Polri Ubah Penanganan Demo Jadi 5 Tahap: Tertib hingga Rusuh Berat
Mabes Polri mengubah prosedur penanganan unjuk rasa atau demonstrasi ke dalam lima tahapan baru.
Dirsamapta Korsabhara Baharkam Polri Brigjen Moh. Ngajib mengatakan perubahan ini dilakukan dalam rangka penyempurnaan penanganan aksi dengan menekankan profesionalisme, proporsionalitas dan penggunaan kekuatan yang sesuai.
"Sebagai bentuk kesiapan operasional dan penyegaran SOP dalam pengendalian massa yang lebih humanis, modern, dan berbasis hak asasi manusia," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (27/11).
Tahapan pertama yakni unjuk rasa dengan eskalasi tertib, yakni massa aksi dapat mematuhi imbauan dan kegiatan masyarakat tetap berjalan lancar. Petugas menerapkan kehadiran polisi sebagai tindakan pencegahan serta imbauan lisan.
Tahapan kedua yakni kurang tertib ketika massa mulai mengejek, provokasi ringan, dan tidak mengindahkan imbauan. Petugas menerapkan kendali tangan kosong lunak dan negosiasi oleh Kapolres sebagai pengendali taktis.
Tahapan ketiga yakni ketika tidak tertib, massa mulai melempar, melakukan pembakaran lokal, atau gangguan yang menyebabkan luka ringan.
"Petugas melakukan kendali tangan kosong keras dan pendorongan dengan meriam air," tuturnya.
Tahap keempat yakni ketika rusuh, massa melakukan kekerasan, perusakan, serangan fisik, dan penutupan jalan secara masif. Petugas menerapkan penggunaan senjata tumpul, gas air mata, atau alat non-mematikan sesuai standar.
"Terakhir Rusuh Berat, situasi meningkat hingga memerlukan lintas ganti ke satuan Brimob atau penanganan oleh tim Raimas jika tidak tersedia PHH Brimob," tuturnya.
Ngajin menjelaskan penyederhanaan prosedur awal dari 38 tahapan menjadi lima fase diharapkan dapat menjadi lebih mudah dipahami dan diterapkan. Meski begitu, ia mengingatkan agar seluruh petugas tetap menjaga prinsip kehati-hatian.
"Kita ingin seluruh Kasatwil memahami bahwa respons kepolisian tidak boleh reaktif. Harus melalui tahapan yang jelas dengan evaluasi pada setiap tindakan. Inilah bentuk modernisasi pengendalian massa yang akuntabel," ujarnya.
Lebih lanjut, ia juga mengingatkan jika seluruh Kapolres saat ini wajib memiliki kemampuan komunikasi, negosiasi, dan penguasaan lapangan ketika sedang bertugas menghadapi massa aksi.
"Kapolres harus dikenal oleh masyarakatnya. Semakin baik hubungan polisi dengan warga, semakin kecil potensi eskalasi unjuk rasa meningkat," jelasnya.
"Setiap tindakan kepolisian dalam pengamanan unjuk rasa harus sesuai prosedur, terukur, dan menghormati hak-hak warga. Itulah standar pelayanan yang wajib diterapkan di seluruh satuan wilayah," pungkasnya.