Keluarga Tahanan Demo Agustus Lapor Dugaan Kriminalisasi ke Komnas HAM

CNN Indonesia
Senin, 22 Des 2025 23:15 WIB
Keluarga tahanan Jakarta Utara bersama Gerakan Muda Lawan Kriminalisasi diterima Ketua Komnas HAM Anis Hidayah, Jakarta, Senin (22/12), (CNN Indonesia/Kayla Nabima Azzahra)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sejumlah keluarga para tahanan terkait gelombang demo Agustus 2025 dari Jakarta Utara mengadukan dugaan kriminalisasi oleh aparat ke kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta Pusat, Senin (22/12).

Mereka datang bersama Gerakan Muda Lawan Kriminalisasi mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Senin (22/12), sambil membawa setangkai mawar merah.

Aksi simbolik itu mengiringiaduan mereka ke Komnas HAM soal dugaan kriminalisasi dan penangkapan sewenang-wenang terhadap 60 orang yang ditahan serta dijerat dugaan pelanggaran hukum oleh aparat usai gelombang demonstrasi Agustus lalu.

"Hari ini adalah hari ibu, hari pergerakan perempuan, sehingga memang ibu-ibu hari ini yang membawa bunga mawar juga adalah simbol perlawanan yang dilakukan ibu-ibu yang anaknya, yang suaminya, yang keluarganya ditahan sejak bulan 30 Agustus dan awal September," kata Perwakilan Gerakan Muda Lawan Kriminalisasi, Sarah di kantor Komnas HAM.

Mereka diterima Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, namun proses audiensi dilakukan tertutup dari liputan awak media.

Air mata keluarga

Sementara itu dalam aksi simbolik, di balik simbol mawar merah tersebut terlihat air mata keluarga korban mengalir saat menyuarakan keputusasaan akibat dampak ekonomi dan psikologis penahanan yang sudah berjalan empat bulan.

Salah satu orang tua dari tahanan terkait gelombang demo Agustus, Nurianti, mengaku kelelahan menghadapi proses hukum yang berlarut-larut tanpa kepastian. Ia pun memohon agar anaknya bisa dibebaskan dari jeratan hukum.

"Harus bagaimana kami ini sebagai orang tua berjuang untuk anak-anak yang ditahan. Kami sebagai orang tua sudah stres, sudah capek, tapi enggak ada titiknya. Tolong anak kami dibebaskan. Anak kami pengen kerja, masa depannya masih panjang. Tolong kami dibantu, dibebaskan anak kami," ujar Nurianti.

Tak hanya orang tua, Sri Utami yang suaminya juga ditahan dengan tuduhan ricuh terkait demo Agustus itu menceritakan dampak yang terjadi pada keluarga mereka. Sri menyebut suaminya merupakan tulang punggung keluarga, sementara ia harus mengasuh anak-anak yang masih kecil tanpa kepastian ekonomi.

"Benar-benar sangat berdampak pada ekonomi dan anak-anak saya yang masih kecil-kecil, karena suami dia tulang punggung keluarga. Saya bingung sehari-harinya. Saya butuh keadilan untuk suami saya. Tolong bebaskan suami saya karena kasihan anak-anak juga, butuh sosok seorang ayah," ujar Sri.

Dalam siaran pers, Gerakan Muda Lawan Kriminalisasi mendesak Komnas HAM untuk segera melakukan investigasi independen.

Mereka menuding aparat jerat warga dengan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dan pasal 212 juncto 214 KUHP mengenai perlawanan terhadap pejabat yang sedang bertugas. Namun, mereka menuding jeratan pasal tersebu dipaksakan.

Aksi penangkapan yang yang dilakukan aparat pun dinilai sangat tidak profesional. Salah satunya, warga dikriminalisasi hanya karena menggunakan pasta gigi di wajah untuk melindungi diri dari paparan gas air mata yang dilontarkan aparat.

Penangkapan juga dilakukan pada sekitar pukul 02.30-06.00 saat situasi sudah kondusif, dan warga sedang melakukan aktivitas normal seperti berdagang atau pulang kerja.

"Karena memang untuk untuk kasus di Jakarta Utara ini ya, beberapa puluh orang ini mungkin 90 persennya itu korban salah tangkap. Ada yang tertangkap sekitar 800 meter dari TKP, ada yang tertangkap benar-benar hampir 2 kilometer dari TKP. Menurut saya itu sudah benar-benar penangkapannya secara membabi buta ya," ujar salah satu keluarga korban.

Selain tekanan ekonomi dan psikologis, keluarga korban juga menyoroti dugaan kekerasan fisik yang dialami para tahanan. Mereka menyebut kekerasan tersebut tidak hanya meninggalkan trauma, tetapi juga menyebabkan luka permanen yang masih dirasakan hingga saat ini.

"Ada yang menjadi cacat permanen kakinya, ada pula yang hadir dalam persidangan harus menggunakan tongkat. Bahkan luka-luka permanen di wajah seperti yang dilihat di foto. Ada juga yang diinjak, dipukulin, termasuk saya sendiri dipukul ketika hendak mencari keluarga," ujar salah satu keluarga korban.

Pernyataan Komnas HAM

Sementara itu, secara terpisah, Ketua Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan sampai saat ini masih ada aduan dari masyarakat terkait dengan dugaan kasus penyiksaan dalam rangkaian peristiwa kerusuhan pada Agustus-September 2025.

Salah satunya, kata Anies, datang dari 60 perwakilan keluarga korban yang berasal dari Jakarta Utara pada Senin pagi ini.

"Masih ada yang mengadukan, terutama dari aspek mereka merasa ada proses hukum yang mereka indikasikan tidak terjadi secara fair, sehingga meminta agar Komnas HAM turut serta untuk memberikan atensi," kata Anis di Kantor Komnas HAM, Senin, seperti dikutip dari Antara.

Dia menjelaskan bahwa mereka mengaku adik atau kakak mereka menjadi korban dugaan penyiksaan selama proses penangkapan, pemeriksaan, hingga proses hukum selanjutnya. Saat ini, kata dia, para korban tersebut tengah dalam proses persidangan.

Dalam hal ini, dia mengatakan Komnas HAM masih terus memproses penyelesaian laporan terkait Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kerusuhan Agustus 2025. Menurut dia, Komnas HAM juga akan berkoordinasi dengan lembaga-lembaga lainnya yang tergabung dalam TGPF.

"Kita harus menunggu bagaimana posisi dari masing-masing lembaga itu terkait dengan laporan yang sedang dirumuskan di tingkat lembaganya mereka masing-masing dulu gitu," kata dia.

(kna/antara/kid)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK