Guru Besar UGM Minta Siswa Tak Dibebani Deteksi MBG Busuk Lewat Hidung

CNN Indonesia
Kamis, 09 Okt 2025 17:02 WIB
Ilustrasi. Guru Besar UGM respons kasus keracunan MBG yang sudah capai ribuan. (CNN Indonesia/ Nattasya Vrazeti)
Yogyakarta, CNN Indonesia --

Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Sri Raharjo menilai untuk mengidentifikasi hidangan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tak layak konsumsi tidak dapat begitu saja dibebankan kepada penerima manfaat.

Alasannya, kata Sri Raharjo, kemampuan penerima manfaat, dalam hal ini siswa untuk mengenali beracun atau tidaknya pangan hanya sebatas mengandalkan indra penciuman lewat hidung. Lebih dari itu bergantung pada visual hingga tekstur dari makanan saja.

"Padahal persoalan pangan yang tidak aman itu tidak selalu dibersamai dengan tanda-tanda katakan pembusukan," kata Sri Raharjo, dikutip dari laman resmi UGM, Kamis (10/10).

Indra penciuman manusia, menurut Sri Raharjo, hanya dapat digunakan sebagai perlindungan pertama. Potensi bahaya tidak dapat terdeteksi karena aroma, rasa, dan tekstur makanan normal secara visual.

Padahal, potensi bahaya bisa saja 'tersembunyi' pada bahan baku yang telah terkontaminasi patogen atau bakteri yang menimbulkan penyakit.

"Karena ada bakteri yang sifatnya merusak, membusukkan makanan, dia tidak menyebabkan sakit dan dia berarti mudah dimatikan dengan panas. Sedangkan untuk bakteri yang menyebabkan sakit yang disebutkan bakteri patogen itu mungkin jumlahnya tidak perlu banyak, tapi sudah bisa menimbulkan sakit," papar Kepala Pusat Studi Pangan dan Gizi (PSPG) UGM itu.

Belum lagi, lanjut Sri Raharjo, reaksi keracunan dari setiap kasus pun berbeda-beda. Tidak semua bereaksi langsung alias bisa muncul kapan saja dan belum tentu dalam bentuk muntahan.

Lanjut Sri Raharjo, pihaknya mendesak atensi khusus terhadap proses pengolahan hingga pengemasan makanan demi mengantisipasi terjadinya kasus keracunan pada menu makanan MBG.

Bersamaan dengan itu, perlu diperhatikan juga waktu pengolahan hingga makanan dikonsumsi siswa. Bahkan perlu dirunut satu per satu dari isi food tray atau ompreng.

"Dalam satu tray makanan yang macam-macam itu, kira-kira yang berkontribusi pada keracunan tadi itu di mana? Nasi, lauk, atau sayuranya kah? gitu kan? dan nanti juga diperiksa dalam proses penyiapannya," urainya.

Sri Raharjo melihat salah satu menu di MBG yang memiliki potensi besar memicu keracunan adalah lauk pauk.

Pengolahannya perlu waktu dan pemanasan yang cukup agar dapat mematikan atau mengurangi bakteri pada bahan mentah. Tapi, berbarengan dengan itu ada keterbatasan waktu, alat, hingga Sumber Daya Manusia (SDM) dari pihak penyedia MBG.

"Terpenting, pada pengadaan bahan mentahnya, bahan segarnya entah itu daging, ikan atau sayurannya itu, usahakan memang kondisinya bersih cemarannya dan belum tinggi," ungkapnya.

Oleh karenanya, dia turut menyarankan agar kapasitas dari setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) diperhitungkan kembali.

Target pemerintah untuk setiap SPPG memenuhi sekitar tiga ribu pack MBG terlihat melebihi kapasitas satu dapur umum. Alhasil, kontrol terhadap makanan tidak sepenuhnya sesuai dengan aturan yang ditetapkan.

(kum/dal)


Saksikan Video di Bawah Ini:

VIDEO: Rakyat Menanti MBG Enak Bergizi

KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK