BEM se-UI hingga ITB Gelar Aksi Kecam Kekerasan Aparat di Bandung
Dugaan aksi represif aparat, termasuk terhadap massa mahasiswa hingga masuk kawasan kampus Unisba dan Unpas, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (1/9) malam mendapatkan kecaman berbagai pihak.
BEM KM ITB menggelar aksi seribu lilin sebagai bentuk keprihatinan atas peristiwa-peristiwa kekerasan aparat itu.
Mengutip dari akun Instagram-nya, aksi seribu lilin itu digelar di Amphiteater ITB Jatinangor, Sumedang, Jabar, Selasa (2/9) petang.
"Seribu lilin untuk keprihatinan, satu suara untuk perlawanan," demikian tercantum dalam poster yang diunggah di akun media sosial Instagramnya.
Aksi itu pun diikuti bukan hanya oleh mahasiswa, melainkan civitas akademika ITB.
"Melihat situasi dan kondisi yang terjadi saat ini, di mana tindakan represif aparat dan berbagai bentuk penindasan negara terhadap rakyat terus marak terjadi," demikian keterangan gambar dalam unggahan tersebut.
Presiden Keluarga Mahasiswa (KM) Institut Teknologi Bandung (ITB) Farrel Faiz Firmansyah menyampaikan pernyataan sikap terkait krisis demokrasi dan maraknya tindakan vandalisme yang terjadi belakangan ini.
Farrel menilai situasi tersebut bukanlah peristiwa yang muncul tiba-tiba, melainkan buah dari keteledoran, ketidakpuasan, hingga sikap represif pemerintah dan aparat terhadap demonstran. Ia mengakui pemerintah, terutama Presiden, sudah mengambil langkah tegas, namun hal itu dinilai belum cukup.
"Pola kerusuhan, pengambilan keputusan mendadak, hingga perubahan yang berulang terus menjadi sejarah yang tak pernah dijadikan pengingat," kata Farrel dalam keterangan tertulis, Selasa malam.
Dalam sikap resminya, KM ITB menyampaikan sejumlah desakan, antara lain:
1. Menuntut Pemerintah untuk melakukan evaluasi secara besar-besaran dan menyeluruh terhadap seluruh kebijakan dan keberjalanan pemerintahan Republik Indonesia, termasuk:
- Menuntut Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengevaluasi semua kebijakan mengenai kenaikan tunjangan-tunjangan yang tidak sesuai dengan kinerja Pemerintah dalam mewujudkan keadilan sosial melalui ekonomi kerakyatan.
- Menuntut keras pemerintah untuk segera mencabut dan merevisi kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat seperti UU TNI, RKUHAP, dan skema ketenagakerjaan.
- Menolak segala bentuk intervensi militer ke ranah sipil serta menuntut militer untuk kembali ke barak.
2. Menuntut adanya reformasi institusi keamanan dan ketahanan di Indonesia secara mengakar dan menyeluruh.
- Mengutuk keras represivitas dan kekerasan yang dilakukan oleh institusi polisi kepada masyarakat Indonesia, terkhusus tindakan-tindakan yang memakan korban selama demonstrasi.
- Menuntut keadilan bagi korban dan hukuman bagi oknum brutalitas.
- Menuntut kebebasan saudara-saudara massa aksi kami yang ditahan sepanjang tahun 2025 di seluruh Indonesia tanpa syarat.
3. Mengawal segera pembahasan dan peninjauan kembali kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada rakyat.
- RUU Perampasan Aset yang memberikan efek jera koruptor.
- RUU Ketenagakerjaan yang adil bagi seluruh buruh.
- RUU Pemilu dengan sistem "Proporsional Tertutup" dengan perwakilan distrik tunggal dalam pemilihan umum DPR.
4. Menuntut keras pemerintah untuk segera mencabut dan merevisi kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat seperti UU TNI, RKUHAP, dan skema ketenagakerjaan.
