KPK Tunggu Surat Resmi Prabowo untuk Bebaskan Ira ASDP dari Rutan

CNN Indonesia
Selasa, 25 Nov 2025 22:37 WIB
KPK belum lansung mengeluarkan ASDP periode 2017-2024 Ira Puspadewi dan kawan-kawan dari tahanan karena masih menunggu surat resmi dari Presiden Prabowo. (Antara Foto/Muhammad Iqbal).
Jakarta, CNN Indonesia --

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga saat ini masih menunggu surat keputusan rehabilitasi Presiden Prabowo Subianto untuk bisa mengeluarkan Direktur Utama PT ASDP periode 2017-2024 Ira Puspadewi dan kawan-kawan dari tahanan.

"Kami sampai saat ini masih menunggu surat keputusannya," ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (25/11) malam.

Berkaca dari kasus Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto yang menerima amnesti dari Presiden, Asep menuturkan KPK akan terlebih dahulu menunggu surat yang diantarkan oleh Kementerian Hukum.

Setelah menerima surat dimaksud, Pimpinan KPK bersama jajaran akan menindaklanjutinya. Ujungnya nanti adalah surat keputusan Pimpinan KPK yang mengatur pembebasan terdakwa.

"Tentunya setelah proses selesai, karena nanti ada surat keputusan Pimpinan KPK untuk mengeluarkan tiga direksi (ASDP) yang sedang berperkara ini yang ditahan oleh kami, nanti juga rekan-rekan bisa mengikuti prosesnya ya, jadi ada proses, mungkin kita tunggu saja untuk petugas dari Kementerian Hukum mengantarkan surat keputusan tersebut," kata Asep.

Sebelumnya, Presiden Prabowo memberikan rehabilitasi kepada Ira Puspadewi, Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Muhammad Yusuf Hadi, dan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono.

"Dari hasil komunikasi dengan pihak pemerintah, alhamdulillah pada hari ini Presiden RI Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap tiga nama tersebut," kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (25/11).

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menghukum Ira dengan pidana empat tahun dan enam bulan penjara serta denda sejumlah Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Sedangkan Muhammad Yusuf Hadi dan Harry MAC divonis dengan pidana masing-masing empat tahun penjara dan denda sebesar Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.

Menurut hakim, para terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp1,25 triliun dalam KSU dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP tahun 2019-2022.

Perkara dengan nomor: 68/Pid.Sus-TPK/PN.Jkt.Pst ini diperiksa dan diadili oleh ketua majelis Sunoto dengan hakim anggota Nur Sari Baktiana dan Mardiantos. Putusan dibacakan pada Kamis, 20 November lalu.

Putusan tersebut tidak bulat alias diwarnai oleh perbedaan pendapat atau dissenting opinion Sunoto.

Menurut dia, Ira dkk seharusnya divonis lepas (ontslag van alle recht vervolging) karena tidak ada tindak pidana korupsi dalam kasus KSU dan akuisisi PT JN oleh PT ASDP.

Dia memandang kasus tersebut lebih tepat diselesaikan secara perdata karena tindakan Ira dkk. yang mengakuisisi PT JN dilindungi oleh prinsip Business Judgement Rule (BJR).

(ryn/dhf)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK