Presiden RI Prabowo Subianto melakukan reshuffle atau kocok ulang Kabinet Merah Putih, Senin (8/9). Total ada lima menteri yang diganti, namun baru tiga pengganti yang dilantik.
Mereka yang dilepas dari jabatan menteri itu adalah Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan (BG), Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Abdul Kadir Karding, Menteri Koperasi Budi Arie, serta Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo.
"Atas berbagai pertimbangan dan masukan evaluasi. Maka pada sore hari ini sekaligus Pak Presiden memutuskan melakukan perubahan susunan Kabinet Merah Putih pada beberapa jabatan yakni Kemenko Polkam, Kementerian Keuangan, Kementerian Perlindungan Pekerja Migran, Kementerian Koperasi dan Kementerian Pemuda dan Olahraga," kata Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (8/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengganti Sri Mulyani adalah Purbaya Yudhi Sadewa yang sebelumnya menjabat Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Pengganti Abdul Kadir Karding adalah politikus Golkar Mukhtarudin, dan pengganti Budi Arie adalah Ferry Juliantono yang sebelumnya Wamenkop.
Sementara itu pengganti Budi Gunawan dan pengganti Dito belum dilantik pada hari yang sama.
Prasetyo mengatakan saat ini Prabowo belum menunjuk pengganti Budi Gunawan di kursi Menko Polkam. Ia hanya menyebut Prabowo akan menerbitkan Keppres untuk mengisi Menko Polkam sementara alias ad interim. Namun, dia tak menjelaskan siapa yang akan memegang jabatan Menko Polkam secara sementara itu.
"Untuk sementara waktu beliau akan menunjuk ad interim untuk menjabat sebagai Menko Polkam. Tunggu nanti diumumkan," kata Pras di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin kemarin.
Sementara untuk posisi Menpora, Pras menyebut pengganti Dito berhalangan hadir ke pelantikan pada Senin (8/9) kemarin lantaran tengah berada di luar kota.
"Dan akan dijadwalkan kembali di prosesi pelantikan berikutnya," ujar Pras didampingi Seskab Letkol Teddy Indra Wijaya saat memberikan keterangan itu kepada wartawan di lingkungan istana.
Sebagai catatan, Budi Gunawan berasal dari kalangan nonpartai meskipun publik sejauh ini mengenal kedekatannya dengan PDIP. Sementara itu Dito adalah politikus Golkar.
![]() |
Lantas, apa alasan Prabowo di balik reshuffle kabinet? Apalagi, reshuffle terjadi setelah rentetan aksi demo di berbagai daerah pada akhir Agustus lalu.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan ada sejumlah alasan di balik reshuffle Kabinet Merah Putih di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran Rakabuming Raka.
Alasan pertama, terkait evaluasi kinerja para menteri. Adi menilai lewat reshuffle ini Prabowo berharap ada perbaikan kinerja dari para menteri dalam mewujudkan berbagai kebijakan dan program pemerintah.
"[Alasan] kedua tentu kan muncul sejak lama aspirasi-aspirasi, di mana ada sejumlah menteri yang sudah di-mention karena dinilai misalnya menimbulkan kontroversi, menimbulkan kegaduhan terkait dengan statement [pernyataan] dan manuver politiknya," kata Adi kepada CNNIndonesia.com, Senin (8/9) malam.
Adi mencontohkan soal statement Abdul Kadir Kading saat masih menjabat sebagai menteri, yang menyarankan untuk mencari kerja di luar negeri guna mengurangi angka pengangguran. Kemudian kontroversi Sri Mulyani di tengah program monumental Prabowo seperti makan bergizi gratis (MBG) yang membutuhkan dana fantastis dari APBN.
"Itu kan ukuran-ukuran yang bisa ditangkap oleh publik bahwa sebenarnya ada beberapa menteri yang mendapat nilai cukup negatif, sepertinya itu cukup didengarkan oleh pemerintah sebagai bahan untuk melakukan evaluasi dan perbaikan," ucap Adi.
![]() |
Terpisah, Direktur Arus Survei Indonesia (ASI) Ali Rif'an menduga setidaknya ada tiga alasan di balik reshuffle kabinet ini yakni desakan publik, politik dan teknoktratik.