5. Menuntut agar pemerintah melakukan evaluasi terhadap cara komunikasi publik buruk yang telah dilakukan.
6. Menuntut pemerintah dan aparat keamanan serta ketahanan untuk memberikan ruang bebas dan aman untuk menyatakan pendapat dan menyampaikan aspirasinya.
7. Mendukung 17 tuntutan rakyat dalam 1 minggu dan 8 tuntutan rakyat dalam 1 tahun ini yang diperoleh dari desakan berbagai elemen masyarakat di media sosial selama beberapa hari terakhir.
KM ITB menyatakan dukungan terhadap 17 tuntutan rakyat dalam waktu satu minggu terakhir serta 8 tuntutan rakyat dalam satu tahun, yang muncul dari desakan berbagai elemen masyarakat di media sosial.
Farrel menegaskan bahwa KM ITB akan terus mengawal isu-isu demokrasi dan keberpihakan pemerintah terhadap rakyat.
"Pemerintah harus membuka ruang partisipasi, memperbaiki komunikasi, serta menghentikan pola represif agar krisis demokrasi ini tidak semakin dalam," ujarnya.
[Gambas:Instagram]
Aksi di Depok
Pada hari yang sama, Aliansi BEM se-UI mengadakan pernyataan sikap atas situasi terkini di Tugu Makara, kampus UI Depok, Jawa Barat.
Mengutip dari akun Instagram organ mahasiswa UI tersebut, dalam pernyataannya, "Aliansi BEM se-UI meminta pertanggungjawaban penuh terhadap Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, DPR RI, TNI, POLRI serta seluruh oknum elite politik atas gejolak yang terjadi di Indonesia saat ini."
"Kami mahasiswa UI sebagai bagian dari rakyat Indonesia yang berdaulat menyampaikan belasungkawa dan duka cita yang sedalam-dalamnya kepada seluruh korban dalam aksi yang terjadi belakangan ini," tulis Aliansi BEM se-UI dalam pernyataannya.
"Tercatat 9 rakyat Indonesia, 9 saudara kita, rekan seperjuangan kita, telah berpulang kembali ke sisi Yang Maha Kuasa, di antaranya Affan Kurniawan, Sarina Wati, Saiful Akbar, Muhammad Akbar Basri, Rusdamdiansyah, Rheza Sendy Pratama, Sumari, Andika Lutfi Falah, Iko Julian Junior, serta ratusan korban luka lainnya," lanjutnya.
Aliansi menuntut agar Prabowo selaku presiden an jajaran pemerintah menunjukkan sikap tegas dalam menyelesaikan situasi.
"Hingga hari ini kami belum mendengar adanya permintaan maaf yang tulus, maupun komitmen yang kuat untuk memperbaiki keadaan. Selain itu pernyataan Presiden Prabowo Subianto mengenai dugaan makar harus dibuktikan dengan investigasi yang jelas, transparan, dan akuntabel," jelasnya.
Aliansi juga mengecam keras tindakan represif aparat yang dinilai memicu jatuhnya korban. Mereka turut mengutuk insiden penyerangan di area kampus Universitas Islam Bandung (Unisba) dan Universitas Pasundan (Unpas) pada Selasa (2/9) dini hari, ketika polisi menembakkan gas air mata dan bentrok dengan mahasiswa.
"Tindakan tersebut bertentangan dengan prinsip demokrasi dan perlindungan hak asasi manusia sebagaimana dijamin dalam konstitusi," tegas pernyataan itu.
Mereka juga menyoroti penangkapan massa aksi yang dinilai sewenang-wenang.
"Kami menuntut pembebasan seluruh massa aksi yang ditahan, serta mengecam secara tegas segala bentuk tindakan represif yang dilakukan oleh aparat, termasuk penangkapan sewenang-wenang, pemukulan, penyiksaan, hingga pembunuhan, karena itu semua tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku."
