Kapolri-Jaksa Agung Teken MoU, Samakan Persepsi KUHP dan KUHAP Baru
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin meneken nota kesepahaman (MoU) tentang penerapan KUHP dan KUHAP baru dalam rangka penyamaan persepsi.
Acara penandatanganan tersebut digelar di Aula Awaloedin Djamin, Lantai 9 Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (16/12) serta dihadiri oleh Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej dan Ketua Komisi III DPR Habiburrokhman.
Sigit mengatakan lewat nota kesepahaman itu diharapkan kedua lembaga memiliki persepsi yang sama sehingga penerapan KUHP dan KUHAP baru bisa memberi rasa keadilan bagi masyarakat.
"Hari ini kita melaksanakan kegiatan MoU dilanjutkan dengan penandatanganan PKS (Perjanjian Kerja Sama) terkait sinergitas, pemahaman dalam hal pelaksanaan KUHP dan KUHAP yang baru," ujarnya dalam konferensi pers.
Ia menjelaskan dalam KUHP dan KUHAP baru mengatur banyak hal yang selama ini diharapkan masyarakat. Seperti penyelesaian hukum sesuai kearifan lokal hingga situasi dan kondisi yang ada.
"Maupun bagaimana kita tetap komit untuk melakukan penegakan hukum secara tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh siapapun," jelasnya.
Sigit mengatakan MoU itu juga bertujuan memastikan agar Polri dan Kejaksaan bisa menerapkan aturan yang termuat pada KUHP-KUHAP baru dengan sebaik-baiknya.
"Kita bersama-sama selaku aparat penegak hukum berjalan selaras, satu frekuensi, satu pikiran, untuk betul-betul bisa memenuhi harapan dan keadilan masyarakat," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Burhanuddin menyebut lahirnya KUHP dan KUHAP menjadi tonggak penting dalam perkembangan penegakan hukum di Indonesia.
Ia mengatakan semangat yang diusung adalah transisi dari model peninggalan kolonial menuju paradigma yang lebih humanis, berkeadilan, menghormati hak asasi manusia, serta responsif terhadap perkembangan teknologi.
"Ini bukan hanya soal perubahan pasal dan redaksi, tetapi merupakan pembaharuan semangat dan paradigma penegakan hukum pidana yang lebih modern," tuturnya.
Oleh karenanya, ia menilai tantangan utama ke depan adalah konsistensi dalam penerapan norma-norma baru tersebut. Tanpa sinergi yang kuat, kata dia, perbedaan penafsiran antar lembaga dapat memicu ketidakpastian hukum bagi masyarakat.
"Kerja sama ini mencakup penyelarasan SOP, standar kualitas berkas perkara, pertukaran data dan informasi, dukungan pengamanan, hingga peningkatan kapasitas SDM melalui pelatihan terpadu lintas lembaga," pungkasnya.