebaskan semua demonstran, pejuang lingkungan, HAM, dan demokrasi.
4. Kemudian mendesak adanya reformasi Polri dan TNI secara total
5. Tarik militer ke barak, hapus komando teritori, dan cabut UU TNI
6. Turunkan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajaki orang kaya setinggi-tingginya.
7. Hapus program Makan Bergizi Gratis (MBG);
8. Hapus segala tunjangan di luar gaji pokok dan jaminan sosial-kesehatan bagi anggota DPR, pejabat pemerintahan, serta perwira TNI-Polri;
9. Setarakan gaji pejabat negara dengan upah buruh rata-rata.
10. Naikkan upah buruh, turunkan kebutuhan pokok rakyat
11. Gratiskan biaya kesehatan bagi semua rakyat; gagalkan segala proyek strategis nasional
12. Lawan segala mafia tanah
13. Sahkan RUU Perampasan Aset.
14. Gagalkan upaya menaikkan status kepahlawanan Soeharto; tangkap, adili, dan penjarakan pejabat dan aparat pelanggar HAM.
Kemudian aksi di Jakarta berlangsung bergelombang sejak 25 Agustus, terutama di depan gedung DPR hingga depan Mapolda Metro Jaya dan Mabes Polri.
Aksi di depan DPR pada Jumat (29/8) siang menjadi rangkaian dari demo yang berlangsung beberapa hari terakhir. Demo pada 25 Agustus menyuarakan sejumlah tuntutan, seperti menolak tunjangan fantastis anggota DPR.
Kemudian pada demo 28 Agustus, peserta aksi menyuarakan enam tuntutan, seperti penghapusan sistem pekerja alih daya, kenaikan upah minimum 2026 hingga 10,5 persen, penghentian PHK massal, reformasi pajak, hingga pengesahan RUU Ketenagakerjaan sesuai putusan MK.
Demo 28 Agustus memicu amarah publik menyusul upaya polisi memecah massa berujung pada tewasnya driver ojek online (ojol) Affan Kurniawan imbas dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob.
Situasi tersebut membuat para driver ojol dan banyak lapisan masyarakat kembali turun ke jalan menyuarakan kekecewaan terhadap pemerintah dan polisi. Di Jakarta, aksi dilakukan di Mako Brimob dan DPR.
Aksi serupa juga dilakukan di beberapa daerah, seperti Bandung, Surabaya, Solo, hingga Makassar.
Sementara itu, dilansir dari laman LBH Pers, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian (RFP) menuntut adanya reformasi kepolisian secara struktural, di antaranya:
1. Penempatan fungsi pengamanan sipil Polri di bawah Mendagri.
2. Fungsi lalu lintas dan administrasi kendaraan di bawah Kemenhub.
3. Restrukturisasi penyidikan pidana di bawah lembaga independen.
4. Pengawasan independen atas seluruh tindakan penyidik.
5. Evaluasi menyeluruh fungsi dan relevansi Brimob.
Di daerah lain misal di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Ratusan mahasiswa dari 12 elemen yang tergabung dalam Cipayung Plus dan BEM menggelar aksi demonstrasi di depan kantor DPRD NTT, Senin (1/9).
Aksi massa berlangsung selama empat jam dimulai pukul 10.30 dan berakhir pukul 14.50 wita. Aksi dimulai dengan longmars dari GOR Oepoi di Jalan W.J Lalamentik menuju Kantor DPRD NTT.
Selain melakukan orasi dari atas mobil komando, massa aksi juga membawa poster dan spanduk yang inti mendesak DPR untuk membatalkan semua tunjangan karena rakyat sedang susah saat ini.
Dalam tuntutan yang dibacakan koordinator aksi ada 11 point tuntutan san desakan yang disampaikan di depan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) yang menerima kedatangan para mahasiswa di gerbang kantor DPRD NTT.