Tak hanya itu, BEM se-UI juga menolak kebijakan pembungkaman informasi yang disebut tertuang dalam surat KPID nomor 309/KPID-DKI/VIII/2025. Mereka menilai langkah itu sebagai pelanggaran serius terhadap kebebasan pers.
"Bentuk pembungkaman sistematis ini tampak jelas melalui pembatasan liputan, serta pelumpuhan fitur siaran langsung di platform digital untuk membungkam suara rakyat," kata pernyataan itu.
Di akhir sikapnya, BEM se-UI menegaskan peran mahasiswa sebagai penjaga demokrasi.
"Bahwa sesungguhnya, mahasiswa adalah pemuda-pemudi yang memiliki keyakinan kepada kebenaran dan telah tercerahkan pemikirannya, serta diteguhkan hatinya, serta mereka berdiri di hadapan kezaliman. Oleh sebab itu sepatutnya mahasiswa bergerak untuk mengubah kondisi bangsa menuju masyarakat madani yang adil dan makmur."
Pernyataan Polda Jabar
Terpisah, Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Rudi Setiawan angkat bicara soal kericuhan di Jalan Tamansari, Kota Bandung, pada Senin (1/9) malam.
Dalam penindakan itu, jenderal bintang dua tersebut mengatakan apa yang dilakukannya sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.
Dia menyebutkan itu sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia nomor 7 tahun 2012 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan, Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
Disebutkannya, waktu pelaksanaan demonstrasi tidak boleh dilakukan pada hal-hal berikut: hari besar nasional, hari besar lainnya yang ditentukan oleh pemerintah. Mengenai jam pelaksanaan hanya diperbolehkan dan diizinkan di tempat terbuka dari jam 06.00 sampai 18.00.
"Mereka sudah melebihi batas waktu," ungkap Kapolda saat konferensi pers di Mapolda Jabar, Bandung, Selasa (2/9).
Terkait soal penindakan tegas dengan penggunaan gas air mata pun, dia mengaku itu sudah sesuai dengan Perkap Kapolri nomor 1 tahun 2009, pada pasal 5 ayat (1) point e serta pasal 7 ayat (2) point c.
"Kami berbekal mempedomani perkap dan UU. (Kondisi di Jalan Tamansari) itu melempar batu dan indikasi anarkis. Membahayakan petugas dan masyarakat," katanya.
Dia juga mengatakan yang dilakukan petugas itu sudah sesuai dengan instruksi yang sebelumnya disampaikan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit dan Presiden Prabowo Subianto, untuk melakukan tindakan tegas terhadap mereka yang melakukan tindakan vandalisme.
"Kesimpulannya bahwa kami melakukan upaya penegakan hukum karena di depan kami terlihat peristiwa pelanggaran-pelanggaran hukum sesuai dengan undang-undang. Dan sudah disampaikan oleh pimpinan kita semua," ujarnya.
Sebelumnya, aksi yang terjadi di Bandung merupakan bagian dari gelombang demonstrasi yang terjadi sejak 25 Agustus 2025 bermula dari kekecewaan publik atas kenaikan tunjangan DPR RI.
Situasi kian memanas setelah pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, tewas setelah dilindas kendaraan taktis Brimob pada Minggu (28/8). Insiden tersebut memicu kemarahan publik dan memperluas aksi ke berbagai daerah, hingga menyebabkan korban jiwa lain dan ratusan orang terluka.
Prabowo dalam konferensi pers bersama para ketua umum partai parlemen di Istana Kepresidenan, Minggu (31/8), berjanji akan merespons aspirasi rakyat. Ia memastikan DPR mencabut sejumlah fasilitas anggota, termasuk tunjangan dan kunjungan kerja luar negeri.
Prabowo juga meminta kementerian dan lembaga menerima kritik rakyat. Namun ia memperingatkan adanya gejala makar dan terorisme dalam kerusuhan belakangan ini.
"Pemerintah menjamin semua aspirasi akan didengar," kata Prabowo di Istana Kepresidenan, Minggu malam lalu.
(csr/kay/kid)