Warga Aceh Tamiang Selamat dari Banjir tapi Kelaparan di Pengungsian
Banjir bandang yang menyapu Aceh Tamiang, Provinsi Aceh meninggalkan kerusakan luas dan duka bagi warga. Rumah-rumah hilang, banyak korban belum ditemukan, sementara para pengungsi bergulat dengan kelaparan dan putusnya listrik selama berhari-hari.
Warga Aceh Tamiang, Panji Akbar menceritakan bagaimana ia bersama ibu dan adiknya berhasil menyelamatkan diri. Mereka kini tinggal di Posko Pengungsian SMA Negeri Patra Nusa, Kecamatan Manyak Payed.
"Ya Allah, aslinya lebih parah dari itu (di media sosial). Banyak rumah hanyut dan hancur, sampai sekarang masih banyak jasad yang belum ditemukan," kata Panji via pesan WhatsApp (WA), Rabu (3/12).
Saat banjir menerjang, Panji dan keluarganya bergegas menuju dataran tinggi sebelum memutuskan berjalan kaki menuju posko pengungsian yang berjarak sekitar 10-12 kilometer dari rumah mereka.
"Kami jalan kaki ke pengungsian yang jaraknya berkisar 10 sampai 12 kilometer dari rumah. Kami tahu di tempat itu ada posko pengungsian setelah nanya nanya orang. Di posko tersebut, ada sekitar 1.000 pengungsi," ungkapnya.
Saat meninggalkan rumah, alumni Magister Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) ini hanya sempat menyelamatkan handphone, laptop, dan ijazah.
"Cuma handphone, laptop, dan ijazah yang bisa kuselamatkan. Lainnya habis semua sudah. Banjirnya terjadi sangat cepat. Tak ada lagi yang sempat diselamatkan," ungkapnya.
Panji mengaku sangat kelaparan saat perjalanan ke pengungsian, tak ada apapun yang bisa dimakan. Mereka pun mengutip makanan sisa banjir yang didapat di perjalanan.
"Hari Jumat, 28 November 2025 kemarin, hampir mati kelaparan kami sekeluarga. Kami pun makan sisa sisa bekas banjir. Sama minta minta nasi dikit ke orang-orang," urainya.
Hingga saat ini, bantuan tak kunjung tiba di pengungsian. Bahkan akses listrik dan internet di sejumlah wilayah Aceh Tamiang masih terputus. Kondisi tersebut membuat warga kesulitan berkomunikasi dan melaporkan situasi terkini.
"Udah terjadi penjarahan di mana mana. Semua Alfamart, Indomaret dijarah. Warga di sini sudah kelaparan. Saat ini jaringan internet kadang hidup, kadang mati. Listrik masih mati total, makanya banyak warga yang gak bisa up ke media sosial. Bahan bakar minyak (BBM) pun langka," ucapnya.
Untuk bantuan bahan bakar minyak (BBM), Selasa malam (2/12), sempat masuk ke lokasi. Namun bensin eceran dijual Rp70 ribu per liter.
"Di sini, BBM dijual Rp70 ribu per liter dan itu pun sangat langka. Kami berharap bantuan segera datang, agar bisa menyelamatkan para pengungsi dari kondisi krisis yang kami hadapi," paparnya.
(fnr/isn)