Tuntutan dan desakan yang disampaikan dalam pernyataan sikap itu antara lain
1. Mendesak DPR untuk mengesahkan RUU Perampasan Aset,4.
2. Pencopotan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo,
3. Menolak kenaikan tunjangan DPR
4. Menurunkan Pajak Pertambahan Nilai (PPB),
5. Pengusutan secara tuntas dan transparan tewasnya korban kekerasan di tengah aksi di berbagai daerah, seperti almarhum Affan Kurniawan dan Reza Prarama.
6. Menuntut Presiden Prabowo Subianto untuk bertanggungjawab terhadap situasi negara saat ini
7. Menghentikan tindakan represif aparat keamanan terhadap para demonstran.
8. Menghentikan keterlibatan TNI dalam pengawalan massa aksi
9. Menghentikan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang marak terjadi di NTT.
Tuntutan massa buruh
Tak hanya itu, aksi demonstrasi massa buruh juga terjadi depan gedung DPR RI di Jakarta pada Kamis (28/8) siang. Para peserta aksi menyampaikan enam tuntutan:
1. Hapus Outsourcing dan Tolak Upah Murah
2. Stop PHK : Bentuk Satgas PHK
3. Reformasi Pajak Perburuhan : Naikan PTKP menjadi Rp. 7.500.000,- / bulan, Hapus Pajak Pesangon, Hapus Pajak THR, Hapus Pajak JHT, Hapus diskriminasi Pajak Perempuan Menikah.
4. Sahkan Rancangan Undang-undang Ketenagakerjaan tanpa Omnibus Law
5. Sahkan RUU Perampasan Aset : Berantas Korupsi
6. Revisi RUU Pemilu : Redesain Sistem Pemilu 2029.
Baca halaman selanjutnya
Tuntutan Akademisi
Melihat situasi yang kian genting, dalam konferensi pers secara daring pada Senin (1/9), Aliansi Akademisi Peduli yang terdiri dari ratusan akademisi di Indonesia menyampaikan seruan keras kepada pemerintah untuk merombak seluruh kebijakan dan menghentikan represi di tengah gelombang demonstrasi yang merebak di berbagai daerah beberapa hari terakhir:
1. Restrukturisasi kabinet dan pejabat negara agar ramping, efisien, berbasis kompetensi, dan bukan kepentingan politik.
2. Meninjau kebijakan anggaran yang salah sasaran, termasuk menolak pembebanan pajak berlebihan kepada rakyat dan fasilitas berlebih bagi pejabat negara.
3. Mengoreksi instrumen hukum dan kebijakan instan yang sarat kepentingan, serta memprioritaskan pengesahan RUU Perampasan Aset.
4. Memberantas korupsi dan gratifikasi.
5. Menghentikan tindakan represif terhadap gerakan masyarakat sipil, serta memastikan aparat hanya menindak penyusup yang memicu anarki.
6. Menghentikan praktik pemberian penghargaan politik kepada lingkar kekuasaan.
7. Mencegah diskriminasi rasial dan kekerasan berbasis gender.
Aliansi tersebut terdiri dari akademisi berbagai perguruan tinggi di Indonesia seperti di antaranya dari UI, UGM, Unpad, IPB, UKI, Unsrat, Unsri, hingga Unhas.
Selain itu dari pihak kampus pun beberapa ada yang telah menelurkan sikap, termasuk di perguruan-perguruan tinggi di DI Yogyakarta. Beberapa di antaranya adalah:
Seruan UGM yang disampaikan Rektor P of dr Ova Emilia menyatakan dukungan terhadap gerakan damai nonkekerasan atas tuntutan masyarakat untuk mendorong pemerintah melakukan perbaikan menyeluruh, khususnya dalam penegakan hukum, pemulihan ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
"UGM mengingatkan pemerintah dan DPR agar membatalkan kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada keadilan, menambah kesenjangan di antara elit politik dan rakyat, yang telah mengancam keberlangsungan demokrasi dan supremasi sipil serta menguntungkan kepentingan para elit politik dan kelompok oligarki," kata Ova di kampus, disiarkan pada kanal YouTube UGM, Minggu (31/8).
