Eks Penyidik KPK Ungkap Petunjuk Awal Kasus ASDP Akuisisi PT JN
Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mochamad Praswad Nugraha mengungkapkan petunjuk atau temuan awal hingga akhirnya penyidik lembaga antirasuah memutuskan mengusut kasus dugaan korupsi Kerja Sama Usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP tahun 2019-2022.
Praswad mengatakan penyidik menyadari ada anomali ketika mengetahui ASDP yang sebenarnya membutuhkan banyak kapal dengan izin melintas tetapi mau menanggung beban utang bank PT JN senilai Rp580 miliar.
"Teman-teman penyidik, logikanya di awal waktu itu dibangun di KPK saat itu pertanyaannya sederhana: Kalau memang kita butuh kapalnya kenapa harus beli utangnya juga?" kata Praswad dalam agenda diskusi Prime Plus CNN Indonesia TV dengan tema 'Keputusan Korporasi Berujung Vonis Bui', Senin (24/11) malam.
Praswad membela KPK dan mendukung penuh putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menyatakan mantan Direktur Utama PT ASDP Ira Puspadewi dan kawan-kawan terbukti bersalah merugikan keuangan negara sejumlah Rp1,25 triliun dalam kasus koruspi terkait KSU dan akuisisi PT JN.
Dia menegaskan tindakan Ira dkk tersebut masuk ke dalam ranah tindak pidana korupsi (Tipikor) alias tidak dilindungi oleh prinsip Business Judgement Rule (BJR).
Prinsip BJR adalah kaidah yang melindungi direksi dari tuntutan hukum atas kerugian perusahaan, asal keputusan yang diambil didasari iktikad baik, hati-hati, berdasarkan informasi yang memadai, dan untuk kepentingan terbaik perusahaan.
Meski Ira dkk terbukti tidak menerima suap sepeserpun dari proses KSU dan akuisisi PT JN, kata Praswad, ada sejumlah faktor yang membuat aksi korporasi tersebut harus dimintai pertanggungjawabannya secara hukum.
"Mens rea-nya di mana? Mens rea-nya ketika ditemukan runtuhnya 4 prinsip BJR. Good faith (iktikad baik), Conflict of Interest (tidak ada benturan kepentingan), untuk kepentingan terbaik perusahaan, terus juga ada due diligence (uji tuntas)," ujar Praswad.
"Kalau itu bisa dibuktikan bahwa kemudian willen en wetten, mengetahui dan menghendaki, ketika runtuhnya misalnya teman-teman penyidik... di sidang kan (juga terungkap) ada kesaksian dari VP Finance and Accounting bahwa ada utang yang belum selesai Rp600 miliar," kata Praswad melanjutkan.
Dalam kasus dugaan korupsi Kerja Sama Usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP tahun 2019-2022, Ira dkk divonis bersalah.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menghukum Ira dengan pidana 4,5 tahun penjara serta denda sejumlah Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Sedangkan Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono divonis dengan pidana masing-masing 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Menurut hakim, para terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp1,25 triliun dalam KSU dan akuisisi PT JN oleh PT ASDP tahun 2019-2022.
Perkara dengan nomor: 68/Pid.Sus-TPK/PN.Jkt.Pst ini diperiksa dan diadili oleh ketua majelis Sunoto dengan hakim anggota Nur Sari Baktiana dan Mardiantos. Putusan dibacakan pada Kamis, 20 November lalu.
Presiden Prabowo Subianto lantas memberikan rehabilitasi kepada Ira, Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad meski divonis bersalah dalam kasus dugaan korupsi akuisisi PT JN oleh ASDP tersebut.
(fra/ryn/fra)