"Alasan politik itu keseimbangan. Jadi Presiden Prabowo me-reshuffle beberapa menteri, memasukkan beberapa menteri dalam rangka makin memperkokoh positioning Presiden Prabowo. Termasuk kan ada dari Golkar dimasukkan, termasuk Budi Gunawan dikeluarkan, karena posisi PDIP tidak jadi masuk ke dalam koalisi pemerintahan," tutur Ali.
"Yang ketiga tentu saja alasan teknokratik. Alasan kapasitas dan kompetensi beberapa calon menteri ini dalam rangka memperbaiki performa Kabinet Merah Putih," sambungnya.
Direktur Eksekutif Trias Politikas Agung Baskoro juga mengamini reshuffle ini tak bisa dilepaskan dari alasan politis. Hal ini terkait tiga poros politik yang ada di Kabinet Merah Putih yang mewakili kediaman tiga tokoh politik 'utama' Indonesia saat ini yakni Teuku Umar, Hambalang, dan Solo.
Teuku Umar menyimbolkan PDIP sebagai jalan tempat kediaman Presiden kelima RI yang juga Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di Menteng, Jakarta Pusat. Solo menyimbolkan pengaruh Presiden ketujuh RI yang juga ayah dari Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka, Joko Widodo (Jokowi).
Dan, Hambalang menyimbolkan Prabowo yang juga Ketua Umum Gerindra. Hambalang (Desa Hambalang, Kabupaten Bogor) dan Kertanegara (Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan) merujuk ke tempat kediaman pribadi Prabowo dan kerap jadi tempatnya mengundang tokoh politik baik internal maupun eksternal partai.
"Perimbangan komposisi poros-poros politik, misalkan Teuku Umar, Solo, dan Hambalang. Karena BG ini kan dekat dengan Teuku Umar ya kemudian isunya digantikan sementara oleh poros Hambalang atas nama Pak Sjafrie [Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin], otomatis ini ada penyesuaian, walaupun nanti definitifnya siapa yang menggantikan kita akan tunggu," ucap Agung Baskoro.
"Kemudian Pak Budi Arie dikenal sebagai poros Solo ya dekatnya, digantikan oleh Pak Ferry yang kita tahu poros Hambalang. Jadi semakin ke sini, poros Hambalang semakin kuat dan menjadi orkestrator utama dalam pemerintahan," lanjutnya.
Di sisi lain, Agung menilai rentetan aksi demo di sejumlah daerah pada akhir Agustus lalu tak bisa dilepaskan dari reshuffle ini.
Hal itu, katanya, berkaitan dengan nama Menko Polkam Budi Gunawan menjadi salah satu menteri yang di-reshuffle Prabowo dari Kabinet Merah Putih.
Terlebih, lanjut Agung, aksi demo di berbagai daerah di Indonesia ini turut memakan korban jiwa.
Diketahui, berdasarkan data Komnas HAM, ada 10 orang yang menjadi korban meninggal dunia diduga karena kekerasan yang terjadi di tengah gelombang demo rakyat Indonesia di berbagai kota selama sepekan terakhir, 25-31 Agustus 2025.
"Alasan utamanya, alasan teknokratis dalam konteks kinerja, karena kita tahu para menteri yang diganti, khususnya misalkan Menko Polkam kemarin gagal ya mengkonsolidasikan situasi yang kondusif," ucap dia.
"Sehingga akses demonstrasi yang besar kemarin menimbulkan korban jiwa dan gesekan yang sangat masif antara demonstran dengan aparat," lanjutnya.
Sementara itu, Adi menyebut reshuffle terhadap Budi Gunawan menjadi salah satu hal yang mengagetkan. Ia pun menduga ada alasan yang disembunyikan di balik pergantian posisi Menko Polkam.
"Yang menjadi teka-teki adalah soal pergantian Menko Polkam itu saja sih, per hari ini kita tidak mendengarkan penjelasan apapun dari pemerintah, kata pihak istana kan tidak semua hal harus dijelaskan," ujarnya.