Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menghukum terdakwa Muhammad Arif Nuryanta dengan pidana 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa meyakini Arif yang merupakan mantan Ketua PN Jakarta Selatan telah terbukti menerima suap terkait putusan lepas tiga korporasi dalam perkara ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya periode Januari-April 2022.Arif juga dituntut dengan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp15,7 miliar, dengan memperhitungkan aset yang telah dilakukan penyitaan dalam penyidikan berupa bangunan dan tanah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apabila Arif tidak dapat membayar uang pengganti tersebut paling lama 1 bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti.
"Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 6 tahun," kata jaksa.
Arif disebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi korupsi menerima suap secara bersama-sama sebagaimana diancam pidana Pasal 6 ayat 2 juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam menjatuhkan tuntutan pidana tersebut, jaksa mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan.
Hal memberatkan adalah perbuatan Arif tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Perbuatan Arif telah mencederai kepercayaan masyarakat khususnya terhadap institusi lembaga peradilan yudikatif, dan Arif telah menikmati hasil tindak pidana. Sedangkan hal meringankan adalah Arif belum pernah dihukum.