Dalam kesempatan terpisah, Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Prof Dr Achmad Nurmandi, Sabtu (30/8), menyatakan pihaknya, "Menuntut pemimpin bangsa, aparat penegak hukum, dan para pengambil kebijakan untuk lebih peka terhadap aspirasi masyarakat, mengutamakan sikap arif, serta menampilkan keteladanan dalam menyelesaikan persoalan. Kepemimpinan yang baik adalah yang mampu mendengar, menghargai, dan melayani rakyat dengan tulus."
Kemudian Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, melalui Rektor Prof Fathul Wahid mendesak pemerintah dan DPR tak melakukan pengabaian dan pembungkaman suara rakyat.
"Semua-tentang rakyat yang suaranya diabaikan, tentang kebijakan negara yang semakin menghimpit rakyat, tentang suara kritis yang dibungkam. Di sisi lain, elite bergelimang kuasa untuk diri sendiri dan kroninya, menjarah kekayaan negara, dengan mengabaikan kepentingan jangka panjang bangsa," kata Fathul Wahid dalam pernyataan sikap UII, Minggu (31/8).
"Menuntut DPR RI untuk segera menghentikan sikap tidak sensitif terhadap kesulitan hidup rakyat, dengan mendengarkan aspirasi masyarakat yang selama ini diabaikan; melaksanakan fungsi pengawasan dengan sungguh-sungguh, termasuk dalam kasus kebrutalan aparat terhadap mahasiswa dan demonstran; dan menempatkan kepentingan rakyat di atas segala kepentingan politik praktis," sambungnya.
Fathul Wahid menyatakan pihaknya juga mendesak pemerintah bertanggung jawab, menjamin tidak ada impunitas bagi aparat yang terlibat, dan ulang kebijakan ekonomi dan sosial agar lebih berpihak pada rakyat.
17+8 Tuntutan Rakyat
Sederet figur publik juga menyuarakan tuntutan bertajuk 17+8 Tuntutan Rakyat di akun media sosial mereka pada Senin (1/9). Beberapa di antara para figur publik tersebut yang mengunggah kampanye 17+8 Tuntutan Rakyat di akun media sosial masing-masing di antaranya adalah Jerome Polin, Andovi Da Lopez, Salman Aristo, hingga Soleh Solihun.
Dalam tuntutan tersebut, mereka menampilkan poster atau salindia yang menampilkan secara rinci 17 tuntutan rakyat segera dipenuhi dalam waktu sepekan hingga 5 September. Sedangkan, 8 tuntutan sisanya, harus diselesaikan dalam setahun setelahnya, dan berikut daftarnya:
17 Tuntutan Jangka Pendek (dalam sepekan)
1. Tarik TNI dari pengamanan sipil dan pastikan tak ada kriminalisasi demonstran.
2. Bentuk tim investigasi kematian Affan Kurniawan dan korban demo lainnya.
3. Bekukan kenaikan tunjangan, gaji, dan fasilitas baru anggota DPR.
4. Publikasikan transparansi anggaran.
5. Dorong Badan Kehormatan DPR periksa anggota bermasalah.
6. Pecat atau sanksi kader partai politik yang tidak etis.
7. Umumkan komitmen partai untuk berpihak pada rakyat.
8. Libatkan kader partai dalam ruang dialog bersama publik.
9. Bebaskan seluruh demonstran yang ditahan.
10. Hentikan tindakan represif aparat dalam mengawal demo.
11. Tangkap dan proses hukum aparat yang memerintahkan atau melakukan kekerasan.
12. TNI segera kembali ke barak.
13. TNI tak boleh ambil alih fungsi Polri.
14. Pastikan TNI tak masuk ruang sipil saat krisis demokrasi.
15. Pastikan upah layak untuk buruh.
16. Pemerintah segera cegah PHK massal.
17. Buka dialog dengan serikat buruh soal upah murah dan outsourcing.
8 Tuntutan Jangka Panjang (setahun ke depan)
1. Reformasi DPR besar-besaran; audit dan perketat syarat anggota.
2. Reformasi partai politik, termasuk laporan keuangan terbuka.
3. Reformasi sektor perpajakan.
4. Sahkan RUU Perampasan Aset.
5. Reformasi kepolisian agar profesional dan humanis.
6. TNI kembali ke barak.
7. Perkuat Komnas HAM dan lembaga pengawas independen.
8. Tinjau ulang kebijakan sektor ekonomi dan ketenagakerjaan, termasuk PSN dan UU Ciptaker.
[Gambas:Photo CNN]
Respons Prabowo
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto dalam konferensi pers bersama para ketua umum partai parlemen di Istana Kepresidenan, Minggu (31/8), berjanji akan merespons aspirasi rakyat. Ia memastikan DPR mencabut sejumlah fasilitas anggota, termasuk tunjangan dan kunjungan kerja luar negeri.
Prabowo juga meminta kementerian dan lembaga menerima perwakilan rakyat yang hendak menyampaikan kritik dan aspirasi. Ia menegaskan pemerintah akan mendengar aspirasi masyarakat.
Oleh karena itu, ia berharap penyampaian aspirasi dilakukan dengan damai dan sesuai aturan.
Bukan hanya itu, Prabowo menyebut ada gejala makar dan terorisme di situasi beberapa hari terakhir di Jakarta dan beberapa kota lainnya di Indonesia.
"Namun kita tidak dapat pungkiri bahwa sudah mulai kelihatan gejala adanya tindakan-tindakan di luar hukum, bahkan melawan hukum, bahkan ada yang mengarah terhadap, mengarah kepada makar dan terorisme," kata Prabowo.
Prabowo mengatakan penyampaian aspirasi dan kebebasan berkumpul diatur undang-undang serta konvensi PBB. Namun, kerusuhan hingga penjarahan merupakan pelanggaran hukum. Ia mengimbau masyarakat menyampaikan aspirasi dengan cara yang baik. Prabowo menjamin semua aspirasi akan didengar.
Kemudian, pada Selasa (2/9), Mendagri Tito Karnavian mewakili pemerintah merespons daftar 17+8 tuntutan rakyat yang ditujukan kepada Presiden Prabowo Subianto, DPR RI, partai politik, Polri, TNI, hingga kementerian sektor ekonomi.
Tito mengatakan pemerintah akan memetakan terlebih dahulu mana tuntutan yang menjadi kewenangan pemerintah dan mana yang harus ditindaklanjuti lembaga lain.
"Mengenai masalah tuntutan-tuntutan yang nanti kita akan tentu dari pemerintah akan mana yang menjadi tuntutan kepada pemerintah, kepada mana yang menjadi tuntutan kepada DPR tentu akan dibaca, mana yang bisa diakomodir," ujarnya dalam konferensi pers di Kemendagri, Jakarta Pusat, Selasa.
"Semua akan dikomunikasikan internal pemerintah dulu kita lihat seperti apa tuntutan yang bisa diakomodir sesuai aturan-aturan yang ada dan mana yang menjadi kewenangan dari instansi lain misalnya DPR," imbuhnya lebih lanjut.
Gelombang aksi unjuk rasa meluas di Jakarta dan berbagai daerah sejak 25 Agustus 2025. Aksi pertama dipimpin pelajar dan mahasiswa di depan kompleks parlemen, namun berujung ricuh setelah aparat membubarkan massa.
Protes berlanjut pada 28-31 Agustus di tiga titik utama Jakarta, yakni DPR, Polda Metro Jaya, dan Mako Brimob Kwitang, Jakarta Pusat. Situasi memanas setelah Affan Kurniawan (21), pengemudi ojek online, tewas dilindas kendaraan taktis Brimob saat aksi Kamis (28/8).
Gelombang demonstrasi kemudian menyebar ke sejumlah kota besar, termasuk Bandung, Surabaya, Makassar, hingga Medan.
Koalisi masyarakat sipil lalu merilis daftar 17+8 tuntutan rakyat yang disebut sebagai agenda transparansi, reformasi, dan empati. Desakan ini ditujukan kepada pemerintah, DPR, partai politik, TNI, Polri, serta kementerian terkait sebagai bentuk akuntabilitas pasca rentetan aksi unjuk rasa.